tag:blogger.com,1999:blog-39107556146776973992024-03-13T07:50:04.709-07:00MAHKOTA CAHAYABagi sahabat yang ingin mengenal saya lebih jauh dan saya siap menjadi sahabat atau teman anda
( jalutsugra@gmail.com. )Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.comBlogger627125tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-15896918162031787662014-04-30T10:19:00.001-07:002014-04-30T10:19:20.530-07:00Bakti seorang anak kepada orang tua yang sudah menjadi babi<p dir="ltr">Salah satu keutamaan Nabi Musa alaihisalam berbicara langsung kehadirat Allah S.W.T Setiap kali beliau hendak<br> bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina.<br> Di atas bukit itulah dia akan berbicara dengan Allah.<br> Nabi Musa sering bertanya dan Allah swt menjawab pada waktu itu juga.<br> Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain.<br> Suatu hari Nabi Musa telah bertanya kepada Allah. "Ya<br> Allah, siapakah orang di syurga nanti yang akan berteman dengan aku?" Allah pun<br> menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya.<br> Setelah mendapat jawaban, Nabi Musa segera turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan mengikut tempat<br> yang diberitahu.<br> Setelah beberapa hari di dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat tersebut.<br> Dengan pertolongan beberapa orang penduduk di<br> situ, beliau berhasil bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.<br> Tuan rumah itu tidak menemui Nabi Musa, tapi<br> ia masuk ke dalam bilik/kamar dan melakukan sesuatu di dalamnya.<br> Tak lama kemudian dia keluar dari bilik/kamar<br> sambil membawa seekor babi betina yang besar.<br> Babi itu dibimbingnya dengan cermat.<br> Nabi Musa pun terkejut seketika beliau melihatnya.<br> "Ada apa ini?, kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh keheranan.<br> Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik<br> Setelah itu babi itu dilap sampai kering serta dipeluk<br> cium kemudian dihantarkan kembali ke dalam bilik/kamar.<br> Tidak lama kemudian dia keluar sekali lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar.<br> Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan.<br> Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta<br> cium dengan penuh kasih sayang.<br> Babi itu kemudiannya dihantar lagi ke biliknya.<br> Selesai semuanya barulah dia menemui Nabi Musa. "Wahai saudara! Apa agama kamu?"<br> Nabi Musa bertanya. "Aku agama Tauhid", jawab pemuda<br> itu yaitu agama Islam. "Lalu, mengapa kamu memelihara<br> babi? Kita tidak boleh berbuat begitu." Kata Nabi Musa.<br> "Wahai tuan hamba", kata pemuda itu. "Sebenarnya<br> kedua babi itu adalah ibu bapa kandungku.Oleh karena<br> mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah telah<br> menukarkan rupa mereka menjadi babi yang bodoh<br> rupanya. Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu<br> urusannya dengan Allah.<br> Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajibanku<br> sebagai anak.<br> Hari-hari aku berbakti kepada kedua ibu bapaku seperti mana yang tuan hamba lihat tadi, <br> Walaupun rupa mereka sudah menjadi babi,aku tetap melaksanakan tugasku.", sambungnya."Setiap<br> hari aku berdoa kepada Allah<br> agar mereka diampunkan. Aku memohon supaya Allah<br> menukarkan wajah mereka menjadi manusia seperti sedia kala,<br> tetapi Allah masih belum memakbulkanya.",tambah pemuda itu lagi.<br> Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada<br> Nabi Musa a.s. 'Wahai Musa, inilah orang yang akan berteman dengan kamu di Syurga nanti,<br> hasil baktinya yang sangat tinggi kepada kedua ibu<br> bapaknya.<br> Ibu bapaknya yang sudah buruk dengan rupa babi<br> pun dia masih tetap berbakti dengan tulus.<br> Oleh karena itu kami naikkan maqamnya<br> sebagai anak soleh disisi<br> Kami."Allah juga berfirman lagi yang bermaksud : "Oleh karena dia telah berada di maqam<br> anak yang soleh disisi Kami,<br> maka Kami angkat doanya.<br> Tempat kedua ibu bapaknya yang Kami sediakan didalam<br> neraka telah Kami pindahkan ke dalam syurga."Itulah berkah anak yang soleh.<br> Doa anak yang soleh dapat menebus dosa ibu bapa yang<br> akan masuk ke dalam neraka pindah ke syurga. Ini juga<br> hendaklah dengan syarat dia berbakti kepada ibu bapaknya.<br> Walaupun hingga ke peringkat<br> rupa ayah dan ibunya seperti<br> babi.<br> Mudah-mudahan ibu bapa kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak.Walau bagaimana<br> buruk sekali pun perangai kedua ibu bapak kita itu bukan<br> urusan kita, urusan kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa.<br> Walaupun banyak sekali dosa yang mereka<br> lakukan, itu bukan urusan kita,<br> urusan kita ialah meminta<br> ampun kepada Allah S.W.T<br> supaya kedua ibu bapak kita<br> diampuni Allah S.W.T.Doa anak<br> yang soleh akan membantu<br> kedua ibu bapaknya mendapat<br> tempat yang baik diakhirat,<br> inilah yang dinanti-nantikan<br> oleh para ibu bapak di alam<br> kubur.Arti sayang seorang anak<br> kepada ibu dan bapanya bukan<br> melalui perantara uang saja,<br> tetapi sayang seorang anak<br> pada kedua ibu bapaknya ialah<br> dengan doanya supaya kedua<br> ibu bapaknya mendapat<br> tempat yang terbaik di sisi<br> Allah.<br> Demikianlah yang patut kita renungkan bersama bagaimanakah bakti kita kepada orang tua? </p> <p dir="ltr">Tweet saya @jalut_sugra</p> <div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-52825430994492149692013-10-28T07:53:00.001-07:002013-10-28T08:02:28.840-07:00Pancagila Sampah Pemuda<p><a href="http://jalutsugra.blogspot.com">Sumpah pemuda</a></p>
<p><a href="http://jalutsugra.blogspot.com">Merebaknya Sampah Pemuda & Ideologi</a><br>
<a href="http://jalutsugra.blogspot.com">Pancagila di Indonesia</a><br>
JAKARTA 28 Oktober di abadikan<br>
sebagai Hari Sumpah Pemuda ini hadir dan<br>
menjadi perayaan setiap tahun di Indonesia,<br>
namun jika menilik dari sejarahnya, Sumpah<br>
Pemuda dimulai ketika sekelompok pemuda<br>
merasa perlu ada sebuah perekat dan<br>
pemersatu agar bangsa kita lebih kuat untuk<br>
merebut kemerdekaan Indonesia. Apa betul?<br>
Sejarah Sumpah Pemuda dalam Kongres<br>
Pemuda Indonesia<br>
Sumpah pemuda merupakan hasil rumusan<br>
rapat pemuda-pemudi Indonesia atau yang<br>
dikenal dengan Kongres Pemuda l dan<br>
Kongres Pemuda II. Kongres Pemuda I<br>
berlangsung di Jakarta, pada 30 April—2 Mei<br>
1926.<br>
Di kongres itu, mereka membicarakan<br>
pentingnya persatuan bangsa bagi<br>
perjuangan menuju kemerdekaan. Kemudian,<br>
pada tanggal 27—28 Oktober 1928, para<br>
pemuda Indonesia kembali mengadakan<br>
Kongres Pemuda II. Pada tanggal 28 Oktober<br>
1928, seluruh peserta membacakan Sumpah<br>
Pemuda dan kita memperingati sebagai Hari<br>
Sumpah Pemuda.<br>
Rumusan itu ditulis Mohammad Yamin di<br>
sebuah kertas saat mendengarkan pidato dari<br>
Mr. Sunario pada hari terakhir kongres. Inti<br>
dari isi Sumpah Pemuda itu adalah Satu<br>
Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Banyak<br>
tokoh yang menjadi peserta dalam Kongres<br>
Pemuda I dan II. Mereka datang mewakili<br>
berbagai organisasi pemuda yang ada saat<br>
itu. Di antaranya ada yang menjadi<br>
pengurus, seperti Soegondo Djojopoespito<br>
dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia<br>
(PPPI) sebagi ketua dan wakilnya, R.M. Djoko<br>
Marsaid (Jong Java).<br>
Isi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928<br>
Sumpah Pemuda<br>
Pertama:<br>
Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku<br>
bertumpah darah yang satu, tanah<br>
Indonesia.<br>
Kedua :<br>
Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku<br>
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.<br>
Ketiga :<br>
Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung<br>
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.<br>
Ada Dusta pada Sumpah Pemuda ?<br>
Dalam Islam, pengagungan hari-hari<br>
dan dijadikan sebagai hari besar<br>
atau hari raya adalah budaya<br>
Yahudi. Mereka berkata kepada<br>
Umar berkaitan QS. al-Maidah: 3,<br>
"Jika ini diturunkan kep<u>a</u>da mereka<br>
maka hari di turunkannya tersebut<br>
akan dijadikan hari raya (hari<br>
besar) yg senantiasa diperingati<br>
Sesungguhnya, kata ‘sumpah’ tak ditemukan<br>
pada keseluruhan dokumen asli yang kini<br>
disebut sebagai ‘Sumpah Pemuda’ itu. Hasil<br>
‘Kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia’<br>
pada 28 Oktober 1928 itu justru dituliskan<br>
dengan ‘Poetoesan Congres Pemoeda-<br>
pemoeda Indonesia.’<br>
Soekarno dan Yamin pada saat itu, sambung<br>
Erond, sedang sibuk membangun sebuah<br>
simbol yang menjadi bagian dari susunan<br>
idiologi sebuah bangsa dan negara, di<br>
tengah-tengah maraknya gerakan separatis di<br>
Indonesia.<br>
Yamin adalah tokoh kunci atas idiologi dari<br>
visi Soekarnois, yang pada 1955 menerbitkan<br>
selebaran yang menyatakan proklamasi 1928<br>
tidak hanya mewakili sebuah ‘reinkarnasi’<br>
atas Bahasa Indonesia dari suatu keberadan<br>
yang lebih awal pada masa lalu Bangsa<br>
Indonesia yang telah lewat.<br>
Penjelasan sejarah mesti didasarkan<br>
kepada bukti autentiknya dan<br>
bukan pada rekayasa atas sumber<br>
primernya. Tanpa itu, maka yang<br>
dilakukan dengan penjelasan sejarah<br>
masa kini adalah menciptakan<br>
kebohongan kepada generasi<br>
penerus bangsa ini,” Erond Damanik<br>
Tidak hanya itu, lanjutnya, di era<br>
kepemimpinan Soeharto-pun, rekayasa<br>
peristiwa 1928 itu tetap dilanjutkan dan<br>
dinyatakan sebagai ‘Sumpah Pemuda’.<br>
Perubahan kata ”Putusan Kongres” menjadi<br>
”Sumpah Pemuda,” berawal dari dari Kongres<br>
Bahasa Indonesia Kedua yang diadakan di<br>
Medan pada 28 Oktober 1954. Erond<br>
menuturkan bahwa Yamin berperan penting<br>
dalam pembelokan kata Putusan Kongres.<br>
Dengan lihai ia merumuskan skenario baru<br>
terhadap judul beserta isi Putusan Kongres<br>
Pemuda-pemuda Indonesia.<br>
Sumpah Pemuda yang diperingati<br>
setiap tahun oleh bangsa ini<br>
ternyata tidak memiliki dokumen<br>
dan bukti sejarah otentik, yang ada<br>
adalah keputusan rapat pemuda<br>
pada tanggal 28 Oktober 1928.<br>
“Berdasarkan data yang ada, tidak<br>
pernah ada satu baris pun ditulis<br>
kata Sumpah Pemuda dan para<br>
pemuda juga tidak sedang<br>
melakukan sumpah saat itu,” kata<br>
Kepala Pusat Studi Sejarah dan<br>
Ilmu-ilmu Sosial (Pussis) Universitas<br>
Negeri Medan (Unimed) Dr Phil<br>
Ichwan Azhari<br>
Jadi mulai sekarang yang wajib kita bela dan<br>
perjuangkan adalah Islam. Yang kita<br>
tegakkan adalah Islam. Jangan sampai kita<br>
membela kelompok yang ikatannya bukan<br>
akidah Islam. Kita hidup dan mati hanya<br>
untuk Islam. Bukan semangat nasionalisme,<br>
sukuisme, atau semangat golongan<br>
lain. Bukan untuk yang lain.<br>
Begitupun kalo kita bersumpah, pastikan<br>
bahwa apa yang kita ucapkan itu adalah<br>
sesuai dengan kaidah ajaran Islam. Lagipula,<br>
cita-cita yang digembar-gemborkan itu nggak<br>
ada realisasinya dan hanya sekedar Sumpah<br>
serapah dimana para pemudanya larut<br>
dalam program hiburan televisi, media<br>
ataupun konten musk yang di dominasi<br>
dengan isu GBHN alias Gaul-Galau-Brutal-<br>
Berani-Berontak-Hedonis-Narsis.<br>
Sampah Pemuda 2013 by Jurnalis<br>
1. Kami pemuda/pemudi (gaol) Endonesia<br>
bersumpah, bertanah air satu, tanah air<br>
adem ayem selalu. Mau berorganisasi tapi<br>
tidak mau berpolitik. Mau berdiskusi asal fun<br>
dan hepi hepi. Tidak ada rakyat miskin dalam<br>
materi diskusi kami, Karena tema tema kritis<br>
seperti kondom rasa susu sapi, koleksi video<br>
miyabi atau saling tukar nomor hape tante<br>
dan papi lebih menarik hati. Lagian Hari<br>
geenee ngomongin rakyat ?????? Yuu<br>
marii…..lo yang ngajakin ngomong !! ke laut<br>
aja kleee…..<br>
2. kami pemuda/pemudi (gaol) Endonesia<br>
bersumpah, berbangsa Satu, bangsa yang<br>
gandrung mengurusi urusan pribadi. Dapat<br>
nilai bagus karena menyontek, Cepat dapat<br>
kerja karena menyuap. Pada guru, kepala<br>
sekolah, ketua jurusan dan dosen suka cari<br>
muka, pada teman seangkatan suka<br>
menginjak. Karenanya Kami juga bersumpah<br>
ingin menjayakan kembali bangsa ini<br>
menjadi bangsa terkorup di dunia, lantaran<br>
dalam hal curi mencuri, curang menyurangi<br>
dan memanipulasi sejak masih sekolah kami<br>
sudah terobsesi.<br>
3. kami pemuda/pemudi (gaol) Endonesia<br>
bersumpah, berbahasa satu, bahasa ambigu<br>
melulu. Kalau diajakin dugem selalu bilang,<br>
“hayuuu”, apa lagi di ajak tawuran so pasti<br>
paling berani,tapi kalau diajakin aksi<br>
bilangnya “eh eh..tar dulu ! polisinya galak<br>
galak tau”. Plis deh, Kalau nanti kami sampai<br>
masuk penjara atau diciduk Polisi gara gara<br>
aksi, apa kata mami papi ? apa kata si ‘ehm’<br>
yayang kami ? yang jelas kami siap berjuang<br>
agar tiap semester dapat beasiswa walau di<br>
rumah sudah punya ai ped,ai pon dan blek<br>
beri. Persetan dengan nasib pelajar dan<br>
mahasiswa miskin kawan kawan kami yang<br>
putus sekolah atau kuliah, karena kami<br>
‘autis’, karena kami asosial, karena kami<br>
adalah pemuda/pemudi (gaol) Endonesia<br>
(getoh)<br>
Jakarta 28 oktober 2013<br>
atas nama seluruh pemuda/pemudi (gaol)<br>
Endonesia<br>
Pancagila Merebak Bagai Cendawan Di<br>
musim Hujan<br>
1. Keuangan Yang Maha Kuasa<br>
2. Korupsi yang adil dan merata<br>
3. Persatuan Mafia hukum Indonesia<br>
4. Kekuasaan yang dipimpin oleh nafsu<br>
kebejatan dalam persekongkolan dan<br>
kepura-puraan.<br>
5. Kenyamanan Sosial bagi seluruh keluarga<br>
pejabat dan wakil rakyat.<br>
Terungkap dari sebuah group di Facebook,<br>
pada kenyataannya Pancagila memang anti<br>
tesa dari Pancasila, namun kenapa mirip<br>
dengan kenyataan di Indonesia dan seolah<br>
pas dan cocok dengan kondisi sekarang.<br>
Pancagila yang pertama, 1. Keuangan yang<br>
Maha Kuasa, di negeri ini uang sangat<br>
berkuasa, berhadapan dengan hukum<br>
langsung terbayang berpa banyak uang yang<br>
harus disiapkan. Lihat saja ketika kita<br>
berurusan polisi, jaksa, hakim, tak lain uang<br>
kita akan di peras oknum aparat untuk<br>
meringankan hukumannya. Bukankah ujung<br>
dari korupsi karena uang yang berkuasa?<br>
Pancagila yang kedua, 2. Korupsi dan Kroni<br>
dinasti yang adil dan merata, hal ini seolah<br>
menggambarkan bahwa korupsi di Indonesia<br>
memang sudah merata dan pembagiannya<br>
juga cukup adil oleh para pelaku korupsi.<br>
Pancagila yang ketiga, 3. Persatuan Mafia<br>
hukum Indonesia, Menggambarkan bahwa<br>
para pelaku mafia hukum di Indonesia benar-<br>
benar sudah bersatu tekad dan satu<br>
perjuangan yang itu melakukan korupsi yang<br>
se-aman-amanya. Mereka sadar bahwa tanpa<br>
bersatu, korupsi mereka akan mudah<br>
dibongkar.<br>
Pancagila yang Keempat, 4. Kekuasaan yang<br>
dipimpin oleh nafsu kebejatan dalam<br>
persekongkolan dan kepura-puraan. Ini<br>
menggambarkan bahwa kepemimpinan di<br>
Indonesia lebih mendahulukan nafsu dan<br>
kebejatan dalam melakukan persekongkolan<br>
dan kepura-puraan. Ini menunjukan kadang<br>
kita dipertontonkan pada awalnya seolah<br>
saling berbeda pendapat, tapi begitu<br>
dilakukan lobi-lobi politik seolah semua<br>
langsung damai.<br>
Pancagila yang Kelima, 5. Kenyamanan Sosial<br>
bagi seluruh keluarga pejabat dan wakil<br>
rakyat. Kalau yang ini sudah sangat jelas<br>
terlihat bahwa kenyamanan sosial di negeri<br>
ini paling banyak dinikmati oleh keluarga-<br>
keluarga pejabat dan para wakil rakyat,<br>
sedangkan rakyat biasa tetap saja masih<br>
banyak yang miskin dan menderita.<br>
Terlepas dari orang yang membuat plesetan<br>
Pancagila ini dinilai merupakan penghinaan<br>
atau tidak, satu yang pasti harus dilakukan<br>
pejabat atau pihak yang merasa tersinggung<br>
atas plesetan ini, koreksi dirilah dari kondisi<br>
yang terjadi di negeri ini karena faktanya<br>
gambaran tersebut ada di negeri ini.<br>
Apa yang digembar gemborkan dalam<br>
Sumpah Pemuda dan Pancasila bagai debu,<br>
semua hoax. Bagaimana pendapat Anda?</p>
<p>Literatur☞[ahmad/voa-islam]</p>
<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-32777293878717228272013-09-20T10:49:00.001-07:002013-09-25T09:32:49.764-07:00Terjemah Kitab Sirur Asror Karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="http://lh5.ggpht.com/-StBX0mhoYHo/UjyPt-1pWcI/AAAAAAAAApo/AnBhH333OhQ/s1600/Kitab%252520Sirrul-Asrar.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="http://lh5.ggpht.com/-StBX0mhoYHo/UjyPt-1pWcI/AAAAAAAAApo/AnBhH333OhQ/s320/Kitab%252520Sirrul-Asrar.jpg"> </a> </div>
Terjemahan Kitab Sirrul
Asrorr (Syeikh Abdul
Qodir Al Jaelani)
KITAB SIRRUL ASSRAR
( Syeikh Abdul Qadir Jailani 1/27 )
1: ,UCAPAN UNTUK PARA PEMBACA,
(Petikan surat Syeikh Abdul Qadir al-Jilani)
Sahabat-sahabatku yang dikasihi. Hati kamu adalah seumpama cermin yang
berkilat. Kamu harus membersihkannya dari
debu dan kotoran yang menutupinya. Cermin hati kamu itu telah ditakdirkan
untuk memancarkan cahaya
rahasia-rahasia Ilahi. Bahwasanya cahaya dari “ Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi… ” awal menyinari ruang hati kamu, lampu hati kamu akan menyala. Lampu hati itu “berada di dalam kaca, kaca itu sifatnya seumpama bintang berkilau-kilau terang benderang…” Kemudian kepada hati itu laksana anak panah penemuan-penemuan suci akan hinggap.
Anak panah kilat akan mengeluarkan dari awan petir “bukan dari timur atau barat, dinyalakan dari pohon zaitun yang
diberkati…” dan memancarkan cahaya ke atas pokok penemuan, sangat tulen, sangat
lutsinar sehingga ia “memancarkan cahaya
walaupun tidak disentuh oleh api”. Kemudian lampu makrifat (hikmah kebijaksanaan) akan menyala sendiri. Mana mungkin ia tidak menyala
sedangkan cahaya rahasia Allah
menyinarinya? Sekiranya cahaya rahasia Ilahi bersinar ke atasnya, langit malam kepada rahasia-rahasia
akan menjadi terang oleh ribuan bintang-bintang “…dan berpandukan bintang-bintang
(kamu) temui jalan (kamu)…” .
Bukanlah bintang yang memandu kita tetapi cahaya Ilahi. Lantaran Allah “…
menghiaskan langit rendah dengan keindahan bintang-bintang”. Sekiranya lampu rahasia-rahasia Ilahi dinyalakan di dalam diri batin kamu yang lain akan datang secara sekaligus atau beransur-ansur.
Sebagiannya kamu telah ketahui sebagian yang lain akan kami beritahu di sini.
Baca, dengar, coba fahamkan.
Langit ketidaksadaran (kelalaian) yang gelap akan dinyalakan oleh kehadiran Ilahi dan kedamaian serta keindahan bulan purnama yang akan naik dari ufuk langit memancarkan “cahaya di atas cahaya” berterusan meninggi di langit, melepasi peringkat yang ditentukan sebagaimana yang Allah telah tentukan bagi kerajaan-Nya, sehingga ia bersinar penuh kemuliaan di tengah-tengah langit,
menghambat kegelapan kelalaian. “(Aku bersumpah) demi malam apabila ia senyap
sepi…dengan cuaca pagi yang
cemerlang…” malam ketidaksadaran kamu akan melihat terangnya hari siang.
Kemudian kamu akan menghirup air wangi kenangan dan “bertaubat di awal pagi”
terhadap ketidaksadaran (kelalaian) dan menyesali umur kamu yang dihabiskan di
dalam keterlenaan. Kamu akan mendengar nyanyian burung bulbul di pagi hari dan kamu akan mendengarnya berkata:
Mereka tidur sedikit saja di malam hari dan pada awal pagi mereka memohon ampunan
Allah, Allah bimbangkan kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki.
Kemudian kamu akan melihat di ufuk langit peraturan Ilahi akan matahari ilmu batin awal terbit. Ia adalah matahari kamu sendiri, Lantaran kamu adalah “yang Allah beri petunjuk” dan kamu “berada
pada jalan yang benar” dan
bukan “mereka yang Dia tinggalkan di dalam kesesatan”. Dan kamu akan memahami
rahasia:
Tidak diizinkan matahari mengejar bulan dan tidak pula malam mendahului siang. Tiap sesuatu berjalan pada landasan
(masing-masing).
Akhirnya ikatan akan terurai
selaras dengan “perumpamaan
yang Allah adakan untuk insan
dan Allah mengetahui tiap
sesuatu”, dan tabir-tabir akan
terangkat dan kulit akan pecah,
menjabarkan yang seni di bawah pada yang kasar.
Kebenaran akan membuka
tutupan wajahnya.
Semua ini akan bermula bila
cermin hati kamu dipersucikan.
Cahaya rahasia-rahasia Ilahi akan memancar Padanya jika kamu berhajat dan bermohon kepada-Nya, daripada-Nya, dengan-Nya.
2: PENGENALAN
Segala puji dan puja untuk Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Dia yang mengumpul segala pengetahuan di dalam Zat-Nya dan Dia jualah Pencipta segala pengetahuan dengan keabadian.
Segala kewujudan bersumberkan Wujud-Nya.
Segala puji bagi Allah, Dia menurunkan Al-Qur'an yang mulia, yang mengandungi di dalamnya sebab-sebab ia diturunkan yaitu untuk memperingatkan manusia tentang Allah.
Di turunkan nya kepada pembimbing yang memandu manusia pada jalan yang benar dengan yang paling Perkasa di antara agama-agama.
Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad s.a.w yang tidak diajar oleh makhluk tetapi diajar oleh-Nya sendiri.
Baginda s.a.w adalah nabi-Nya
yang terakhir, penyambung terakhir pada rantaian kenabian yang diutus kepada
dunia yang sedang hanyut di dalam huru hara, yang paling mulia di kalangan nabi-nabi Nya, dimuliakan dengan kitab suci yang paling suci dan paling mulia. Keturunan baginda s.a.w adalah
pembimbing bagi orang-orang yang mencari. Sahabat-sahabat baginda s.a.w adalah pilihan dari kalangan orang yang baik-
baik dan murah hati.
Semoga kesejahteraan dan keberkatan yang melimpah-limpah
dikurniakan kepada ruh-ruh mereka.
Tentu saja yang paling berharga di antara yang berharga, paling tinggi, permata yang tidak ternilai, barang perniagaan yang paling menguntungkan manusia,
adalah ilmu pengetahuan. Hanya dengan hikmah kebijaksanaan kita bisa mencapai keesaan Allah, Tuhan sekalian alam.
Hanya dengan hikmah kebijaksanaan kita bisa mengikuti rasul-rasul Nya dan nabi-nabi Nya.
Orang yang berpengetahuan, yang bijaksana, adalah hamba-hamba Allah yang sejati yang dia pilih untuk menerima perutusan Ilahi. dia lebihkan mereka daripada yang lain semata-mata dengan kebaikan rahmat-Nya yang ia curahkan kepada mereka.
Mereka adalah pewaris nabi-nabi, pembantu-pembantu mereka, yang dipilih oleh rasul-rasul Nya untuk menjadi khalifah kepada sekalian manusia.
Mereka berhubungan dengan nabi-nabi dengan perasaan yang amat bernilai dan kebijaksanaan yang
sangat tinggi.
Allah Yang Maha Tinggi
memuji orang-orang yang
memiliki hikmah kebijaksanaan:
“Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada mereka yang Kami pilih daripada hamba-hamba Kami, tetapi sebagian daripada mereka menganiayai diri mereka sendiri, dan sebagian daripada mereka cermat.
Dan sebagian daripada mereka di hadapkan ke dalam kebajikan-kebajikan dengan izin Allah, yang demikian adalah karunia yang besar”. ( Surah Fatir, ayat 32).
Nabi Muhammad s.a.w
bersabda, “Pemegang hikmah kebijaksanaan adalah pewaris nabi-nabi.
Penduduk langit mengasihi mereka dan di atas muka bumi ini ikan-ikan di laut bertasbih untuk mereka hingga kepada hari kiamat”.
Dalam ayat lain Allah Yang
Maha Tinggi berfirman:
“Tidak takut kepada Allah
daripada hamba-hamba-Nya
melainkan orang-orang yang
berilmu Pengetahuan” (Surah
Fatir, ayat 28).
Nabi Muhammad s.a.w bersabda, “Pada hari pembalasan, Allah akan
mengumpulkan sekalian
manusia, kemudian
mengasingkan yang berilmu di
antara mereka dan berkata
kepada mereka: ‘Wahai orang-
orang yang berilmu. Aku
kurniakan kepada kamu ilmu-
Ku karena Aku mengenali kamu. Tidak aku kurniakan hikmah kebijaksanaan kepada kamu untuk Aku hukumkan kamu pada hari ini. Masuklah ke dalam syurga-syurga-Ku.
Aku telah mengampuni kamu' ”.
Segala puji milik Allah, Tuhan
sekalian alam lantaran Dia
kurniakan makam yang tinggi
kepada hamba-hamba-Nya yang
taat dan memelihara mereka
daripada dosa dan menyelamatkan mereka
daripada disiksa.
Dia berkati ahlul hikmah dengan
menghampiri mereka.
Sebahagian daripada murid-
murid kami meminta supaya
kami sediakan sebuah buku
yang memadai bagi mereka.
Sesuai dengan permintaan dan
keperluan mereka kami siapkan
buku yang ringkas ini Semoga
ia dapat mengobati dan
memuaskan mereka serta yang
lain juga. Kami namakan buku
ini “ Sirr al-asrar fi ma
yahtaju Ilahi al-abrar ” atau
“rahasia dalam rahasia-rahasia
yang Kebenarannya sangat
diperlukan”. Dalam pekerjaan
ini kenyataan di dalam
kepercayaan dan perjalanan
kami dibukakan. Setiap orang
memerlukannya.
Dalam menyampaikan hasil
kerja ini kami membagikannya
kepada 24 bab karena terdapat
24 huruf di dalam pengakuan
suci “La ilaha illah Llah,
Muhammadun rasulu Llah”
dan juga terdapat 24 jam dalam
satu hari.
3: PERMULAAN PENCIPTAAN
Semoga Allah s.w.t
memberikan kamu kejayaan di
dalam amalan-amalan kamu
yang disukai-Nya dan Semoga
kamu memperolehi keridaan-
Nya. Fikirkan, tekankan kepada
pemikiran kamu dan fahamkan
apa yang aku katakan.
Allah Yang Maha Tinggi pada
permulaannya menciptakan
cahaya Muhammad daripada
cahaya suci Keindahan-Nya.
Dalam hadis Qudsi Dia
berfirman: “Aku ciptakan ruh
Muhammad daripada cahaya
Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi
Muhammad s.a.w dengan
sabdanya:
“Mula-mula Allah ciptakan
ruhku. Pada permulaannya
diciptakan-Nya sebagai ruh
suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan
qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan
akal”.
Apa yang dimaksudkan sebagai
ciptaan permulaan itu ialah
ciptaan hakikat kepada Nabi
Muhammad s.a.w, Kebenaran
tentang Muhammad yang
tersembunyi. Dia juga diberi
nama yang indah-indah. Dia
dinamakan nur, cahaya suci,
karena dia dipersucikan dari
kegelapan yang tersembunyi di
bawah sifat jalal Allah. Allah
Yang Maha Tinggi berfirman:
“Sesungguhnya telah datang
kepada kamu dari Allah,
cahaya dan kitab yang
menerangkan”. (Al-Maaidah,
ayat 15)
Dia dinamakan akal yang
meliputi (akal universal)
kerana dia telah melihat dan
mengenali segala-galanya. Dia
dinamakan qalam karena dia
menyebarkan hikmah dan ilmu
dan dia mencurahkan ilmu ke
dalam huruf-huruf.
Roh Muhammad adalah zat
atau hakikat kepada segala
kejadian, permulaan dan
kenyataan alam maya. Baginda
s.a.w menyatakan hal ini
dengan sabdanya, “Aku
daripada Allah dan sekalian
yang lain daripadaku” . Allah
Yang Maha Tinggi menciptakan
sekalian roh-roh daripada roh
baginda s.a.w di dalam alam
kejadian yang pertama, dalam
bentuk yang paling baik.
‘Muhammad' adalah nama
kepada sekalian kemanusiaan
di dalam alam arwah. Dia
adalah sumber, asal usul dan
kediaman bagi sesuatu dan
segala-galanya.
Empat ribu tahun selepas
diciptakan cahaya Muhammad,
Allah ciptakan arasy daripada
cahaya mata Muhammad. Dia
ciptakan makhluk yang lain
daripada arasy. Kemudian Dia
hantarkan roh-roh turun
kepada peringkat penciptaan
yang paling rendah, kepada
alam kebendaan, alam jirim
dan badan.
“Kemudian Kami turunkan ia
kepada peringkat yang paling
rendah” . (Surah Tin, ayat 15)
Dia hantarkan cahaya itu
daripada tempat ia diciptakan,
dari alam lahut, yaitu alam
kenyataan bagi Zat Allah, bagi
keesaan, bagi wujud mutlak,
kepada alam nama-nama Ilahi,
kenyataan sifat-sifat Ilahi,
alam bagi akal asbab
kepunyaan roh yang meliputi
(roh universal). Di sana Dia
pakaikan roh-roh itu dengan
pakaian cahaya. Roh-roh ini
dinamakan ‘roh pemerintah'.
Dengan berpakaian cahaya
mereka turun kepada alam
malaikat. Di sana mereka
dinamakan ‘roh rohani'.
Kemudian Dia arahkan mereka
turun kepada alam kebendaan,
alam jirim, air dan api, tanah
dan angin dan mereka menjadi
‘roh manusia'. Kemudian
daripada dunia ini Dia ciptakan
tubuh yang berdaging,
berdarah.
“Kemudian Kami jadikan kamu
dan kepadanya kamu akan
dikembalikan dan daripadanya
kamu akan dibangkitkan sekali
lagi”. (Surah Ta Ha, ayat 55)
Selepas peringkat-peringkat ini
Allah memerintahkan roh-roh
supaya memasuki badan-badan
dan dengan kehendak-Nya
mereka pun masuk.
“Maka apabila Aku
sempurnakan kejadiannya dan
Aku tiup padanya roh-Ku…”.
(Surah Shad, ayat 72)
Sampai masanya roh-roh itu
terikat dengan badan, dengan
darah dan daging dan lupa
kepada asal usul kejadian dan
perjanjian mereka. Mereka lupa
tatkala Allah ciptakan mereka
pada alam arwah Dia telah
bertanya kepada mereka:
“Adakah aku Tuhan kamu?
Mereka telah menjawab:Iya,
bahkan!.”
Mereka lupa kepada ikrar
mereka. Mereka lupa kepada
asal usul mereka, lupa juga
kepada jalan untuk kembali
kepada tempat asal mereka.
Tetapi Allah Maha Penyayang,
Maha Pengampun, sumber
kepada segala keselamatan dan
pertolongan bagi sekalian
hamba-hamba-Nya. Dia
mengasihani mereka lalu Dia
hantarkan kitab-kitab suci dan
rasul-rasul kepada mereka
untuk mengingatkan mereka
tentang asal usul mereka.
“Dan Sesungguhnya Kami telah
utuskan Musa (membawa)
ayat-ayat Kami (sambil Kami
mengatakan): hendaklah kamu
keluarkan kaum kamu dari
kegelapan kepada cahaya, dan
ingatkan mereka kepada hari-
hari Allah”. (Surah Ibrahim,
ayat 5)
Yaitu ‘ingatkan roh-roh tentang
hari-hari di mana mereka tidak
terpisah dengan Allah'.
Ramai rasul-rasul telah datang
ke dunia ini, melaksanakan
tugas mereka dan kemudian
meninggalkan dunia ini.
Tujuan semua itu adalah
membawa kepada manusia
perutusan, peringatan serta
menyedarkan manusia dari
kelalaian mereka. Tetapi
mereka yang mengingati-Nya,
yang kembali kepada-Nya,
manusia yang ingin kembali
kepada asal usul mereka,
menjadi semakin berkurangan
dan terus berkurangan ditelan
zaman.
Nabi-nabi terus diutuskan dan
perutusan suci berterusan
sehingga muncul roh
Muhammad yang mulia, yang
terakhir di kalangan nabi-nabi,
yang menyelamatkan manusia
daripada kehancuran dan
kelalaian. Allah Yang Maha
Tinggi mengutuskannya untuk
membuka mata manusia iaitu
membuka mata hati yang
ketiduran. Tujuannya ialah
mengejutkan manusia dari
kelalaian dan ketidaksedaran
dan untuk menyatukan mereka
dengan keindahan yang abadi,
dengan penyebab, dengan Zat
Allah. Allah berfirman:
“Katakan: Inilah jalanku yang
aku dan orang-orang yang
mengikuti daku kepada Allah
dengan pandangan yang jelas
(basirah)”. (Surah Yusuf, ayat
108).
Ia menyatakan jalan Nabi
Muhammad s.a.w. Baginda
s.a.w dalam menunjukkan
tujuan kita telah bersabda,
“Sahabat-sahabatku adalah
umpama bintang di langit.
Sesiapa daripada mereka yang
kamu ikuti kamu akan temui
jalan yang benar”.
Pandangan yang jelas (basirah)
datangnya daripada mata
kepada roh. Mata ini terbuka di
dalam jantung hati orang-
orang yang hampir dengan
Allah, yang menjadi sahabat
Allah. Semua ilmu di dalam
dunia ini tidak akan
mendatangkan pandangan
dalam (basirah). Seseorang itu
memerlukan pengetahuan yang
datangnya daripada alam ghaib
yang tersembunyi pengetahuan
yang mengalir daripada
kesedaran Ilahi.
“Dan Kami telah ajarkan
kepadanya satu ilmu dari sisi
Kami (ilmu laduni)”. (Surah
Kahfi, ayat 65).
Apa yang perlu seseorang
lakukan ialah mencari orang
yang mempunyai pandangan
dalam (basirah) yang mata
hatinya celik, dan cetusan serta
perangsang daripada orang
yang seperti ini adalah perlu.
Guru yang demikian, yang
dapat memupuk pengetahuan
orang lain, mestilah seorang
yang hampir dengan Allah dan
berupaya menyaksikan alam
mutlak.
Wahai anak-anak Adam,
saudara-saudara dan saudari-
saudari! Bangunlah dan
bertaubatlah kerana melalui
taubat kamu akan memohon
kepada Tuhan agar
dikurniakan-Nya kepada kamu
hikmah-Nya. Berusaha dan
berjuanglah. Allah
memerintahkan:
“Dan berlumba-lumbalah
kepada keampunan Tuhan
kamu dan syurga yang
lebarnya (seluas) langit dan
bumi, yang disediakan untuk
orang-orang yang berbakti.
Yang menderma di waktu
senang dan susah, dan
menahan marah, dan
memaafkan manusia, dan Allah
kasih kepada mereka yang
berbuat kebajikan”. (Surah
Imraan, ayat 133 & 134).
Masuklah kepada jalan itu dan
bergabunglah dengan kafilah
kerohanian untuk kembali
kepada Tuhan kamu. Pada satu
masa nanti jalan tersebut tidak
dapat dilalui lagi dan
pengembara pada jalan tersebut
tidak ada lagi. Kita tidak datang
ke bumi ini untuk merosakkan
dunia ini. Kita dihantar ke
mari bukan untuk makan,
minum dan berak. Roh
penghulu kita menyaksikan
kita. Baginda s.a.w berdukacita
melihat keadaan kamu.
Baginda s.a.w telah
mengetahui apa yang akan
berlaku kemudian hari apabila
baginda s.a.w bersabda,
“Dukacitaku adalah untuk umat
yang aku kasihi yang akan
datang kemudian”.
Apa sahaja yang datang kepada
kamu datang dalam keadaan
salah satu bentuk, secara nyata
atau tersembunyi; nyata dalam
bentuk peraturan syarikat dan
tersembunyi dalam bentuk
hikmah kebijaksanaan atau
makrifat. Allah Yang Maha
Tinggi memerintahkan kita
supaya mensejahterakan zahir
kita dengan mematuhi
peraturan syarikat dan
meletakkan batin kita dalam
keadaan yang baik dan teratur
dengan memperolehi hikmah
kebijaksanaan atau makrifat.
Bila zahir dan batin kita
menjadi satu dan hikmah
kebijaksanaan atau makrifat
dengan peraturan agama
(syarikat) bersatu, seseorang
itu sampai kepada makam yang
sebenarnya (hakikat).
“Dia alirkan dua laut, padahal
kedua-duanya bertemu. Antara
dua itu ada dinding yang
kedua-duanya tidak mampu
melewatinya”. (Surah Imraan,
ayat 19 & 20).
Kedua-duanya mesti menjadi
satu. Kebenaran atau hakikat
tidak akan diperolehi dengan
hanya menggunakan
pengetahuan melalui
pancaindera dan deria-deria
tentang alam kebendaan.
Dengan cara tersebut tidak
mungkin mencapai matlamat,
sumber, iaitu Zat. Ibadat dan
penyembahan memerlukan
kedua-duanya iaitu peraturan
syarikat dan makrifat. Allah
berfirman tentang ibadat:
“Dan tidak Aku jadikan jin dan
manusia melainkan untuk
mengabdikan diri kepada-Ku”.
(Surah Dzaariyat, ayat 56).
Dalam lain perkataan, ‘mereka
diciptakan supaya mengenali
Daku' . Jika seseorang tidak
mengenali-Nya bagaimana dia
boleh memuji-Nya dengan
sebenar-benarnya, meminta
pertolongan-Nya dan
berkhidmat kepada-Nya?
Makrifat yang diperlukan bagi
mengenali-Nya boleh dicapai
dengan menyingkap tabir hitam
yang menutupi cermin hati
seseorang, menyucikannya
sehingga bersih dan
menggilapkannya sehingga
bercahaya. Kemudian
perbendaharaan keindahan
yang tersembunyi akan
memancar pada rahasia cermin
hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah
berfirman melalui rasul-Nya:
“Aku adalah perbendaharaan
yang tersembunyi. Aku suka
dikenali, lalu Aku ciptakan
makhluk supaya Aku dikenali”.
Tujuan suci diciptakan manusia
ialah supaya mereka mengenali
Allah, memperolehi makrifat.
Ada dua peringkat makrifat
yang suci. Seseorang itu perlu
mengenali sifat-sifat Allah dan
dalil-dalil yang menjadi
kenyataan atau penzahiran
bagi sifat-sifat tersebut. Satu
lagi ialah mengenali Zat Allah.
Di dalam mengenali sifat-sifat
Allah manusia secara zahirnya
dapat menikmati kedua-duanya
iaitu dunia dan akhirat.
Makrifat yang memimpin
kepada Zat Allah tidak
diperolehi dengan diri zahir
manusia. Ia terjadi di dalam
jiwa atau roh suci manusia
yang berada di dalam dirinya
yang zahir ini.
“Dan Kami telah perkuatkan
dia (Isa) dengan roh kudus”.
(Surah Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat
Allah menemui kuasa ini
melalui roh kudus (suci) yang
dikurniakan kepada mereka.
Kedua-dua makrifat tersebut
diperolehi dengan hikmah
kebijaksanaan yang mempunyai
dua aspek; hikmah
kebijaksanaan kerohanian yang
di dalam dan pengetahuan
zahir tentang benda-benda
nyata. Kedua-duanya
diperlukan untuk
mendapatkaan kebaikan. Nabi
s.a.w bersabda, “Pengetahuan
ada dua bahagian. Satu pada
lidah yang menjadi dalil
tentang kewujudan Allah, satu
lagi di dalam hati manusia.
Inilah yang diperlukan bagi
melaksanakan harapan kita”.
Pada peringkat permulaannya
seseorang itu memerlukan
pengetahuan syarikat. Ini
memerlukan pendidikan yang
mengenalkan dalil-dalil luar
tentang Zat Allah yang menyata
di dalam alam sifat-sifat dan
nama-nama ini. Apabila bidang
ini telah sempurna sampailah
giliran pendidikan kerohanian
tentang rahasia-rahasia, di
mana seseorang itu masuk ke
dalam bidang makrifat yang
murni untuk mengetahui yang
sebenarnya (hakikat). Pada
peringkat yang pertama
seseorang itu mestilah
meninggalkan segala-galanya
yang tidak dipersetujui oleh
syariat malah, kesilapan di
dalam melakukan perbuatan
yang baik mestilah dihapuskan.
Perbuatan yang baik mestilah
dilakukan dengan cara yang
betul, sebagaimana keperluan
pada jalan sufi. Keadaan ini
boleh dicapai dengan
melatihkan diri dengan
melakukan perkara-perkara
yang tidak dipersetujui oleh ego
diri sendiri dan melakukan
amalan yang bertentangan
dengan kehendak hawa nafsu.
Berhati-hatilah di dalam
beramal agar amalan itu
dilakukan bukan untuk
dipertontonkan atau
diperdengarkan kepada orang
lain.
Semuanya mestilah dilakukan
semata-mata kerana Allah,
demi mencari keredaan-Nya.
Allah berfirman:
“Barangsiapa berharap
menemui Tuhannya, hendaklah
dia mengerjakan amal salih
dan janganlah dia
mempersekutukan sesuatu
dengan Allah dalam ibadatnya
kepada Tuhannya”. (Surah
Kahfi, ayat 110).
Apa yang dihuraikan sebagai
daerah makrifat itu adalah
tahap penghabisan bagi daerah
kejadian yang pertama. Ia
adalah permulaan dan
merupakan rumah yang setiap
orang kembali ke sana . Di
samalah roh suci dijadikan.
Apa yang dimaksudkan dengan
roh suci adalah roh insan. Ia
dijadikan dalam bentuk yang
paling baik.
Kebenaran atau hakikat
tersebut telah ditanam di
tengah-tengah hati sebagai
amanah Allah, diamanahkan
kepada manusia agar disimpan
dengan selamat. Ia bangkit dan
menyata melalui taubat yang
sungguh-sungguh dan usaha
sebenar mempelajari agama.
Keindahannya akan memancar
ke permukaan apabila
seseorang itu mengingati Allah
terus menerus, mengulangi
kalimah “La ilaha illah Llah” .
Pada mulanya kalimah ini
diucapkan dengan lidah. Bila
hati sudah hidup ia diucapkan
di dalam, dengan hati.
Sufi menggambarkan keadaan
kerohanian yang demikian
dengan menganggapnya sebagai
bayi, iaitu bayi yang lahir di
dalam hati, dibela dan
dibesarkan di sana . Hati
memainkan peranan seperti
ibu, melahirkannya, menyusun,
memberi makan dan
memeliharanya. Jika anak-anak
diajarkan kepakaran keduniaan
untuk kebaikannya, bayi hati
pula diajarkan makrifat
rohani. Sebagaimana kanak-
kanak bersih daripada dosa,
bayi hati adalah tulen, bebas
daripada kelalaian, ego dan
ragu-ragu. Kesucian bayi
biasanya menyata dalam
bentuk zahir yang cantik.
Dalam mimpi, kesucian dan
ketulenan bayi hati muncul
dalam rupa malaikat. Manusia
berharap mendapat ganjaran
syurga sebagai balasan kepada
perbuatan baik tetapi hadiah-
hadiah yang didatangi dari
syurga didatangkan ke mari
melalui tangan-tangan bayi
hati.
“Dalam kebun-kebun
kenikmatan…melayani mereka
anak-anak muda yang tidak
berubah keadaan mereka”.
(Surah Waqi'ah, ayat 12 – 17 ).
“Melayani mereka adalah anak-
anak muda laksana mutiara
yang tersimpan”. (Surah Tur,
ayat 24).
Mereka adalah anak-anak
kepada hati, menurut yang
diilhamkan kepada sufi,
dipanggil anak-anak kerana
keelokan dan ketulenan
mereka. Keindahan dan
ketulenan mereka menyata
dalam kewujudan zahir, dalam
darah daging, dalam bentuk
manusia. Oleh kerana keelokan
dan kelembutan sifatnya ia
dinamakan anak-anak hati,
tetapi dia adalah manusia sejati
yang mampu mengubah bentuk
kejadian atau ciptaan kerana
dia berhubung erat dengan
Pencipta sendiri. Dia adalah
wakil sebenar kemanusiaan. Di
dalam kesedarannya tidak ada
sesuatu malah dia tidak
melihat dirinya sebagai
sesuatu. Tiada hijab, tiada
halangan di antara
kewujudannya dengan Zat
Allah.
Nabi Muhammad s.a.w
menggambarkan suasana
demikian sebagaimana sabda
baginda s.a.w, “ Ada masa aku
dengan Allah di mana tiada
malaikat yang hampir dan
tidak juga nabi yang diutus”.
Maksud ‘nabi' di sini ialah
kewujudan lahiriah yang
sementara bagi Rasulullah
s.a.w sendiri. Malaikat yang
paling hampir dengan Allah
ialah cahaya suci Muhammad
s.a.w, kejadian pertama. Dalam
suasana kerohanian itu
baginda s.a.w sangat hampir
dengan Allah sehingga wujud
zahirnya dan rohnya tidak
berkesempatan
menghijabkannya dengan
Allah. Baginda s.a.w
menggambarkan lagi suasana
demikian, “ Ada syurga Allah
yang tidak ada mahligai dan
taman-taman atau sungai
madu dan susu, syurga yang di
dalamnya seseorang hanya
menyaksikan Wajah Allah Yang
Maha Suci” . Allah s.w.t
berfirman: “Beberapa muka
pada hari itu berseri-seri.
Kepada Tuhannya dia
memandang”. (Surah Qiamat,
ayat 22 & 23).
Pada suasana atau makam
tersebut jika seseorang
makhluk termasuklah malaikat
mendekatinya kewujudan
badannya akan terbakar
menjadi abu. Allah s.w.t
berfirman melalui rasul-Nya:
“Jika Aku bukakan penutup
sifat keperkasaan-Ku dengan
bukaan yang sangat sedikit
sahaja, semua akan terbakar
sejauh yang dilihat oleh
pandangan-Ku”.
Jibrail yang menemani Nabi
Muhamamd s.a.w pada malam
mikraj, apabila sampai di
Sidratul Muntaha, telah
mengatakan jika dia melangkah
satu langkah sahaja lagi dia
akan terbakar menjadi abu.
4: MANUSIA KEMBALI KE
KAMPUNG HALAMAN, KEPADA
ASAL USUL / PERMULAAN
MEREKA
Manusia dipandang daripada
dua sudut; wujud lahiriah dan
wujud rohani. Dalam segi
kewujudan lahiriah keadaan
kebanyakan manusia adalah
berlebih kurang saja di antara
satu sama lain. Oleh yang
demikian peraturan
kemanusiaan yang umum boleh
digunakan untuk sekalian
manusia bagi urusan lahiriah
mereka. Dalam sudut
kewujudan rohani yang
tersembunyi di sebalik wujud
lahiriah, setiap manusia adalah
berbeda. Jadi, peraturan yang
khusus mengenai diri masing-
masing diperlukan.
Manusia boleh kembali kepada
asalnya dengan mengikuti
peraturan umum, dengan
mengambil langkah-langkah
tertentu. Dia mestilah
mengambil peraturan agama
yang jelas dan mematuhinya.
Dengan demikian dia boleh
maju ke hadapan. Dia boleh
meningkat dari satu peringkat
kepada peringkat yang lebih
tinggi sehingga dia sampai dan
memasuki jalan atau peringkat
kerohanian, masuk ke daerah
makrifat. Peringkat ini sangat
tinggi dan dipuji oleh
Rasulullah s.a.w, “ Ada
suasana yang semua dan
segala-galanya berkumpul di
sana dan ia adalah makrifat
yang murni”.
Untuk sampai ke peringkat
tersebut Perlulah dibuang
kepura-puraan dan kepalsuan
yang melakukan kebaikan
kerana menunjuk-nunjuk.
Kemudian dia perlu
menetapkan tiga matlamat.
Tiga matlamat tersebut
sebenarnya adalah tiga jenis
syurga. Yang pertama
dinamakan Ma'wa – syurga
tempat kediaman yang aman. Ia
adalah syurga duniawi. Kedua,
Na'im – taman keredaan Allah
dan kurniaan-Nya kepada
makhluk-Nya. Ia adalah syurga
di dalam alam malaikat.
Ketiga dinamakan Firdaus –
syurga alam tinggi. Ia adalah
syurga pada alam kesatuan
akal asbab, rumah kediaman
bagi roh-roh, medan bagi
nama-nama dan sifat-sifat.
Kesemua ini adalah balasan
yang baik, keelokan Allah yang
manusia berjasad akan nikmati
dalam usahanya sepanjang tiga
peringkat ilmu pengetahuan
yang berturut-turut; usaha
mematuhi peraturan syariat;
usaha menghapuskan yang
berbilang-bilang pada dirinya,
melawan penyebab yang
menimbulkan suasana
berbilang-bilang itu, iaitu ego
diri sendiri, bagi mencapai
peringkat penyatuan dan
kehampiran dengan Pencipta;
akhirnya usaha untuk
mencapai makrifat, di mana
dia mengenali Tuhannya.
Peringkat pertama dinamakan
syariat, kedua tarekat dan
ketiga makrifat.
Nabi Muhammad s.a.w
menyimpulkan keadaan-
keadaan tersebut dengan sabda
baginda s.a.w, “ Ada suasana di
mana semua dan segala-
galanya dikumpulkan dan ia
adalah hikmah kebijaksanaan
(makrifat)”. Baginda s.a.w juga
bersabda, “Dengannya
seseorang mengetahui
kebenaran (hakikat), yang
berkumpul di dalamnya sebab-
sebab dan semua kebaikan.
Kemudian seseorang itu mesti
bertindak atas kebenaran
(hakikat) tersebut. Dia juga
perlu mengenali kepalsuan dan
bertindak ke atasnya dengan
meninggalkan segala yang
demikian”. Baginda s.a.w
mendoakan, “Ya Allah,
tunjukkan kepada kami yang
benar dan jadikan pilihan kami
mengikuti yang benar itu. Dan
juga tunjukkan kepada kami
yang tidak benar dan
permudahkan kami
meninggalkannya”. Orang yang
kenal dirinya dan menentang
keinginannya yang salah
dengan segala kekuatannya
akan sampai kepada mengenali
Tuhannya dan akan menjadi
taat kepada kehendak-Nya.
Semua ini adalah peraturan
umum yang mengenai diri
zahir manusia. Kemudian ada
pula aspek diri rohani atau diri
batin manusia yang merupakan
insan yang tulen, suci bersih
dan murni. Maksud dan tujuan
diri ini hanya satu iaitu
kehampiran secara
keseluruhan kepada Allah
s.w.t. Satu cara sahaja untuk
mencapai suasana yang
demikian, iaitu pengetahuan
tentang yang sebenarnya
(hakikat). Di dalam daerah
wujud penyatuan mutlak,
pengetahuan ini dinamakan
kesatuan atau keesaan.
Matlamat pada jalan tersebut
harus diperolehi di dalam
kehidupan ini. Di dalam
suasana itu tiada beza di
antara tidur dengan jaga
kerana di dalam tidur roh
berkesempatan membebaskan
dirinya untuk kembali kepada
asalnya, alam arwah, dan dari
sana kembali semula ke sini
dengan membawa berita-berita
dari alam ghaib. Fenomena ini
dinamakan mimpi. Dalam
keadaan mimpi ia berlaku
secara sebahagian-bahagian. Ia
juga boleh berlaku secara
menyeluruh seperti israk dan
mikraj Rasulullah s.a.w. Allah
berfirman: “Allah memegang
jiwa-jiwa ketika matinya dan
yang tidak mati, dalam
tidurnya, lalu Dia tahan yang
dihukumkan mati atasnya dan
Dia lepaskan yang lain”. (Surah
Zumaar, ayat 42).
Nabi s.a.w bersabda, “Tidur
orang alim lebih baik daripada
ibadat orang jahil” . Orang
alim adalah orang yang telah
memperolehi pengetahuan
tentang hakikat atau yang
sebenar, yang tidak berhuruf,
tidak bersuara. Pengetahuan
demikian diperolehi dengan
terus menerus berzikir nama
keesaan Yang Maha Suci
dengan lidah rahsia. Orang
alim adalah orang yang zat
dirinya ditukarkan kepada
cahaya suci oleh cahaya
keesaan. Allah berfirman
melalui rasul-Nya: “Insan
adalah rahsia-Ku dan Aku
rahsianya. Pengetahuan batin
tentang hakikat roh adalah
rahsia kepada rahsia-rahsia-
Ku. Aku campakkan ke dalam
hati hamba-hamba-Ku yang
baik-baik dan tiada siapa tahu
Keadaannya melainkan Aku.”
“Aku adalah sebagaimana
hamba-Ku mengenali Daku.
Bila dia mencari-Ku dan ingat
kepada-Ku, Aku besertanya.
Jika dia mencari-Ku di dalam,
Aku mendapatkannya dengan
Zat-Ku. Jika dia ingat dan
menyebut-Ku di dalam jemaah
yang baik, Aku ingat dan
menyebutnya di dalam jemaah
yang lebih baik”.
Segala yang dikatakan di sini
jika berhasrat mencapainya
perlulah melakukan tafakur –
cara mendapatkaan
pengetahuan yang demikian
jarang digunakan oleh orang
ramai. Nabi s.a.w bersabda,
“Satu saat bertafakur lebih
bernilai daripada satu tahun
beribadat”. “Satu saat
bertafakur lebih bernilai
daripada tujuh puluh tahun
beribadat”. “Satu saat
bertafakur lebih bernilai
daripada seribu tahun
beribadat”.
Nilai sesuatu amalan itu
tersembunyi di dalam hakikat
kepada yang sebenarnya.
Perbuatan bertafakur di sini
nampaknya mempunyai nilai
yang berbeda.
Sesiapa merenungi sesuatu
perkara dan mencari
penyebabnya dia akan
mendapati setiap bahagian
mempunyai bahagian-bahagian
sendiri dan dia juga mendapati
setiap satu itu menjadi
penyebab kepada berbagai-
bagai perkara lain. Renungan
begini bernilai satu tahun
ibadat.
Sesiapa merenungi kepada
pengabdiannya dan mencari
penyebab dan alasan dan dia
dapat mengetahui yang
demikian, renungannya
bernilai lebih daripada tujuh
puluh tahun ibadat.
Sesiapa merenungkan hikmah
kebijaksanaan Ilahi dan bidang
makrifat dengan segala
kesungguhannya untuk
mengenal Allah Yang Maha
Tinggi, renungannya bernilai
lebih daripada seribu tahun
ibadat kerana ini adalah ilmu
pengetahuan yang sebenarnya.
Pengetahuan yang sebenarnya
adalah suasana keesaan. Orang
arif yang menyintai menyatu
dengan yang dicintainya.
Daripada alam kebendaan
terbang dengan sayap
kerohanian meninggi hingga
kepada puncak pencapaian.
Bagi ahli ibadat berjalan di
dalam syurga, sementara orang
arif terbang kepada kedudukan
berhampiran dengan Tuhannya.
Para pencinta mempunyai
mata pada hati mereka mereka
memandang sementara yang
lain terpejam sayap yang
mereka miliki tanpa daging
tanpa darah mereka terbang ke
arah malaikat Tuhan jualah
yang dicari!
Penerbangan ini terjadi di
dalam alam kerohanian orang
arif. Para arifbillah mendapat
penghormatan dipanggil insan
sejati, menjadi kekasih Allah,
sahabat-Nya yang akrab,
pengantin-Nya. Bayazid al-
Bustami berkata, “Para
Pemegang makrifat adalah
pengantin Allah Yang Maha
Tinggi”.
Hanya pemilik-pemilik
‘pengantin yang pengasih'
mengenali mereka dengan dekat
dan secara mesra..
Orang-orang arif yang menjadi
sahabat akrab Allah, walaupun
sangat cantik, tetapi ditutupi
oleh keadaan luaran yang
sangat sederhana, seperti
manusia biasa. Allah berfirman
melalui rasul-Nya: “ Para
sahabat-Ku tersembunyi di
bawah kubah-Ku. Tiada yang
mengenali mereka kecuali
Aku”.
Kubah yang di bawahnya Allah
sembunyikan sahabat-sahabat
akrab-Nya adalah keadaan
mereka yang tidak terkenal,
rupa yang biasa sahaja,
sederhana dalam segala hal.
Bila melihat kepada pengantin
yang ditutupi oleh tabir
perkahwinan, apakah yang
dapat dilihat kecuali tabir itu?
Yahya bin Muadh al-Razi
berkata, “ Para kekasih Allah
adalah air wangi Allah di
dalam dunia. Tetapi hanya
orang-orang yang beriman
yang benar dan jujur sahaja
dapat menciumnya”. Mereka
mencium keharuman baunya
lalu mereka mengikuti bau itu.
Keharuman itu mengwujudkan
kerinduan terhadap Allah
dalam hati mereka. Masing-
masing dengan cara tersendiri
mempercepatkan langkahnya,
menambahkan usaha dan
ketaatannya. Darjah
kerinduannya, keinginannya
dan kelajuan perjalanannya
bergantung kepada berapa
ringan beban yang dibawanya,
sejauh mana dia telah
melepaskan diri kebendaan dan
keduniaannya. Semakin banyak
seseorang itu menanggalkan
pakaian dunia yang kasar ini
semakin dia merasakan
kehangatan. Penciptanya dan
semakin hampirlah kepada
permukaan akan muncul diri
rohaninya. Kehampiran dengan
yang sebenar (hakikat)
bergantung kepada sejauh
mana seseorang itu melepaskan
kebendaan dan keduniaan yang
menipu daya.
Penanggalan aspek yang
berbilang-bilang pada diri
membawa seseorang hampir
dengan satu-satunya
kebenaran. Orang yang akrab
dengan Allah adalah orang
yang telah membawa dirinya
kepada keadaan kekosongan.
Hanya selepas itu baharulah
dia dapat melihat kewujudan
yang sebenarnya (hakikat).
Tidak ada lagi kehendak pada
dirinya untuk dia membuat
sebarang pilihan. Tiada lagi
‘aku' yang tinggal, kecuali
kewujudan satu-satunya iaitu
yang sebenarnya (hakikat).
Walaupun berbagai-bagai
kekeramatan yang muncul
melalui dirinya sebagai
membuktikan kedudukannya,
dia tidak ada kena mengena
dengan semua itu. Di dalam
suasananya tidak ada
pembukaan terhadap rahsia-
rahsia kerana membuka rahsia
Ilahi adalah kekufuran.
Di dalam buku yang bertajuk
“Mirsad” ada dituliskan,
‘Semua orang yang
kekeramatan zahir melalui
mereka adalah ditutup
daripadanya dan tidak
memperdulikan keadaan
tersebut. Bagi mereka masa
kekeramatan muncul melalui
mereka dianggap sebagai masa
perempuan keluar darah haid.
Wali-wali yang hampir dengan
Allah perlu mengembara
sekurang-kurangnya seribu
peringkat, yang pertamanya
ialah pintu kekeramatan.
Hanya mereka yang dapat
melepasi pintu ini tanpa
dicederakan akan meningkat
kepada peringkat-peringkat lain
yang lebih tinggi. Jika mereka
leka mereka tidak akan sampai
ke mana-mana.
5: PENURUNAN MANUSIA KE
PERINGKAT RENDAH YANG
PALING BAWAH
Allah Yang Maha Tinggi
menciptakan roh suci sebagai
ciptaan yang paling sempurna ,
yang pertama diciptakan, di
dalam alam kewujudan mutlak
bagi Zat-Nya. Kemudian Dia
berkehendak
menghantarkannya kepada
alam rendah. Tujuan Dia
berbuat demikian ialah bagi
mengajar roh suci mencari
jalan kembali kepada yang
sebenar di tahap Maha Kuasa,
mencari kedudukannya yang
dahulu yang hampir dan akrab
dengan Allah. Dihantarkan-Nya
roh suci kepada perhentian
utusan-utusan-Nya, wali-wali-
Nya, kekasih-kekasih dan
sahabat-sahabat-Nya.
Dalam perjalanannya, Allah
menghantarkannya mula-mula
kepada kedudukan akal asbab
bagi keesaan, bagi roh
universal, alam nama-nama
dan sifat-sifat Ilahi, alam
hakikat kepada Muhammad
s.a.w. Roh suci memiliki dan
membawa bersama-samanya
benih kesatuan. Apabila
melalui alam ini ia dipakaikan
cahaya suci dan dinamakan
‘roh sultan'. Apaabila melalui
alam malaikat yang menjadi
perantaraan kepada mimpi-
mimpi, ia mendapat nama ‘roh
perpindahan'. Bila akhirnya ia
turun kepada dunia kebendaan
ini ia dibaluti dengan daging
yang Allah ciptakan untuk
kesesuaian makhluk-Nya. Ia
dibaluti oleh jirim yang kasar
bagi menyelamatkan dunia ini
kerana dunia kebendaan jika
berhubung secara langsung
dengan roh suci maka dunia
kebendaan akan terbakar
menjadi abu. Dalam
hubungannya dengan dunia ini
ia dikenali sebagai kehidupan,
roh manusia.
Tujuan roh suci dihantar ke
tempat ciptaan yang paling
rendah ini ialah supaya ia
mencari jalan kembali kepada
kedudukannya yang asal,
makam kehampiran, ketika ia
masih di dalam bentuk
berdaging dan bertulang ini. Ia
sepatutnya datang ke alam
benda yang kasar ini, dan
dengan melalui hatinya yang
berada di dalam mayat ini,
menanamkan benih kesatuan
dan menunbuhkan pokok
keesaan di dalam dunia ini.
Akar pokok masih berada pada
tempat asalnya. Dahannya
memenuhi ruang kebahagiaan,
dan di sana demi keredaan
Allah, mengeluarkan buah
kesatuan. Kemudian di dalam
bumi hati roh itu menanamkan
benih agama dan bercita-cita
menumbuhkan pokok agama
agar diperolehi buahnya, tiap
satunya akan menaikkannya
kepada peringkat yang lebih
hampir dengan Allah.
Allah membuatkan jasad-jasad
atau tubuh-tubuh untuk
dimasuki oleh roh-roh dan bagi
roh-roh ini masing-masing
mempunyai nama yang
berbeza-beza. Dia bena ruang
penyesuaian di dalam tubuh.
Diletakkan-Nya roh manusia,
roh kehidupan di antara daging
dan darah. Diletakkan-Nya roh
suci di tengah-tengah hati, di
mana dibena ruang bagi jirim
yang sangat seni untuk
menyimpan rahasia di antara
Allah dengan hamba-Nya. Roh-
roh ini berada pada tempat
yang berbeda-beda dalam
tubuh, dengan tugas yang
berbeda, urusan yang berbeda,
masing-masing umpama
membeli dan menjual barang
yang berlainan, mendapat
faedah yang berbeda.
Perniagaan mereka sentiasa
membawakan kepada mereka
banyak manfaat dalam bentuk
nikmati dan rahmat Allah.
“Daripada apa yang Kami
berikan kepada mereka, secara
sembunyi atau terang-terang,
(mereka) mengharapkan
perniagaan yang tidak akan
rugi”. (Surah Fatir, ayat 29).
Layaklah bagi setiap manusia
mengetahui urusannya di
dalam alam kewujudan dirinya
sendiri dan memahami
tujuannya. Dia mestilah faham
bahawa dia tidak boleh
meminda apa yang telah
dihukumkan sebagai benar
untuknya dan digantungkan
dilehernya. Bagi orang yang
mahu meminda apa yang telah
dihukumkan untuknya, yang
terikat dengan cita-cita dan
dunia ini Allah berkata:
“Tidaklah (mahu) dia ketahui
(bagaimana keadaan) apabila
dibongkarkan apa-apa yang di
dalam kubur? Dan dizahirkan
apa-apa yang di dalam
dada?” (Surah ‘Aadiyat, ayat
9). “Dan tiap-tiap manusia
Kami gantungkan (catatan)
amalannya pada
tengkuknya…” (Surah Bani
Israil, ayat 13).
6: TEMPAT ROH-ROH DI
DALAM BADAN
Tempat roh manusia, roh
kehidupan, di dalam badan
ialah dada. Tempat ini
berhubung dengan pancaindera
dan deria-deria. Urusan atau
bidangnya ialah agama.
Pekerjaannya ialah mentaati
perintah Allah . Dengan
peraturan-peraturan yang
ditentukan-Nya, Allah
memelihara dunia nyata ini
dengan teratur dan harmoni.
Roh itu bertindak menurut
kewajipan yang ditentukan oleh
Allah, tidak menganggap
perbuatannya sebagai
perbuatannya sendiri kerana
dia tidak berpisah dengan
Allah. Perbuatannya daripada
Allah; tidak ada perpisahan di
antara ‘aku' dengan Allah di
dalam tindakan dan
ketaatannya. “Barangsiapa
percaya akan pertemuan
Tuhannya hendaklah
mengerjakan amal salih dan
janganlah ia sekutukan sesuatu
dalam ibadat kepada
Tuhannya”. (Surah Kahfi, ayat
110).
Allah adalah esa dan Dia
mencintai yang bersatu dan
satu. Dia mahu semua
penyembahan dan semua amal
kebaikan, yang Dia anggap
sebagai pengabdian kepada-Nya,
menjadi milik-Nya semata-
mata, tidak dikongsikan dengan
apa sahaja. Jadi, seseorang
tidak memerlukan kelulusan
atau halangan daripada sesiapa
pun di dalam pengabdiannya
kepada Tuhannya, juga
amalannya bukan untuk
kepentingan duniawi.
Semuanya semata-mata kerana
Allah. Suasana yang dihasilkan
oleh petunjuk Ilahi seperti
menyaksikan bukit-bukti
kewujudan Allah di dalam
alam nyata ini; kenyataan
sifat-sifat-Nya, kesatuan di
dalam yang banyak, hakikat di
sebalik yang nyata, kehampiran
dengan Pencipta, semuanya
adalah ganjaran bagi amalan
kebaikan yang benar dan
ketaatan tanpa mementingkan
diri sendiri. Namun, semuanya
itu di dalam taklukan alam
benda, daripada bumi yang di
bawah tapak kaki kita
sehinggalah kepada langit-
langit. Termasuk juga di dalam
taklukan alam dunia ialah
kekeramatan yang muncul
melalui seseorang, misalnya
berjalan di atas air, terbang di
udara, berjalan dengan pantas,
mendengar suara dan melihat
gambaran dari tempat yang
jauh atau boleh membaca
fikiran yang tersembunyi.
Sebagai ganjaran terhadap
amalan yang baik manusia juga
diberikan nikmati di akhirat
seperti syurga, khadam-
khadam, bidadari, susu, madu,
arak dan lain-lain. Semuanya
itu merupakan nikmati syurga
tingkat pertama, syurga dunia.
Tempat ‘roh perpindahan atau
roh peralihan' ialah di dalam
hati. Urusannya ialah
pengetahuan tentang jalan
kerohanian. Kerjanya berkait
dengan empat nama-nama
pertama bagi nama-nama Allah
yang indah. Sebagaimana dua
belas nama-nama yang lain
empat nama tersebut tidak
termasuk di dalam sempadan
suara dan huruf. Jadi, ia tidak
boleh disebut. Allah Yang Maha
Tinggi berfirman:
“Dan bagi Allah jualah nama-
nama yang baik, jadi serulah
Dia dengan nama-nama
tersebut”. (Surah A'raaf, ayat
180).
Firman Allah di atas
menunjukkan tugas utama
manusia adalah mengetahui
nama-nama Tuhan. Ini adalah
pengetahuan batin seseorang.
Jika mampu memperolehi
pengetahuan yang demikian dia
akan sampai kepada makam
makrifat. Di samalah
pengetahuan tentang nama
keesaan sempurna.
Nabi s.a.w bersabda, “ Allah
Yang Maha Tinggi mempunyai
sembilan puluh sembilan
nama, siapa mempelajarinya
akan masuk syurga” . Baginda
s.a.w juga bersabda,
“Pengetahuan adalah satu.
Kemudian orang arif
jadikannya seribu” . Ini
bermakna nama kepunyaan Zat
hanyalah satu. Ia memancar
sebagai seribu sifat kepada
orang yang menerimanya.
Dua belas nama-nama Ilahi
berada di dalam lengkungan
sumber pengakuan tauhid “La
ilaha illa Llah” . Tiap satunya
adalah satu daripada dua belas
huruf dalam kalimah tersebut.
Allah Yang Maha Tinggi
mengurniakan nama masing-
masing bagi setiap huruf di
dalam perkembangan hati.
Setiap satu daripada empat
alam yang dilalui oleh roh
terdapat tiga nama yang
berlainan. Allah Yang Maha
Tinggi dengan cara ini
memegang erat hati para
pencinta-Nya, dalam kasih
sayang-Nya. Firman-Nya:
“Allah tetapkan orang-orang
yang beriman dengan
perkataan yang tetap di
Penghidupan dunia dan
akhirat”. (Surah Ibrahim, ayat
27).
Kemudian dikurniakan kepada
mereka kehampiran-Nya. Dia
sediakan pokok keesaan di
dalam hati mereka, pokok yang
akarnya turun kepada tujuh
lapis bumi dan Dahannya
meninggi kepada tujuh lapis
langit, bahkan meninggi lagi
hingga ke arasy dan mungkin
lebih tinggi lagi. Allah
berfirman: “Tidakkah engkau
perhatikan bagaimana Allah
adakan misal, satu kalimah
yang baik seperti pohon yang
baik, pangkalnya tetap dan
cabangnya ke langit . (Surah
Ibrahim, ayat 24).
Tempat ‘roh perpindahan atau
roh peralihan' adalah di dalam
nyawa kepada hati. Alam
malaikat berterusan di dalam
penyaksiannya. Ia boleh
melihat syurga alam tersebut,
penghuninya, cahayanya dan
semua malaikat di dalamnya.
Kalam ‘roh peralihan' adalah
bahasa alam batin, tanpa huruf
tanpa suara. Perhatiannya
berterusan menyentuh soal-
soal rahsia-rahsia maksud
yang tersembunyi. Tempatnya
di akhirat apabila kembali
ialah syurga Na'im, taman
kegembiraan kurniaan Allah.
Tempat ‘roh sultan' di mana ia
memerintah, adalah di tengah-
tengah hati, jantung kepada
hati. Urusan roh ini ialah
makrifat. Kerjanya ialah
mengetahui semua pengetahuan
ketuhanan yang menjadi
perantaraan bagi semua ibadat
yang sebenar-benarnya
diucapkan dalam bahasa hati.
Nabi s.a.w bersabda, “Ilmu ada
dua bahagian. Satu pada lidah,
yang membuktikan kewujudan
Allah. Satu lagi di dalam hati.
Inilah yang perlu bagi
menyedarkan tujuan
seseorang”. Ilmu yang sebenar-
benarnya bermanfaat berada di
dalam sempadan kegiatan hati.
Nabi s.a.w bersabda, “Quran
yang mulia mempunyai makna
zahir dan makna batin” . Allah
Yang Maha Tinggi membukakan
Quran kepada sepuluh lapis
makna yang tersembunyi.
Setiap makna yang berikutnya
lebih bermanfaat daripada yang
sebelumnya kerana ia semakin
hampir dengan sumber yang
sebenarnya. Dua belas nama
kepunyaan Zat Allah adalah
umpama dua belas mata air
yang memancar dari batu
apabila Nabi Musa a.s
menghentamkan batu itu
dengan tongkatnya.
“Dan (ingatlah) tatkala Musa
mintakan air bagi kaumnya,
maka Kami berkata, ‘Pukullah
batu itu dengan tingkat kamu'.
Lantas terpancar daripadanya
dua belas mata air yang
sesungguhnya setiap golongan
itu mengetahui tempat
minumnya”. (Surah Baqarah,
ayat 60) .
Pengetahuan zahir adalah
umpama air hujan yang datang
dan pergi sementara
pengetahuan batin umpama
mata air yang tidak pernah
kering. “Dan satu tanda untuk
mereka, ialah bumi yang mati
(lalu) Kami hidupkannya dan
Kami keluarkan daripadanya
biji-bijian, lalu mereka
memakannya”. (Surah Yaa Sin,
ayat 33).
Allah jadikan satu bijian, sebiji
benih di langit. Benih itu
menjadi kekuatan kepada
kehaiwanan di dalam diri
manusia. Dijadikan-Nya juga
sebiji benih di dalam alam roh-
roh (alam al-anfus); menjadi
sumber kekuatan, makanan
roh. Bijian itu dijiruskan
dengan air dari sumber
hikmah. Nabi s.a.w bersabda,
“Jika seseorang menghabiskan
empat puluh hari dalam
keikhlasan dan kesucian
sumber hikmah akan
memancar dari hatinya kepada
lidahnya”.
Nikmat bagi ‘roh sultan ialah
kelazatan dan kecintaan yang
dinikmatinya dengan
menyaksikan kenyataan
keelokan, kesempurnaan dan
kemurahan Allah Yang Maha
Tinggi. Firman Allah: “Dia
telah diajar oleh yang
bersangatan kekuatannya, yang
berupa bagus, lalu ia menjelma
dengan sempurnanya padahal
ia di pehak atas yang paling
tinggi. Kemudian ia mendekati
rapat (kepadanya), maka
adalah (rapatnya) itu kadar
dua busur panah atau lebih
dekat (lagi). Lalu Ia wahyukan
kepada hamba-Nya apa yang Ia
mahu wahyukan. Hatinya tidak
mendusta apa yang dia lihat”.
(Surah Najmi, ayat 5 – 11).
Nabi s.a.w menggambarkan
suasana demikian dengan cara
lain, “Yang beriman (yang
sejahtera) adalah cermin
kepada yang beriman (yang
sejahtera)” . Dalam ayat ini
yang sejahtera yang pertama
ialah hati orang yang beriman
yang sempurna, sementara
yang sejahtera kedua itu ialah
yang memancar kepada hati
orang yang beriman itu, tidak
lain daripada Allah Yang Maha
Tinggi sendiri. Allah
menamakan Diri-Nya di dalam
Quran sebagai Yang
Mensejahterakan. “Dia jualah
Allah yang tiada Tuhan
melainkan Dia…Yang
Mensejahterakan (Pemelihara
iman), Pemelihara segala-
galanya” . (Surah Hasyr, ayat
23).
Kediaman ‘roh sultan' di
akhirat ialah syurga Firdaus,
syurga yang tinggi.
Setesen di mana roh-roh
berhenti adalah tempat rahsia
yang Allah buatkan untuk Diri-
Nya di tengah-tengah hati, di
mana Dia simpankan rahsia-
Nya (Sirr) untuk disimpan
dengan selamat. Keadaan roh
ini diceritakan oleh Allah
melalui pesuruh-Nya:
“Insan adalah rahsia-Ku dan
Aku rahsianya”.
Urusannya ialah kebenaran
(hakikat) yang diperolehi
dengan mencapai keesaan;
mencapai keesaan itulah
tuagsnya. Ia membawa yang
banyak kepada kesatuan dengan
cara terus menerus menyebut
nama-nama keesaan di dalam
bahasa rahsia yang suci. Ia
bukan bahasa yang berbunyi di
luar.
“Dan jika engkau nyaringkan
perkataan, maka Sesungguhnya
Dia mengetahui rahsia dan
yang lebih tersembunyi”.
(Surah Ta Ha, ayat 7)
Hanya Allah mendengar bahasa
roh suci dan hanya Allah
mengetahui keadaannya.
Nikmat bagi roh ini ialah
penyaksian terhadap ciptaan
Allah yang pertama. Apa yang
dilihatnya ialah keindahan
Allah. Padanya terdapat
penyaksian rahsia. Pandangan
dan pendengaran menjadi satu.
Tidak ada perbandingan dan
tidak ada persamaan tentang
apa yang disaksikanya. Dia
menyaksikan sifat Allah,
keperkasaan dan kekerasan-Nya
sebagai esa dengan keindahan,
kelembutan dan kemurahan-
Nya.
Bila manusia temui
matlamatnya, tempat
kediamannya, bila dia temui
akal asbab, pertimbangan
keduniaannya yang
memandunya selama ini akan
tunduk kepada Perintahnya;
hatinya akan rasa gentar
bercampur hormat, lidahnya
terkunci. Dia tidak berupaya
menceritakan keadaan tersebut
kerana Allah tidak menyerupai
sesuatu.
Bila apa yang diperkatakan di
sini sampai ke telinga orang
yang berilmu, mula-mula
cubalah memahami tahap
pengetahuan sendiri.
Tumpukan perhatian kepada
kebenaran (hakikat) mengenai
perkara-perkara yang sudah
diketahui sebelum mendongak
ke ufuk yang lebih tinggi,
sebelum mencari peringkat
baharu, semoga mereka
memperolehi pengetahuan
tentang kehalusan
perlaksanaan Ilahi. Semoga
mereka tidak menafikan apa
yang sudah diperkatakan, tetapi
sebaliknya mereka mencari
makrifat, kebijaksanaan untuk
mencapai keesaan. Itulah yang
sangat diperlukan.<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-59281596594249139582013-08-07T07:50:00.001-07:002013-09-09T09:59:07.410-07:00Jin Pendamping, Saudara Kembar, Jin Qorin<p>Jin pendamping ,Adapun Dalam islam di sebut Qorin ?<br>
Telah diteguhkan didalam syariat bahwa setiap manusia memiliki Qarin yang berasal dari setan-setan. Firman Allah swt :<br>
 ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺮِﻳﻨُﻪُ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻣَﺎ ﺃَﻃْﻐَﻴْﺘُﻪُ ﻭَﻟَﻜِﻦ ﻛَﺎﻥَ<br>
ﻓِﻲ ﺿَﻠَﺎﻝٍ ﺑَﻌِﻴﺪٍ<br>
Artinya : “Qorinnya (yang mendampinginya) berkata (pula): “ Ya Tuhan Kami, aku tidak<br>
menyesatkannya tetapi dialah yang<br>
berada dalam kesesatan yang jauh “. (QS. 50 : 27)</p>
<p>Al Qurthubi mengatakan bahwa Qorin didalam ayat itu adalah setan.<br>
Al Mahdawi menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal ini.<br>
Imam Ahmad dan Muslim<br>
meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:<br>
“ Tidaklah seorang pun<br>
dari kalian melainkan dikuasai<br>
pendamping dari kalangan jin.”</p>
<p>Mereka bertanya: <br>
Anda juga, wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Aku juga, hanya saja Allah membantuku mengalahkannya lalu ia masuk<br>
Islam, tidaklah ia memerintahkan<br>
kepadaku kecuali kebaikan.”</p>
<p>Muslim meriwayatkan , dari<br>
Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kediamannya pada suatu malam.<br>
Aisyah berkata: Aku merasa<br>
cemburu pada beliau lalu beliau datang dan melihat apa yang aku lakukan. Beliau bertanya: “Kenapa engkau, wahai Aisyah?” aku<br>
menjawab: Orang sepertiku mengapa tidak menyemburui orang seperti anda? Rasulullah<br>
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa setanmu mendatangimu?” Aisyah bertanya:<br>
Waha Rasulullah, apakah ada setan<br>
menyertaiku? Beliau menjawab:<br>
“Ya.” Aisyah bertanya: Juga<br>
menyertai semua manusia? Beliau<br>
menjawab: “Ya.” Ia bertanya:<br>
Menyertai anda juga? Beliau<br>
menjawab: “Ya, hanya saja Rabbku<br>
menolongku mengalahkannya<br>
hingga ia telah islam.”</p>
<p>Maksud dari Qorin adalah setan<br>
yang mendampingi anak Adam<br>
serta berusaha sekuat tenaga untuk<br>
menyesatkannya dari jalan yang<br>
lurus.<br>
Di kalangan kita di nusantara ini biasa di sebut sebagai saudara kembar, bahkan tidak sedikit ke ilmuan tentang hal yang satu ini ,</p>
<p>Tidak mungkin seorang muslim mampu menguasai qorinnya itu serta memasukkannya<br>
kedalam islam karena Allah swt telah menjadikan ia sebagai ujian bagi seorang hamba agar diketahui mana orang yang beriman dan mana yang selainnya.</p>
<p>Qorin Nabi shallallahu ‘alaihi wa<br>
sallam tidaklah beriman dan menjadi muslim menurut pendapat yang kuat dari para ahli ilmu.<br>
Sesungguhnya Qorin itu telah menyerahkan diri dan tunduk kepada beliau.<br>
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi<br>
wa sallam ﻓﺄﺳﻠﻢ : terdapat riwayat<br>
dengan merafa’ (dhamah) huruf mim dan menashabkan (fathah).</p>
<p>Dan jika ia dhommah maka ia<br>
menjadi fi’il mudhore sehingga<br>
maknanya : Aku selamat dari<br>
kejahatan dan fitnahnya.<br>
Sedangkan apabila ia dengan<br>
fathah maka ia menjadi fi’il madhi<br>
yang memiliki dua makna :<br>
1. Bahwa jin itu telah islam dan<br>
masuk kedalam agama islam.<br>
2. Bahwa ia telah islam maknanya<br>
adalah berserah diri dan<br>
tunduk.<br>
Sebagaimana terdapat riwayat seperti ini di selain<br>
“Shahih Muslim” sebagaimana<br>
dikatakan Nawawi didalam<br>
“Syarh” nya.<br>
Sementara Syeikhul Islam Ibnu<br>
Taimiyah lebih menguatkan<br>
pendapat bahwa Qorin Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah masuk islam, dia mengatakan bahwa ia (qorin) itu telah berserah diri dan tunduk.<br>
Ibnu ‘Uyainah meriwayatkan “Fa Aslamu” dengan dhammah dan ia mengatakan bahwa sesungguhnya setan itu tidak muslim sementara perkataannya diriwayat lainnya :<br>
Maka ia (qorin) itu tidaklah memerintahkanku kecuali kebaikan,<br>
menunjukkan bahwa ia tidak lah<br>
memerintahkannya kepada kejahatan, inilah keislamannya, walau itu hanyalah sebuah kiasan tentang ketundukannya bukan<br>
tentang keimanannya kepada Allah.<br>
Sebagaimana seseorang yang memaksa musuhnya yang nyata lalu memenjarakanya, dan sungguh musuhnya yang dipaksa<br>
mengetahui bahwa orang yang memaksa itu tidak akan meneriman segala hal yang menunjukkan kepada kejahatan bahkan ia akan diberikan sangsi olehnya maka<br>
ditengah keterpaksaannya bersamanya maka ia tidak akan menunjukkan kepadanya kecuali<br>
kebaikan dikarenakan ketundukan dan kelemahannya bukan karena kebaikan diri dan agamanya.<br>
Oleh karena itu Nabi shalallahu ‘alaihi<br>
wa sallam bersabda” hanya saja Allah membantuku mengalahkannya maka tidaklah ia memerintahkanku kecuali kebaikan.”<br>
Yang pasti bahwa setiap muslim diharuskan untuk melawan setan ini, inilah yang dituntut darinya menurut syariat, dan ini adalah<br>
perkara yang disanggupinya. Qorin ini terkadang membisikan kejahatan karena itu terdapat perintah untuk meminta<br>
perlindungan terhadapa kejahatan<br>
bisikannya didalam surat an Naas.<br>
ﻣِﻦ ﺷَﺮِّ ﺍﻟْﻮَﺳْﻮَﺍﺱِ ﺍﻟْﺨَﻨَّﺎﺱِ ﴿ ٤ ﴾<br>
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﻮَﺳْﻮِﺱُ ﻓِﻲ ﺻُﺪُﻭﺭِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﴿ ٥ ﴾<br>
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻨَّﺔِ ﻭَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﴿٦ ﴾<br>
Artinya : “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari<br>
(golongan) jin dan manusia.” (QS.<br>
An Naas : 4 – 6)<br>
Terkadang dengan menjadikannya<br>
lupa terhadap kebaikan, firman<br>
Allah swt :<br>
ﻓَﺄَﻧﺴَﺎﻩُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﺫِﻛْﺮَ ﺭَﺑِّﻪِ<br>
Artinya : “Maka syaitan menjadikan<br>
dia lupa menerangkan (keadaan<br>
Yusuf) kepada tuannya.” (QS.Yusuf :<br>
42)<br>
Terkadang memberikan janji-janji<br>
dan angan-anagan. Firman Allah<br>
swt :<br>
ﻳَﻌِﺪُﻫُﻢْ ﻭَﻳُﻤَﻨِّﻴﻬِﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﻌِﺪُﻫُﻢُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ<br>
ﺇِﻻَّ ﻏُﺮُﻭﺭًﺍ<br>
Artinya : “Syaitan itu memberikan<br>
janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, Padahal syaitan itu tidak menjanjikan<br>
kepada mereka selain dari tipuan belaka. ” (QS. An Nisaa : 120)<br>
Terkadang dengan membisikan rasa<br>
takut kedalam hati. Firman Allah<br>
swt :<br>
 ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺫَﻟِﻜُﻢُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻳُﺨَﻮِّﻑُ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀﻩُ<br>
Artinya : “Sesungguhnya mereka itu<br>
tidak lain hanyalah syaitan yang<br>
menakut-nakuti (kamu) dengan<br>
kawan-kawannya (orang-orang<br>
musyik) .” (QS. Ali Imran : 175)</p>
<p>Oleh karena itu mintalah pertolongan kepada Allah dalam melawannya dan mengalahkannya. (Markaz al Fatwa No. 16408)<br>
Sosok Menyerupai Orang yang<br>
Sudah Meninggal Badaruddin asy Syubliy<br>
mengatakan bahwa Jin memiliki<br>
kemampuan terbang, membentuk dirinya dalam bentuk manusia dan hewan, ikan, ular, onta, sapi, kambing, kuda, peranakan kuda<br>
dan keledai, keledai, burung dan<br>
manusia, sebagaimana pernah datang setan menemui orang-orang Quraisy dalam rupa Suraqah bin Malik bin Ju’tsam tatkala mereka<br>
hendak keluar menuju Badar.<br>
Allah swt berfirman :<br>
ﻭَﺇِﺫْ ﺯَﻳَّﻦَ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻬُﻢْ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻻَ<br>
ﻏَﺎﻟِﺐَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺟَﺎﺭٌ ﻟَّﻜُﻢْ<br>
ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺗَﺮَﺍﺀﺕِ ﺍﻟْﻔِﺌَﺘَﺎﻥِ ﻧَﻜَﺺَ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻘِﺒَﻴْﻪِ<br>
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧِّﻲ ﺑَﺮِﻱﺀٌ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺭَﻯ ﻣَﺎ ﻻَ<br>
ﺗَﺮَﻭْﻥَ ﺇِﻧِّﻲَ ﺃَﺧَﺎﻑُ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻭَﺍﻟﻠّﻪُ ﺷَﺪِﻳﺪُ<br>
ﺍﻟْﻌِﻘَﺎﺏِ ﴿٤٨ ﴾<br>
Artinya : “Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “tidak ada seorang<br>
manusiapun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan Sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua<br>
pasukan itu telah dapat saling<br>
Lihat melihat (berhadapan), syaitan<br>
itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu,<br>
Sesungguhnya saya dapat melihat<br>
apa yang kamu sekalian tidak dapat<br>
melihat; Sesungguhnya saya takut<br>
kepada Allah”. dan Allah sangat<br>
keras siksa-Nya .” (QS. Al Anfal : 48)<br>
Dan sebagaimana diriwayatkan<br>
bahwa dia menyerupai seorang<br>
kakek dari Najd tatkala mereka<br>
berkumpul di “Daarun Nadwah”<br>
untuk bermusyawarah tentang<br>
permasalahan Rasulullah<br>
shalallahu ‘alaihi wa sallam apakah<br>
mereka akan membunuhnya atau<br>
memenjarakannya atau<br>
mengusirnya.<br>
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al<br>
Khudriy bahwa di Madinah<br>
terdapat sekelompok jin yang telah<br>
masuk Islam. Maka barang siapa<br>
yang melihat sesuatu yang aneh<br>
dari sekelompok jin-jin ini, beri<br>
izinlah dia untuk tinggal selama<br>
tiga hari. Jika sesudah tiga dia<br>
masih nampak, maka bunuhlah.<br>
Karena dia adalah setan.” (Al<br>
Mausu’ah Al Fiqhiyah Juz II hal<br>
5545)<br>
Dari penjelasan diatas tampak<br>
bahwa jin diberikan kemampuan<br>
untuk menyerupai berbagai bentuk<br>
termasuk bentuk manusia baik yang<br>
masih hidup maupun sudah<br>
meninggal kecuali menyerupai<br>
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa<br>
sallam, sebagaimana diriwayatkan<br>
oleh Imam Tirmdizi dari Abdullah<br>
bin Mas’ud Rasulullah shalallahu<br>
‘alaihi wa sallam<br>
bersabda,”Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku.<br>
Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku.” (HR, Tirimidzi, dia berkata ini adalah hadits hasan shahih)<br>
Dengan demikian bentuk yang menyerupai seorang yang sudah meninggal adalah setan dari golongan jin.<br>
Lalu apakah ia adalah qorinnya dari golongan jin ataukah jin yang lainnya? Wallahu A’lam<br>
karena hal ini termasuk kedalam<br>
permasalahan ghaib yang membutuhkan dalil-dalil yang berasal dari wahyu Allah swt, agar mantapnya iman di hati serta tidak salah faham dalam menanggapi sesuatu.<br>
Semoga bermanfaat mohon maaf salah dan khilaf,sekaligus Mc mengucapkan selamat idul fitri mohon maaf lahir batin.<br>
Demikianlah yang dapat Mc rangkum dari berbagai sumber dan di olah seperlunya.</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-7jwgM2zXr-A/UgJexFiiqmI/AAAAAAAAApA/tQ626HWS3NU/s1600/232311427390379601.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-7jwgM2zXr-A/UgJexFiiqmI/AAAAAAAAApA/tQ626HWS3NU/s320/232311427390379601.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-65376582314760239102013-08-06T22:42:00.001-07:002013-09-09T10:09:35.848-07:00Ternyata Gaza Palestina Pusat Kesehatan Terbesar Di Dunia, Mungkinkah ?<p>Seorang wartawan yang baru<br>
beberapa bulan bekerja di salah<br>
satu majalah terkenal di negera<br>
Arab menjelaskan bahwa Gaza<br>
adalah pusat kesehatan terbesar<br>
(The Biggest Health Center) di<br>
dunia. Ceritanya bermula ketika<br>
sekretaris pimpinan redaksi<br>
(Pemred) majalah itu<br>
memberitahukan bahwa wartawan<br>
bernama Sa’id itu harus segera<br>
menghadap sang Pemred. Dengan<br>
hati gembira, wartawan yang masih<br>
muda dan enerjik tersebut segera<br>
menghadap pimpinannya.<br>
Sa’id diterima dengan sangat<br>
hangat oleh pimpinannya sambil<br>
berkata : Selamat datang wartawan<br>
muda…. Terbukti keberadaan Anda<br>
yang tidak begitu lama di Gaza<br>
telah membuktikan pada kami<br>
bahwa Anda adalah wartawan yang<br>
tangguh dan serius. Saya mewakili<br>
pimpinan media ini mengucapkan<br>
banyak terima kasih..<br>
Sebagai imbalannya, saya<br>
memutuskan Anda menulis laporan<br>
utama untuk terbitan pekan depan<br>
terkait dengan blokade terhadap<br>
Gaza yang dilakukan oleh Yahudi<br>
dan pemerintah Mesir. Sa’idpun<br>
menjawab dengan penuh<br>
semangat : Terima kasih pak atas<br>
kepercayaan yang diberikan kepada<br>
saya. Semoga saya bisa<br>
melaksanakan tugas mulia ini<br>
dengan baik dan maksimal. Tema<br>
Gaza ini memang menjadi<br>
konsentrasi saya sejak saya<br>
diterima bekerja di majalah ini.<br>
Sa’id melanjutkan ungkapan<br>
kegembiraannya : Saya akan tulis<br>
semua hal terkait dengan Gaza<br>
secara detail karana saat ini hati<br>
kaum Muslimin sedunia memang<br>
sedang terluka dan bersedih<br>
melihat blokade terhadap Gaza.<br>
Sambil menganggukkan kepala,<br>
sang Pemred berucap; Anda benar,<br>
Anda benar… lalu Sa’id berkata :<br>
Saya akan mulai segera dan akan<br>
buat tulisan-tulisan yang akan<br>
menggema ke seluruh penjuru<br>
dunia, insya Allah…Barakallahu fika<br>
ya akhi… (semoga Allah<br>
memberkahimu saudaraku), ucap<br>
sang Pemred tadi. Namun, sebelum<br>
Anda mulai menulis, ada beberapa<br>
catatan kecil yang perlu Anda<br>
perhatikan. Sai’id segera<br>
beratanya : Apakah catatan kecil itu<br>
pak?<br>
Lalu sang Pemred meneruskan:<br>
Andakan tahu bahwa majalah kita<br>
ini tidak didukung oleh tokoh-tokoh<br>
besar di negeri ini. Maksudnya?<br>
Kata Sai’d, sambil menyela<br>
perkataan pimpinannya itu.<br>
Maksudnya, tulisan Anda jangan<br>
sampai menyinggung pemerintahan<br>
Arab yang terlibat memblokade<br>
Gaza dengan penuh semangat dan<br>
begitu aktif.. Semoga Allah<br>
meridhai Anda..Kita tidak mau<br>
bermasalah dengan para inteligen<br>
negera-negara Arab yang ikut<br>
memblokade Gaza… Bisa-bisa kita<br>
dituduh merusak hubungan<br>
persaudaraan antar negara-negara<br>
Arab, kata Pemred itu..<br>
Sambil melepaskan nafas<br>
panjangnya, Sai’d menjawab :<br>
Yaach… Oke pak. Saya akan jaga<br>
catatan itu, kendati saya melihat<br>
hubungan persaudaraan negara-<br>
negara Arab tidak akan bisa dirusak<br>
oleh siapapun…Lalu sang Pemred<br>
meneruskan arahannya :<br>
Barakallhu fik… Tapi, ada catatan<br>
kecil lagi yang tak kalah pentingnya<br>
yang perlu Anda ingat. Apa itu?<br>
Jawab Sa’id… Andakan tahu bahwa<br>
distribusi majalah kita bukan hanya<br>
di negera-negara Arab, akan tetapi<br>
juga di negara-negara Eropa dan<br>
Amerika. Kita tidak mau dituduh<br>
mendukung terorisme sehingga<br>
majalah kita dilarang beredar di<br>
sana. Sebab itu, dalam tulisan<br>
nanti, Anda jangan sama sekali<br>
menyinggung perlawanan bangsa<br>
Palestina terhadap Israel dan hak<br>
mereka untuk memerangi penjajah<br>
Yahudi… Kita tidak mau<br>
menghadapi banyak masalah…<br>
Nanti kita dituduh mendukung<br>
teroris. Oke? Semoga Allah<br>
meridhai Anda. Kata Pemred<br>
majalah tersebut.<br>
Mendengar keterangan<br>
pimpinannya, Sa’id menjawab : Baik<br>
pak! Padahal dalam hatinya<br>
berkata : Sadis amat Pemred ini,<br>
mau membela Gaza, tapi tidak<br>
boleh ini dan tidak boleh itu?<br>
Dalam hatinya ia berkata : Aku<br>
tidak mengerti bagaimana cara<br>
membela masyarakat Gaza yang tak<br>
punya senjata menghadapi pasukan<br>
teroris Israel yang dilengkapi<br>
dengan berbagai senjata canggih<br>
itu?<br>
Sa’id mengira ceramah Pemrednya<br>
selesai. Tiba-tiba ia dikagetkan lagi<br>
dengan ungkapannya : Kita tidak<br>
boleh menyinggung oarng-rang kaya<br>
Arab dan bagaimana mereka<br>
menghabiskan uang mereka jutaan<br>
dolar AS untuk pesta kembang api,<br>
pesta artis, penyanyi di saat<br>
penduduk Gaza mati kelaparan.<br>
Andakan tahu sumber pendapatan<br>
majalah kita dari iklan. Bila orang-<br>
orang kaya itu tersinggung dan<br>
marah pada majalah kita, kita tidak<br>
akan mendapatkan iklan mereka..<br>
Anda mengerti kan? Kita belum<br>
siap kelaparan seperti penduduk<br>
Gaza. Oke?<br>
Mendengar ungkapan terakhir itu,<br>
Said tidak bisa lagi<br>
menyembunyikan marahnya, lalu ia<br>
berkata. Oke Bos… Masih ada<br>
perintah lain? Tanya Sa’id.<br>
Sebenarnya tidak ada lagi. Saya<br>
sebenarnya tidak mau banyak<br>
menasehati Anda… Ingat ya!<br>
Jangan bicara soal anak-anak Gaza<br>
yang sedang berjuang menghadapi<br>
kematian karena kelaparan dan<br>
serangan berbagai penyakit. Anda<br>
tahukan bahwa media Arab sibuk<br>
mengurusi kontes kecantikan<br>
hewan ternak. Sedangkan media<br>
Barat sibuk pula meliput anjing<br>
yang ditemukan pasukan Amerika<br>
di Irak, bahkan mereka meminta<br>
agar pemerintah Barack Obama<br>
meberikan suaka poltik agar anjing<br>
tersebut bisa masuk dan menjadi<br>
warga negara Amerika.. Masalah ini<br>
juga jangan Anda singgung. Nanti<br>
organisasi penyayang hewan dunia<br>
bisa marah kepada kita. Mengerti?<br>
Kata Pemred itu kepada Sa’id.<br>
Di muka Said memancar warna<br>
kemerahan pertanda marahnya<br>
sudah memuncak. Namun, karena<br>
Sai’id seorang yang taat ibadah, ia<br>
bisa menahan marahnya. Lalu ia<br>
memuji Allah sambil berkata :<br>
Subhanallah… Apalagi perintahnya<br>
Bos? Bosnya dengan tenang<br>
menjawab : Tidak ada lagi, hanya<br>
itu saja, bagi saya sudah cukup.<br>
Lalu Sa’id menimpali perkataan<br>
bosnya : bapak yakin tidak ada lagi<br>
perintah lain? Kitakan tidak ingin<br>
orang lain marah karena tulisan<br>
kita kan?<br>
Mendengar pertanyaan itu, sang<br>
Pemred ingat lagi masalah lain<br>
yang tak boleh disinggung sambil<br>
berkata : Oh ya, karena Anda<br>
ingatkan saya, saya masih punya<br>
larangan lain yakni, terkait dengan<br>
dialog antar agama yang akan<br>
diadakan di Negara kita bebrapa<br>
hari lagi. Kita tidak mau dituduh<br>
oleh para promotornya sebagai<br>
penghalang acara tersebut. Sebab<br>
itu, Anda jangan sama sekali<br>
menyinggung kaum Yahudi dan<br>
penindasan mereka terhadap<br>
bangsa Palestina serta penghinaan<br>
mereka terhadap tempat suci kaum<br>
Muslimin. Nanti para penggagas<br>
dan pendukung dialog antar agama<br>
bisa marah pada majalah kita loh!.<br>
Dengan suara keras, Sa’id<br>
menjawab : OKE BOOOSS?<br>
Akhirnyanya Sa’id keluar dari<br>
ruangan pimpinannya dalam<br>
keadaan marah besar karena dia<br>
ditugaskan menulis tentang<br>
kenyataan yang ada di Gaza, akan<br>
tetapi dengan seribu satu<br>
pantangan…Namun Sa’id tidak<br>
kehabisan akal, karena ia seorang<br>
wartawan cerdas. Tanpa melanggar<br>
perintah bosnya, ia menulis<br>
laporan utama terkait Gaza dan<br>
keesokan harinya ia serahkan hasil<br>
tulisannya itu kepada pimpinannya<br>
agar dikoreksi sebelum diturunkan.<br>
Isi tulisannya ialah :<br>
Gaza adalah The Biggest Health<br>
Center and NO.1 di dunia.<br>
Penduduknya menghabiskan hari-<br>
hari mereka dengan sangat bahagia<br>
setelah memutuskan untuk<br>
mengikuti nasehat para ahli<br>
kesehatan moderen agar tidak<br>
mengkonsumsi makanan yang<br>
menyebabkan kolesterol tinggi,<br>
tekanan darah naik, dan<br>
kegemukan. Demikian pula, mereka<br>
berhasil menghindari faktor-faktor<br>
yang menyebabkan terjadinya<br>
pencemaran lingkungan yang<br>
disebabkan bahan bakar minyak<br>
dan zat kimia lainnya. Untuk itu,<br>
mereka menerapkan olah raga<br>
berjalan kaki yang sangat<br>
bermanfaat bagi kesehatan tubuh<br>
dan akal, khususnya bagi para<br>
manula, orang cacat, orang sakit<br>
dan para wanita hamil.<br>
Adapun rumah sakit dan tempat-<br>
tempat pelayanan kesehatan sudah<br>
ditutup, karena sudah terbukti dan<br>
tidak perlu diragukan bahwa obat-<br>
obat tradisional alias moderen<br>
adalah penyebab munculnya<br>
berbagai penyakit dan membunuh<br>
daya imunitas tubuh. Sebab itu,<br>
para penduduk Gaza kembali<br>
mengkonsumsi obat-obatan yang<br>
terbuat dari daun kayu dan<br>
rumput-rumputan atau apa yang<br>
disebut dengan alami atau herbal<br>
karena mengikuti petuah atau<br>
metode pengobatan kuno, atau<br>
konsep, back to nature.<br>
Sebab itu, penduduk Gaza menjadi<br>
orang-orang yang kuat dan sehat<br>
sehingga mampu menggali<br>
terowongan sepanjang belasan<br>
kilometer, pemberani, dan seakan<br>
tidak mempan senjata canggih,<br>
kendati dihujani dengan white<br>
phosphor lebih dari 1.5 juta kg.<br>
Karena itu pulalah semua<br>
penduduk Gaza, laki-laki, wanita<br>
dan anak-anak banyak<br>
mengucapkan terima kasih pada<br>
pemerintah yang ikut memblokade<br>
mereka. Boikot dan blokade itu<br>
telah menyebabkan mereka<br>
menemukan jalan hidup (life style)<br>
yang sehat wal afiat dan jauh dari<br>
godaan peradaban yang merusak<br>
kesehatan, baik fisik maupun akal.<br>
Yang lebih utama, mereka meminta<br>
pada Allah agar Allah memberikan<br>
kesempatan pada para pemimpin<br>
negera yang ikut memblokade Gaza,<br>
isteri-isteri dan anak-anak mereka<br>
agar dapat kesempatan<br>
menerapkan pola hidup sehat<br>
seperti yang mereka lakukan sejak<br>
beberapa tahun belakangan.<br>
Demikian juga, penduduk Gaza<br>
berterima kasih pada pemerintahan<br>
Israel yang dengan terpaksa<br>
menugaskan ribuan pasukannya<br>
untuk mengontrol dan meyakini<br>
tidak sampainya bantuan dan<br>
bahan-bahan yang berbahaya –<br>
seperti yang dijelaskan<br>
sebelumnya- ke Gaza. Semoga<br>
blokade itu mejadi faktor kebaikan<br>
yang banyak bagi Gaza dalam<br>
segala hal dan turunnya<br>
pertolongan dari Allah.<br>
Amin yaa Robb."</p>
<p>(zadalebad.com)<br>
(eramuslim.com)</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-B9D3icetiYs/UgHeUsq8rgI/AAAAAAAAAow/FZEaFe5F_lE/s1600/pope_52712-300x168.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-B9D3icetiYs/UgHeUsq8rgI/AAAAAAAAAow/FZEaFe5F_lE/s320/pope_52712-300x168.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-33757724840735207082013-07-28T13:29:00.001-07:002013-09-09T10:10:25.102-07:00Paus vs Martin Luther<p><br>
Sumber : Archa (forumSwaramuslim)</p>
<p>Kita berimajinasi tentang apa yang<br>
terjadi pada sejarah gereja :<br>
Pada mulanya adalah Petrus yang<br>
dikasih wewenang untuk memegang<br>
kunci surga oleh Yesus Kristus :<br>
Mat 16:18-19 Dan Akupun<br>
berkata kepadamu: Engkau<br>
adalah Petrus dan di atas batu<br>
karang ini Aku akan mendirikan<br>
jemaat-Ku dan alam maut tidak<br>
akan menguasainya. Kepadamu<br>
akan Kuberikan kunci Kerajaan<br>
Sorga. Apa yang kauikat di dunia<br>
ini akan terikat di sorga dan apa<br>
yang kaulepaskan di dunia ini<br>
akan terlepas di sorga.”<br>
Merasa memegang amanah suci,<br>
Petrus meneruskan ‘hak waris’<br>
pemegang kunci surga ini kepada<br>
penerusnya, maka muncul-lah<br>
dinasti Paus di Katolik Roma yang<br>
mewarisi hak pemegang kunci<br>
surga. Masalahnya : ternyata Paus-<br>
Paus tersebut adalah manusia biasa<br>
yang tidak terlepas dari dosa, dan<br>
ironisnya sebagai pemegang kunci<br>
surga juga punya hak untuk<br>
menghapus dosa, seperti tercantum<br>
dalam kitab suci :<br>
Yoh. 20:23 Jikalau kamu<br>
mengampuni dosa orang,<br>
dosanya diampuni, dan jikalau<br>
kamu menyatakan dosa orang<br>
tetap ada, dosanya tetap ada.”<br>
Bayangkan, para Paus ini bisa<br>
menentukan seseorang masuk surga<br>
atau tidak, dia bilang anda selamat<br>
maka anda akan selamat, dia bilang<br>
anda tetap berdosa maka anda<br>
akan tetap berdosa, tidak ada jalan<br>
lain untuk menghapus dosa anda.<br>
Namun Paus tentu tidak sendirian,<br>
karena gereja adalah suatu lembaga<br>
yang di isi oleh banyak perangkat<br>
dan orang, tidak mungkin Paus bisa<br>
menjalankan ‘roda administrasi’<br>
memegang kunci surga sendirian,<br>
maka Paus dibantu oleh para<br>
Uskup, Kardinal, Pastor yang<br>
dilimpahkan ‘cipratan’ wewenang<br>
untuk menghapus dosa. Celakanya<br>
semua perangkat gereja tersebut<br>
manusia biasa juga yang tidak luput<br>
dari dosa.<br>
Lalu Paus yang berdosa bilang<br>
sama Uskup :”Sekarang saya yang<br>
pegang kunci surga dan dikasih<br>
kuasa untuk menghapus dosa, mau<br>
nggak dosa anda saya hapus..??”,<br>
tentu saja si Uskup mau, lalu Paus<br>
bilang :”Tapi nanti kunci surganya<br>
saya delegasikan ke kamu yaa..??<br>
supaya kamu juga menghapus dosa<br>
saya…”, nah…win-win solution<br>
namanya, dua-duanya happy.. Lalu<br>
Paus kongkalingkong sama Uskup :”<br>
Kita bikin proyek penghapusan<br>
dosa yuk…, umat khan banyak yang<br>
butuh, lhaa..namanya mereka<br>
manusia biasa pasti banyak dosa<br>
dan ingin supaya dosanya dihapus<br>
juga..”, ada demand ada bisnis,<br>
maka gereja katolik mengarang-<br>
ngarang ritual untuk menghapus<br>
dosa, karena namanya proyek tentu<br>
harus ada dukungan dana, si<br>
jemaat yang memang butuh supaya<br>
dosanya dihapus nggak bakalan<br>
mikir untuk mengeluarkan biaya<br>
berapapun agar dosanya terhapus<br>
dan melenggang masuk surga.<br>
Semua happy, Paus dan Uskup<br>
kenyang, gereja bisa berjalan, si<br>
jemaat juga puas.<br>
Lalu datang Matin Luther, sebagai<br>
orang yang cerdas dia melihat ini<br>
sudah menyimpang dari kebenaran,<br>
surga sudah dikangkangi oleh<br>
gereja dan oknum-oknumnya,<br>
ternyata wewenang pemegang kunci<br>
surga yang diberikan Yesus Kristus<br>
mengakibatkan, bukan malah<br>
menghasilkan kebaikan dan<br>
keselamatan bagi semua orang,<br>
sebaliknya justru dijadikan alat<br>
untuk membuat dosa-dosa baru,<br>
yang kemudian bisa dihapus oleh<br>
gereja. Setali tiga uang dengan<br>
kelakuan gereja sendiri, merasa<br>
sebagai pemegang kunci surga,<br>
perbuatan dosa makin menjadi-<br>
jadi, toh..bisa saling menghapus<br>
dosa. Maka Martin Luther<br>
mengeluarkan ajaran : semua orang<br>
berhak untuk menghapus dosanya<br>
sendiri, tidak ada itu wewenang<br>
gereja untuk menentukan kita<br>
berdosa atau tidak, yang<br>
menentukan adalah Tuhan sendiri,<br>
keselamatan adalah semata-mata<br>
merupakan anugerah Tuhan, dan<br>
itu didapat karena adanya iman<br>
dalam dada. Kelakuan gereja<br>
Katolik sami mawon dengan<br>
kelakuan Yahudi dalam menentukan<br>
keselamatan mereka, Luther juga<br>
punya dasar alkitabiyah :<br>
Gal. 3:12 Tetapi dasar hukum<br>
Taurat bukanlah iman,<br>
melainkan siapa yang<br>
melakukannya, akan hidup<br>
karenanya.<br>
Rm. 3:28 Karena kami yakin,<br>
bahwa manusia dibenarkan karena<br>
iman, dan bukan karena ia<br>
melakukan hukum Taurat.<br>
Ef. 2:8 Sebab karena kasih karunia<br>
kamu diselamatkan oleh iman; itu<br>
bukan hasil usahamu, tetapi<br>
pemberian Allah,<br>
Tidak masuk akal para manusia<br>
berdosa seperti Paus dan Uskup<br>
bisa memegang kunci surga. Apa<br>
bedanya gereja Katolik dengan<br>
Yahudi kalau begitu..?? apa bedanya<br>
para Paus dan Uskup dengan Imam<br>
Yahudi, dua-duanya sama-sama<br>
memonopoli keselamatan melalui<br>
ritual yang harus dijalankan. Lalu<br>
bagaimana caranya..?? Sayang<br>
sekali Martin Luther waktu itu tidak<br>
melirik kepada ajaran Islam yang<br>
mengajarkan keseimbangan antara<br>
iman dan amal baik sebagai syarat<br>
masuk surga, bahwa keselamatan<br>
diperoleh karena adanya ‘interaksi’<br>
antara anugerah Tuhan dan usaha<br>
manusia.<br>
Luther bereaksi terhadap<br>
kebobrokan gereja Katolik,<br>
bergerak dari satu titik ekstrim ke<br>
titik ekstrim lain. Hasil pikiran ini<br>
menghasilkan ajang bisnis baru di<br>
dunia Kekristenan : Proyek Iman.<br>
Kalau memang surga didapat hanya<br>
karena iman, lalu bagaimana<br>
menentukan bahwa kita saat ini<br>
benar-benar sudah beriman..??<br>
ketika seseorang telah menyatakan<br>
dirinya sudah beriman maka<br>
dikatakan orang tersebut sudah<br>
‘terlahir baru’, berubah dari<br>
manusia berdosa menjadi orang<br>
yang selalu dibawah naungan<br>
Tuhan. Cuma masalahnya : sebagai<br>
manusia tetap saja edan-eling,<br>
kadang sadar, dilain waktu ngawur<br>
lagi, emang sih…kuantitas dan<br>
kualitas perbuatan dosa sudah jauh<br>
berkurang dibandingkan ‘masa<br>
jahiliyah’ dulu, tapi hati tetap<br>
bertanya : saya ini sudah selamat<br>
apa belum yaa..?? Pengikut Martin<br>
Luther butuh kepastian, maka : ada<br>
demand tentu ada bisnis. Muncul-<br>
lah orang-orang yang mengaku<br>
sudah terlahir baru dan<br>
menyatakan bisa mengukuhkan dan<br>
memastikan seseorang sudah<br>
beriman atau belum. Karena ini<br>
menyangkut objek yang abstrak dan<br>
tidak bisa diuji secara eksak, maka<br>
sulit untuk menentukan ‘standard<br>
keselamatan’. Orang-orang ini bikin<br>
gereja sendiri, sewa ruko atau<br>
rukan, yang punya modal cukup,<br>
bisa bikin bangunan megah dan<br>
menyewa stasiun televisi untuk<br>
menyebarkan kemampuannya<br>
mengukuhkan iman. Ini semua<br>
memerlukan dana yang tidak<br>
sedikit untuk sewa atau beli<br>
bangunan, bayar sound system dan<br>
sewa jam tayang ditelevisi,<br>
termasuk tentunya buat gaji si<br>
pengelola untuk nafkah hidup dia<br>
dan keluarganya. Maka teknik-<br>
teknik berkhotbah dipelajari dan<br>
didalami supaya bisa meraup<br>
banyak pengikut, kalau perlu sedikit<br>
demonstrasi mukjizat, boleh pakai<br>
sulap atau trik-trik lainnya semisal<br>
orang lumpuh tiba-tiba bisa jalan.<br>
Tentu saja hal ini ditangkap oleh<br>
pengikut Kristen yang memang<br>
membutuhkan kepastian<br>
keselamatannya. Uang bukan<br>
masalah untuk membeli<br>
keselamatan, terjadi lagi win-win<br>
solution, si pendeta happy, jemaat<br>
juga senang. Nasib umat Kristen<br>
Ibarat : “Keluar dari mulut<br>
harimau, masuk mulut buaya”.<br>
Umat Islam sebenarnya prihatin<br>
melihat nasib yang dialami saudara-<br>
saudara mereka ini, terlihat adanya<br>
kebingungan dan kesesatan, bahkan<br>
sekalipun dilihat dari sisi akal<br>
sehat, namun saudara-saudara<br>
Kristen mereka ini banyak yang<br>
tidak menyadarinya, atau ada juga<br>
sebagian sebenarnya punya<br>
kesadaran telah tersesat, namun<br>
gengsi untuk mengakui, lalu<br>
bersikap ‘pura-pura tidak tersesat’.<br>
Ini juga sikap yang menimbulkan<br>
keprihatinan karena yang<br>
dipertaruhkan adalah nasibnya<br>
kelak di akherat, dan yang akan<br>
mengalaminya tentu si Kristen itu<br>
sendiri.</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-nCi6kGzpdY0/UfV_EQ_rhmI/AAAAAAAAAog/pr1jSFpZ1UA/s1600/-9150518522608576762.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-nCi6kGzpdY0/UfV_EQ_rhmI/AAAAAAAAAog/pr1jSFpZ1UA/s320/-9150518522608576762.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-66692924091467426912013-06-29T09:12:00.001-07:002013-10-03T05:54:48.101-07:00Permainan Yang Melecehkan Islam<p>Islam itu senantiasa mendapatkan pelecehan.tidak ketinggalan sampai─sampai permainanpun tak luput dari tangan <br>
si jahil…ツ <br>
Mengapa…? Ada apa …? mungkin ada jawaban di benak kita masing─masing.<br>
⇩ Inilah 8 Game Online<br>
yang Melecehkan<br>
Simbol Simbol Islam yg di rangkum dari berbagai sumber internet. ∵</p>
<p>Beberapa Waktu lalu sebagian Publik<br>
dunia dihebohkan oleh Film Anti<br>
Islam "innocence of Moslims"<br>
yang dibuat oleh Seorang Penipu,<br>
bagi umat Islam yang Aktif dalam<br>
diskusi lintas Agama<br>
Hujatan,Hinaan dan Pembentukan<br>
Opini buruk tentang Nabi<br>
Muhammad Shallallahu alaihi<br>
wassalam yang disajikan dalam<br>
film tersebut hanyalah sebagian<br>
kecil saja, tetapi kenyataan<br>
tersebut adalah mengungkap<br>
kebenenaran ayat ayat Allah yaitu<br>
tentang keberadaan sekelompok<br>
orang yang memiliki kebencian<br>
terhadap Islam,yaitu dari<br>
kalangan orang Kafir dan Orang<br>
Musyrik<br>
Qs Ash Shaf 8<br>
َﻥﻭُﺪﻳِﺮُﻳ ﺍﻮُﺌِﻔْﻄُﻴِﻟ َﺭﻮُﻧ ِﻪَّﻠﻟﺍ<br>
ْﻢِﻬِﻫﺍَﻮْﻓَﺄِﺑ ُﻪَّﻠﻟﺍَﻭ ُّﻢِﺘُﻣ ِﻩِﺭﻮُﻧ<br>
ْﻮَﻟَﻭ َﻩِﺮَﻛ َﻥﻭُﺮِﻓﺎَﻜْﻟﺍ<br>
Mereka ingin hendak<br>
memadamkan cahaya (agama)<br>
Allah dengan mulut (ucapan-<br>
ucapan) mereka, dan Allah<br>
tetap menyempurnakan<br>
cahaya-Nya meskipun orang-<br>
orang kafir benci.<br>
َﻮُﻫ ﻱِﺬَّﻟﺍ َﻞَﺳْﺭَﺃ ُﻪَﻟﻮُﺳَﺭ<br>
ٰﻯَﺪُﻬْﻟﺎِﺑ ِﻦﻳِﺩَﻭ ِّﻖَﺤْﻟﺍ<br>
ُﻩَﺮِﻬْﻈُﻴِﻟ ﻰَﻠَﻋ ِﻦﻳِّﺪﻟﺍ ِﻪِّﻠُﻛ<br>
ْﻮَﻟَﻭ َﻩِﺮَﻛ َﻥﻮُﻛِﺮْﺸُﻤْﻟﺍ<br>
Dia-lah yang mengutus Rasul-<br>
Nya dengan membawa<br>
petunjuk dan agama yang<br>
benar agar Dia<br>
memenangkannya di atas<br>
segala agama-agama meskipun<br>
orang-orang musyrik benci.<br>
Orang Kafir dan Orang Musyrik<br>
dari waktu ke waktu hingga akhir<br>
Zaman sebagian mereka akan<br>
menunjukan kebencian mereka<br>
dengan menggunakan berbagai<br>
Media media sejamannya.<br>
Kalau dahulu orang Kafir dan<br>
Orang Musyrik menunjukan<br>
Kebencian mereka melalui<br>
syair ,kemudian melalui buku<br>
buku, kini bisa kita saksikan<br>
beberapa tahun belakangan ini,<br>
Orang Kafir dan Orang Musyrik<br>
menyampaikan dalam beraneka<br>
ragam media.<br>
Mereka menggunakan media<br>
media yang diminati oleh banyak<br>
orang dari<br>
Novel ,Komik,Karikatur,Blog,Web,<br>
Film. dan Game Online ,sebuah<br>
media permainan yang banyak<br>
digemari banyak orang terutama<br>
kalangan anak anak dan<br>
remaja .juga tidak lepas dari<br>
upaya orang Kafir dan Musyrik.<br>
Pada tulisan ini mengungkap<br>
beberapa contoh Game Online<br>
yang melecehkan Simbol simbol<br>
Islam,<br>
Informasi ini saya kira sangat<br>
penting kita ketahui terutama<br>
umat Islam bahwa berbagai<br>
cara dilakukan orang kafir<br>
dalam upayanya menghina<br>
agama Islam salah satunya<br>
disisipkan melalui game baik<br>
melalui jalan cerita, tokoh atau<br>
properti yang digambarkan.<br>
Berikut ini beberapa game yang<br>
didalamnya terdapat<br>
penghinaan terhadap agama<br>
Islam :<br>
1 .DEVIL MAY CRY 3<br>
Game buatan CAPCOM yang<br>
banyak digemari ini<br>
menceritakan mengenai<br>
seorang tokoh yang bertugas<br>
membasmi setan untuk<br>
menyelesaikannya harus<br>
melalui 12 pintu. Tokoh<br>
utamanya bernama Dante,<br>
nama karakter ini diambil dari<br>
nama Dante Alighieri seorang<br>
penyair Italy abad ke-14, dan<br>
pejuang di masa Perang Salib<br>
III.<br>
Adapun unsur penghinaan<br>
terhadap Islam pada game ini<br>
adalah beberapa scene dalam<br>
game tersebut ditampilkan<br>
pintu yang sangat mirip dengan<br>
pintu Ka'bah sebagai pintu<br>
yang menghubungkan antara<br>
dunia setan dan dunia nyata,<br>
lihat sceenshot dibawah.<br>
Yang membukakan pintu<br>
adalah karakter yang<br>
membawa kitab diceritakan dia<br>
adalah budak setan. Ketika<br>
membuka pintu, karakter<br>
tersebut membaca mantra yang<br>
kurang lebih artinya "wahai<br>
pintu yang menghubungkan<br>
dunia kegelapan". Di akhir<br>
scene karakter tersebut<br>
membaca kitab yang<br>
dibawanya yaitu 7 ayat<br>
kemusnahan yang tercatat<br>
didalam bible, "Wrath, Sloth,<br>
Lust, Gluttony, Greed, Pride<br>
dan terakhir Envy".<br>
Penghinaan di game ini saya<br>
rasa sangat jelas, karena<br>
Ka'bah adalah kiblat seluruh<br>
umat Islam di dunia, jadi<br>
sangat mustahil orang kafir itu<br>
tidak mengetahui hal tersebut,<br>
sehingga mereka membuatnya<br>
menjadi pintu masuk ke sarang<br>
setan ini sudah sangat sangat<br>
keterlaluan.<br>
2.RESIDENT EVIL 4<br>
Resident Evil 4 merupakan<br>
game bercerita tentang bahaya<br>
virus biologi yang bisa<br>
merubah manusia jadi zombie.<br>
Singkatnya, misi pada game ini<br>
adalah untuk menyelamatkan<br>
anak presiden Amerika yang<br>
diculik oleh kelompok penjahat<br>
pemuja setan yang bernama<br>
"Los Illuminados" atau The<br>
Illuminated.<br>
Screenshot dari gameplay<br>
Resident Evil 4 yang menghina<br>
Islam.<br>
Bandingkan dengan gambar<br>
dibawah ini<br>
Pintu Masjid Nabawi tersebut<br>
mereka tambahi dengan<br>
lambang kelompok penjahat<br>
"Los Illuminados".<br>
Game ini buatan CAPCOM dari<br>
Jepang sama seperti game Devil<br>
May Cry, jadi bukan sebuah<br>
kebetulan bila memang<br>
bertujuan untuk menghina<br>
Islam.<br>
3.PRINCE OF PERSIA<br>
The Sand of Time<br>
Game ini berlatar belakang<br>
Persia yang sekarang termasuk<br>
kawasan Iran, Irak dan Mesir<br>
walaupun settingnya Timur<br>
Tengah namun gamenya sama<br>
sekali tidak mengandung<br>
makna Islami, baik dari setting<br>
maupun jalan cerita, setting<br>
yang diambil di dalam game<br>
tersebut adalah pada masa<br>
Persia sebelum Islam, yaitu<br>
pada masa mereka masih<br>
menganut faham zoroaster.<br>
Cerita dari game ini tentang<br>
seorang pangeran yang hendak<br>
membalas dendam, memang<br>
secara kasat mata tidak terlalu<br>
nampak penghinaannya.<br>
Namun kalau dicermati pada<br>
pedang Pangeran Dastan tokoh<br>
utama pada game ini.<br>
Terdapat tulisan kaligrafi<br>
arab yang artinya "Sebarkanlah<br>
ajaranku walaupun satu ayat.."<br>
yang merupakan Hadits<br>
Rasulullah SAW. Pangeran<br>
Dastan menggunakan<br>
pedangnya untuk membalas<br>
dendam dan membunuh siapa<br>
saja yang menghalanginya, jadi<br>
secara tidak langsung game ini<br>
mengatakan bahwa ajaran<br>
Islam disebarkan dengan cara<br>
kekerasan dan pembunuhan.<br>
4.DANTE'S INFERNO<br>
Dante’s Inferno adalah game<br>
mengenai seorang karakter<br>
yang misinya dilakukan di<br>
dalam neraka, pemain<br>
membuat pilihan<br>
memusnahkan atau<br>
menyucikan roh manusia yang<br>
dikutuk menggunakan cahaya<br>
salib untuk dihantarkan ke<br>
surga. Game ini menggunakan<br>
tempat neraka yang<br>
digambarkan terbahagi menjadi<br>
sembilan tingkat lingkaran<br>
(Circles Of Hell) menurut dosa<br>
pada setiap manusia, seperti<br>
Lust, Gluttony, Greed, Anger,<br>
Violence, dan lain sebagainya.<br>
Dante adalah karakter yang di<br>
adaptasikan dari nama Dante<br>
Alighieri, seorang penyair abad<br>
ke-14, seorang pejuang di masa<br>
Perang Salib III sama seperti<br>
nama karakter game Devil May<br>
Cry.<br>
Lalu dimana letak penghinaan<br>
dalam game ini ?<br>
Menurut website Gameslatest<br>
bahwa negara Timur Tengah<br>
telah mengharamkan game<br>
Dante's Inferno yang<br>
diterbitkan oleh perusahaan<br>
pengembang EA Games karena<br>
latar belakang cerita game ini<br>
yang diambil dari seorang<br>
penyair Dante Alighieri<br>
(1265-1321), sastrawan besar<br>
Italy, dalam Inferno-nya<br>
mengatakan bahwa Nabi<br>
Muhammad SAW dan sahabat<br>
beliau, Ali bin Abi Talib,<br>
dimasukkan ke dalam neraka<br>
tingkat ke lapan, karena ia<br>
telah memecah belah<br>
masyarakat dengan ajarannya<br>
dan menabur kekejian selama<br>
hidupnya. Berdasarkan maksud<br>
yang tersirat pada "sajak<br>
suci"nya dari Inferno Canto<br>
XXVIII.<br>
Inferno XXVIII, 19-42<br>
Gambaran ilustrasi di atas<br>
diambil dari salah satu<br>
lukisan-lukisan dari berbagai<br>
manuskrip yang tersimpan di<br>
perpustakaan-perpustakaan<br>
besar dunia termasuk ada yang<br>
telah membuat satu film bisu<br>
pada tahun 1911 (The 1911<br>
Italian silent film L’Inferno<br>
contained a dramatization of the<br>
scene; Mohammed is shown with<br>
his entrails hanging out ).<br>
Jadi game Dante's Inferno ini<br>
telah menerapkan nilai-nilai<br>
negatif dan berunsur<br>
penghinaan kepada umat Islam<br>
seluruh dunia dari sajak Dante<br>
Alighieri.<br>
CLIVE BARKER'S UNDYING<br>
Game besutan EA Games ini<br>
menceritakan tentang<br>
perlawanan terhadap setan<br>
dengan karakter utama<br>
bernama Clive Barker di mana<br>
ia harus membunuh semua<br>
setan yang menguasai sebuah<br>
istana dan menghidupkan<br>
kembali pemilik istana. Tetapi<br>
yang digambarkan dalam<br>
istana yang diduduki setan itu<br>
terdapat nama Allah di dinding<br>
istana tersebut. Ini seolah-olah<br>
menggambarkan bahwa siapa<br>
yang menyembah Allah itu<br>
adalah sekutu setan,<br>
perharikan gambar di bawah.<br>
GUITAR HERO 3<br>
Legends Of Rock<br>
Guitar Hero 3 adalah<br>
permainan komputer yang<br>
memainkan lagu-lagu rock<br>
klasik, dalam beberapa scene<br>
game Guitar Hero 3 ini telah<br>
menghina kalimah Allah SWT.<br>
Perhatikan bagaimana tulisan<br>
kalimah Allah ini telah<br>
dijadikan lantai dan kemudian<br>
dipijak-pijak oleh makhluk<br>
yang serupa setan bermain<br>
gitar. Sungguh biadap game ini.<br>
Game ini dibuat oleh Neversoft<br>
dan dikeluarkan oleh Activision<br>
dan RedOctane. Neversoft<br>
adalah sebuah pengembang<br>
game yang pusat di Amerika<br>
Serikat. Dimiliki oleh Joel<br>
Jewett (berasal dari Montana,<br>
Amerika) bersama dengan Chris<br>
Ward dan Mick West. Chris dan<br>
Mick keduanya berasal dari<br>
Yorkshire, England.<br>
STRONGHOLD CRUSADER<br>
Game mengambil setting<br>
kisah Perang Salib atau<br>
Crusader, perang salib menurut<br>
sejarahnya adalah perang<br>
bernuansa keagamaan antara<br>
kaum Muslimin dan Nasrani,<br>
dimana banyak orang Islam<br>
yang dibantai dalam<br>
peperangan tersebut.<br>
COUNTER STRIKE<br>
Condition Zero - Deleted<br>
Scenes<br>
Game Counter Strike<br>
Condition Zero - Deleted Scenes<br>
ini bersetting tentang perang<br>
terhadap teroris atau pembajak,<br>
dimana sering terdengar<br>
kalimat "Allahu Akbar " dan<br>
"Jihat " setiap kali para teroris<br>
yang tertembak. Sehingga<br>
seakan-akan mengidentikkan<br>
teroris atau penjahat dengan<br>
Islam.<br>
Jadi buat kita semua agar<br>
selalu waspada terhadap<br>
propaganda orang-orang kafir<br>
yang dengan berbagai cara<br>
untuk merusak akidah Islam<br>
dalam kehidupan termasuk<br>
dalam hal-hal yang kecil<br>
sekalipun, apalagi yang sudah<br>
mempunyai anak agar lebih<br>
memperhatikan pergaulan dan<br>
apa yang lakukannya dengan<br>
lebih bijak.<br>
Semoga bermanfaat Dan Salam.✔</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-fBTrEKbNL_g/Uc8FiYYr4VI/AAAAAAAAAkM/4Uwr51NmVPM/s1600/DevilMyCry3%25252BMenghina3.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-fBTrEKbNL_g/Uc8FiYYr4VI/AAAAAAAAAkM/4Uwr51NmVPM/s320/DevilMyCry3%25252BMenghina3.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-xiGp9u33NUk/Uc8Fl0u_QKI/AAAAAAAAAkU/72lIy6jH5Is/s1600/Prince%25252Bof%25252BPersia%25252BThe%25252BSands%25252Bof%25252BTime.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-xiGp9u33NUk/Uc8Fl0u_QKI/AAAAAAAAAkU/72lIy6jH5Is/s320/Prince%25252Bof%25252BPersia%25252BThe%25252BSands%25252Bof%25252BTime.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-1plaXCpdXmA/Uc8FoCSaAKI/AAAAAAAAAkc/nJIijbXDDHw/s1600/guitar-hero-3.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-1plaXCpdXmA/Uc8FoCSaAKI/AAAAAAAAAkc/nJIijbXDDHw/s320/guitar-hero-3.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-Q7e5Jm1ehhE/Uc8Gb6jdeuI/AAAAAAAAAkw/OLL1Gd8uCT4/s1600/prince-of-persia-wallpaper.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-Q7e5Jm1ehhE/Uc8Gb6jdeuI/AAAAAAAAAkw/OLL1Gd8uCT4/s320/prince-of-persia-wallpaper.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-ktMDK1KvyNM/Uc8GfX7ETQI/AAAAAAAAAk8/ExPIvyiXuXw/s1600/gitarkeji2.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-ktMDK1KvyNM/Uc8GfX7ETQI/AAAAAAAAAk8/ExPIvyiXuXw/s320/gitarkeji2.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-HSTlDCWExjI/Uc8GjhGufFI/AAAAAAAAAlE/lnpe_3OtGqo/s1600/dantes-inferno.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-HSTlDCWExjI/Uc8GjhGufFI/AAAAAAAAAlE/lnpe_3OtGqo/s320/dantes-inferno.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-iOv4ym4QeIc/Uc8GmErf0pI/AAAAAAAAAlM/r67vC45OSV4/s1600/game-undying3%25252Bmenghina%25252B1.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-iOv4ym4QeIc/Uc8GmErf0pI/AAAAAAAAAlM/r67vC45OSV4/s320/game-undying3%25252Bmenghina%25252B1.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-dWsOqoCzcTI/Uc8Gn8ktiBI/AAAAAAAAAlU/dUJse6uBotA/s1600/dantes-02.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-dWsOqoCzcTI/Uc8Gn8ktiBI/AAAAAAAAAlU/dUJse6uBotA/s320/dantes-02.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-dqG5mhvGz9I/Uc8GrzBYNuI/AAAAAAAAAlc/EEJHRd2cIeo/s1600/clive_barker%25252527s-undying_insults_islam_3.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-dqG5mhvGz9I/Uc8GrzBYNuI/AAAAAAAAAlc/EEJHRd2cIeo/s320/clive_barker%25252527s-undying_insults_islam_3.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-NTVakh-flSs/Uc8GvcEHH6I/AAAAAAAAAlk/eKdT3APBsDM/s1600/sc3_aspirasisoft.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-NTVakh-flSs/Uc8GvcEHH6I/AAAAAAAAAlk/eKdT3APBsDM/s320/sc3_aspirasisoft.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-3PIh90w5zjo/Uc8GxjWivzI/AAAAAAAAAls/WFq4cK1ICRQ/s1600/Devil-May-Cry-3.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-3PIh90w5zjo/Uc8GxjWivzI/AAAAAAAAAls/WFq4cK1ICRQ/s320/Devil-May-Cry-3.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-popKEzcf7vY/Uc8GzjmnQ7I/AAAAAAAAAl0/iDFPY4wr6U0/s1600/omar-bin-khattab-door-masjid-nabwi.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-popKEzcf7vY/Uc8GzjmnQ7I/AAAAAAAAAl0/iDFPY4wr6U0/s320/omar-bin-khattab-door-masjid-nabwi.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-Typ2NTzxmKs/Uc8G3r5tltI/AAAAAAAAAl8/uQ__4RF7r5E/s1600/side-by-side.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-Typ2NTzxmKs/Uc8G3r5tltI/AAAAAAAAAl8/uQ__4RF7r5E/s320/side-by-side.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-41Xi8brSOrg/Uc8G7jSw00I/AAAAAAAAAmE/d1IIevt25IY/s1600/gitarkeji1.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-41Xi8brSOrg/Uc8G7jSw00I/AAAAAAAAAmE/d1IIevt25IY/s320/gitarkeji1.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-fozLyJRBKSM/Uc8HAAHyjXI/AAAAAAAAAmM/tw9TdhBev6s/s1600/side-by-side-with-motif.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-fozLyJRBKSM/Uc8HAAHyjXI/AAAAAAAAAmM/tw9TdhBev6s/s320/side-by-side-with-motif.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-c8WLMtR3cCs/Uc8HCk5fmiI/AAAAAAAAAmU/x4konttQVzQ/s1600/Stronghold%25252BCrusader%25252BExtreme.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-c8WLMtR3cCs/Uc8HCk5fmiI/AAAAAAAAAmU/x4konttQVzQ/s320/Stronghold%25252BCrusader%25252BExtreme.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-wUBNtEMfK-k/Uc8HF_AYK9I/AAAAAAAAAmc/c7XuHe4pADA/s1600/Resident%25252BEvil%25252B4.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-wUBNtEMfK-k/Uc8HF_AYK9I/AAAAAAAAAmc/c7XuHe4pADA/s320/Resident%25252BEvil%25252B4.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-1Rv1MV1NObo/Uc8HH9HAO_I/AAAAAAAAAmk/YuWRaF8JCxQ/s1600/dantes-07.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-1Rv1MV1NObo/Uc8HH9HAO_I/AAAAAAAAAmk/YuWRaF8JCxQ/s320/dantes-07.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-TZ7zaJab1Ms/Uc8HKo9pY-I/AAAAAAAAAms/q0IcSHuKTuA/s1600/game_me-2009-11-21-14-48-20-04.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-TZ7zaJab1Ms/Uc8HKo9pY-I/AAAAAAAAAms/q0IcSHuKTuA/s320/game_me-2009-11-21-14-48-20-04.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-2G4m5TkvjJ4/Uc8HOGbTvNI/AAAAAAAAAm0/YX9dtC0Sx0c/s1600/04800419trim.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-2G4m5TkvjJ4/Uc8HOGbTvNI/AAAAAAAAAm0/YX9dtC0Sx0c/s320/04800419trim.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-aaaUA8H1eTI/Uc8HRSl7FsI/AAAAAAAAAm8/25bDQaFDfkA/s1600/kabba%25252Bdoor.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-aaaUA8H1eTI/Uc8HRSl7FsI/AAAAAAAAAm8/25bDQaFDfkA/s320/kabba%25252Bdoor.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-K3N5pPFigCM/Uc8HS3uGcEI/AAAAAAAAAnE/mwPIi0uW420/s1600/clive-barkers-undying%25252B1.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-K3N5pPFigCM/Uc8HS3uGcEI/AAAAAAAAAnE/mwPIi0uW420/s320/clive-barkers-undying%25252B1.jpg' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-3QxuARo030s/Uc8HUpL6YUI/AAAAAAAAAnM/7u01vRFGU6I/s1600/logo%25252BLos%25252BIlluminados.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-3QxuARo030s/Uc8HUpL6YUI/AAAAAAAAAnM/7u01vRFGU6I/s320/logo%25252BLos%25252BIlluminados.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-45730962729524669312013-04-17T21:50:00.001-07:002013-10-06T22:26:34.266-07:00Ada Ulama Yang Seperti Hewan Peliharaan....!<p>Salamu'alikum Wr.Wb.<br>
Renungan bagi kita bersama khususnya para ulama yang seperti judul di atas.<br>
Berbuat kerusakan di muka bumi<br>
kebanyakan bermula dari<br>
keinginan seseorang untuk<br>
berkuasa dan memerintah, suka<br>
menyombongkan diri dan senang<br>
menonjol. Kesemuanya bermula<br>
dari tingkatan yang paling rendah<br>
sampai kepada tingkatan yang<br>
paling tinggi. Dimana di sana akan<br>
terbentuk ikatan dosa, sumber<br>
kejahatan dan kubangan fitnah.<br>
Ibnu Mas’ud atau Hudzhaifah Ra<br>
mengatakan :<br>
“Sesungguhnya pada pintu istana<br>
para sultan (penguasa) terdapat<br>
fitnah seperti tempat<br>
menderumnya unta.”<br>
Mereka, yakni orang orang salaf,<br>
memperingatkan umat supaya<br>
jangan mendatangi penguasa jika<br>
di dalam hati mereka tidak ada<br>
maksud menasehati atau<br>
mencegah dari penyimpangannya,<br>
jika di dalam hati mereka tidak ada<br>
niat menjauhi harta kekayaannya.<br>
Jika engkau bermaksud untuk<br>
memasuki pintu istana Negara dan<br>
mendatangi mereka, maka ada dua<br>
hal yang harus engkau hindari dan<br>
jauhi : harta kekayaan mereka dan<br>
pemberian mereka. Sebab<br>
perkataanmu akan jatuh tak<br>
bernilai dalam sekejab begitu dinar<br>
dari tangan sultan jatuh ke<br>
tanganmu.<br>
Sebagaimana perkataan syaikh Said<br>
Al Halbi Rahimahullah , ketika<br>
Ibrahim Pasya datang ke negeri<br>
Syam, ketika itu Syaikh Sa’id<br>
dikelililingi oleh para muridnya,<br>
sedang memberikan pelajaran<br>
kepada mereka. Ibrahim Pasha<br>
masuk masjid di tempat pengajian<br>
tersebut, namun Syaikh Sa’id tidak<br>
mengacuhkannya , dia tetap<br>
mengajarkan dan menjulurkan<br>
kakinya. Melihat sikap yang<br>
ditunjukkan Syaikh Sa’id itu, maka<br>
Ibrahim Pasya pun keluar.<br>
Darahnya mendidih dan<br>
kemarahannya berkobar. Lalu ia<br>
mengambil sekantung uang dan<br>
memberikan kepada pelayannya<br>
serta berkata,”Letakkan ini di<br>
pangkuan Syaikh itu !” (Kantung<br>
uang inilah yang membuat banyak<br>
leher menekuk dan menunduk,<br>
kantung inilah yang membuat<br>
mulut tersumbat sehingga agama<br>
Allah dipetikemaskan). Maka<br>
pelayan tadi datang dan<br>
meletakkan kantung uang tersebut<br>
di pangkuan Syaikh Sa’id. Namun<br>
oleh Syaikh Sa’id , kantung tadi<br>
diangkat dan diberikan lagi<br>
kepadanya seraya mengatakan,”<br>
Katakan kepada tuanmu, bahwa<br>
orang yang menjulurkan kakinya<br>
tidak akan menjulurkan<br>
tangannya !”<br>
Mereka, para penguasa melihat<br>
orang orang yang mengambil harta<br>
mereka dengan pandangan sinis<br>
dan melecehkan, dengan nafsu<br>
mereka, dengan kegeraman hati<br>
mereka. Mereka berusaha untuk<br>
memuaskan hati para ulama<br>
dengan cara memberi hadiah<br>
kepada mereka sehingga para<br>
ulama mendiamkan kebatilan<br>
mereka dan membiarkan<br>
kezhaliman mereka. Para penguasa<br>
tadi melihat mereka tak ubahnya<br>
seperti binatang ternak yang<br>
berkumpul manakala diiming<br>
imingi seikat rumput dan lari<br>
bercerai berai manakala digertak<br>
oleh pengawal mereka.<br>
Pernah suatu ketika Khalifah Al<br>
Manshur mengunjungi Sufyan Ats<br>
Tsauri. Lalu dia mengatakan<br>
kepadanya, “ Hai Sufyan, apa yang<br>
menjadi hajatmu?”<br>
“Engkau dapat memberikannya<br>
padaku? Jawab Sufyan.<br>
“Ya” Jawan Al Manshur.<br>
Lalu Sufyan berkata,”Janganlah kau<br>
datang kepadaku sampai aku<br>
mengirim utusan kepadamu, dan<br>
janganlah mengirim seorang<br>
utusan padaku sampai aku sendiri<br>
yang minta.”<br>
Maka Al Manshur berkata seraya<br>
membalikkan badan dan kembali<br>
pulang,” Semua burung dapat kami<br>
jinakkan dan saya tangkap kecuali<br>
Sufyan”.<br>
Penguasa menganggap ulama<br>
adalah burung ?! . Penguasa<br>
memandang manusia bahkan para<br>
ulama adalah hewan, bagai ayam<br>
ayam kampung yang kemudian<br>
mereka bisa pelihara dengan<br>
makanan mereka dan kemudian<br>
mereka menyembelihnya kapan<br>
saja mereka mau. Orang orang<br>
saleh mengetahui ini semua.<br>
Mereka benar benar mengetahui<br>
dan memahaminya dari dasar hati<br>
mereka. – " Syaikh Abdullah Azzam "</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-218LLgf9REM/UW97l18wzjI/AAAAAAAAAjI/DBSGWjo8uEo/s1600/232311427390379601.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-218LLgf9REM/UW97l18wzjI/AAAAAAAAAjI/DBSGWjo8uEo/s320/232311427390379601.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-37829640930694054852013-04-07T09:07:00.001-07:002013-10-03T06:05:10.647-07:00 Mekkah Adalah Pusat Bumi<p>Berita Yang Mengheboh kan pada tahun 1977, ini sengaja di angkat kembali untuk bertengger di blog ini dengan harapan semoga dapat menambah wawasan kita bersama siapa tahu dengan asa saudara tetangga kita yang mendapat hidayah karena sebab-musabab ini, dan menambah tebalnya keyakinan bagi yang telah yakin dengan Agama Islam Yang Sempurna ini, </p>
<p>Temuan ilmiah yang<br>
menghebohkan para ilmuwan dan<br>
dipublikasikan pada bulan januari<br>
1977 menyebutkan,”Kota Mekah al<br>
Mukaramah adalah pusat daratan<br>
di dunia.” Fakta ini ditemukan<br>
setelah melalui riset panjang dan<br>
mengacu pada sejumlah table<br>
matematis yang sangat rumit<br>
dengan bantuan teknologi<br>
computer.<br>
Ilmuwan mesir, Dr Husein<br>
Kamaludin, penemu fakta ini<br>
menuturkan kisah penemuannya<br>
yang cukup mencengangkan ini;<br>
penelitian ini dimulai dengan<br>
tujuan yang sangat berbeda<br>
dengan hasil yang diperoleh. Pada<br>
awalnya penelitian dilakukan untuk<br>
mendapatkan suatu alat yang<br>
dapat membantu siapapun dan di<br>
tempat manapun dari penjuru<br>
dunia ini untuk mengetahui dan<br>
menentukan posisi kiblat. Sebab,<br>
selama perjalanannya ke Negara<br>
luar, ia merasa bahwa penentuan<br>
arah kiblat selalu menjadi masalah<br>
yang dihadapi seluruh umat<br>
muslim ketika berada di suatu<br>
tempat yang tidak ada masjidnya<br>
atau tempat shalat yang memiliki<br>
tanda jelas arah kiblat. Masalah ini<br>
juga sering dihadapi oleh<br>
seseorang yang berada di luar<br>
negeri (yang bukan negeri islam),<br>
misalnya para pelajar dan<br>
mahasiswa yang dikirim ke luar<br>
negeri.<br>
Karena itu, Dr Husain Kamaludin<br>
berfikir untuk membuat peta dunia<br>
baru yang dilengkapi petunjuk<br>
posisi arah kiblat. Setelah<br>
membuat rancangan awal riset<br>
pendahuluan yang diarahkan untuk<br>
membuat peta baru ini dan<br>
menggambar lima benua pada peta<br>
itu, tiba tiba temuan yang<br>
mengundang decak kagum itu<br>
muncul.<br>
Ilmuwan Mesir ini menemukan<br>
bahwa posisi kota Mekah berada<br>
tepat di tengah tengah dunia.<br>
Ia lalu memegang sebuah jangka<br>
dan meletakkan salah satu<br>
ujungnya di gambar kota Mekah<br>
lantas menjalankan ujung lainnya<br>
pada ujung setiap benua. Ternyata<br>
daratan yang ada di permukaan<br>
bola bumi terbagi secara<br>
sistematis di sekitar kota Mekah.<br>
Dari sini, ia menemukan bahwa<br>
kota Mekah adalah pusat daratan.<br>
Selanjutnya ia ambil peta kuno<br>
sebelum ditemukannya benua<br>
Amerika dan Australia. Setelah<br>
melakukan uji coba berkali kali, ia<br>
pun menemukan bahwa Mekah<br>
tetap menjadi titik sentral daratan,<br>
hingga ketika dibandingkan dengan<br>
kondisi peta dunia masa<br>
permulaan Islam.<br>
Dr Husain Kamaludin<br>
menambahkan, “Saya mulai<br>
penelitian ini dengan menggambar<br>
peta yang memperhitungkan jarak<br>
semua tempat di muka bumi<br>
dengan kota Mekah. Saya<br>
kemudian mengukur garis garis<br>
bujur yang sama untuk<br>
mengetahui posisi garis lintang<br>
dan garis bujur jika diukur dari<br>
kota Mekah. Setelah itu, saya<br>
gambar batas batas benua dan hak<br>
hak detail lainnya pada jaringan<br>
garis garis ini. Hal ini<br>
membutuhkan pemprosesan<br>
matematis yang sangat pelik,<br>
dengan bantuan teknologi<br>
computer guna menentukan jarak<br>
dan deviasi yang diperlukan.<br>
Penelitian ini juga membutuhkan<br>
software penggambar garis lintang<br>
dan garis bujur untuk proyeksi<br>
baru ini.<br>
Secara kebetulan saya menemukan<br>
bahwa saya dapat menggambar<br>
lingkaran yang berpusat di kota<br>
Mekah dan batas batasnya di luar<br>
ke ke-enam benua. Dan garis<br>
pinggir lingkaran ini mengitari<br>
batas batas luar benua benua<br>
tersebut.<br>
Dengan demikian, Mekah adalah<br>
jantung bumi. Dan hal ini<br>
sebelumnya sudah diindikasikan<br>
oleh sains modern melalui temuan<br>
para ilmuwan, yang menyebutkan<br>
kota Mekah merupakan pusat<br>
radiasi gravitasi magnetic.<br>
Fenomena unik juga akan<br>
dirasakan oleh semua orang yang<br>
mengunjungi kota Mekah untuk<br>
tujuan haji atau umrah, dengan<br>
hati yang tulus dan bertaubat<br>
kepada Allah. Ia merasa seolah<br>
olah tertarik dengan semua yang<br>
ada di Mekah, dari tanah,<br>
pegunungan, hingga semua yang<br>
ada di sana, seolah olah ia merasa<br>
melebur bersama kota Mekah<br>
dengan segenap jiwa dan raganya.<br>
Dan ini adalah perasaan yang terus<br>
berlangsung sejak awal keberadaan<br>
bumi.<br>
Sebagaimana halnya planet planet<br>
yang lain, bumi pun melakukan<br>
barter daya tarik dengan planet<br>
planet dan bintang bintang<br>
lainnya. Daya tarik ini bersumber<br>
dari dalam bumi yang bermuara<br>
pada satu titik sentral bumi yang<br>
juga menjadi sumber sinar radiasi.<br>
Titik temu plutonik inilah yang<br>
ditemukan oleh seorang ilmuwan<br>
Amerika dalam bidang topography<br>
setelah memastikan keberadaan<br>
dan letak geografisnya. Dalam hal<br>
ini ia tentu saja tidak didorong<br>
oleh keyakinan agama. Siang<br>
malam, dengan semangat tinggi ia<br>
bekerja di laboratoriumnya sambil<br>
menghadapi peta peta bumi dan<br>
perlengkapan lain. Dan tanpa<br>
sengaja ia menemukan bahwa<br>
pusat pertemuan radiasi kosmos<br>
berada di kota Mekah.<br>
Mengacu pada fakta fakta ilmiah<br>
di atas, kita pun bisa mengenali<br>
hikmah ilahiyah di balik pemilihan<br>
kota Mekah sebagai tempat<br>
berdirinya Baitullah, sekaligus<br>
sebagai tunas penyebaran risalah<br>
Islam di seluruh penjuru dunia.<br>
Dan ini membuktikan adanya<br>
kemukjizatan ilmiah yang<br>
terkandung dalam hadist Nabawi<br>
yang menampilkan keutamaan<br>
status kota Mekah dibandingkan<br>
tempat tempat yang lain di<br>
permukaan bumi. Wallahu alam.<br>
Allah SWT Berfirman,” dan agar<br>
kamu memberikan peringatan<br>
kepada penduduk Ummul Qura<br>
(Mekkah) dan orang orang yang di<br>
luar lingkungannya.” (QS Al An’am<br>
92)<br>
Nabi SAW berdiri di bukit<br>
Hazwarah (di Mekkah) lalu berkata<br>
pada kota Mekkah ,” Aku tahu<br>
bahwa engkau adalah sebaik baik<br>
bumi Allah dan yang paling<br>
dicintai Allah, seandainya<br>
keluargamu tidak mengeluarkan<br>
darimu, niscaya aku tidak<br>
keluar.’ (Musnad Ahmad)<br>
Sumber : Muhammad Kamil Abd<br>
Ash Shamad, Al I jaz al Ilmi fi al<br>
Islam wa as Sunnah an Nabawiyah</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-VgAU2RHn0Uw/UWGZodrb0YI/AAAAAAAAAik/Lz54FJC_VTk/s1600/images-31.jpeg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-VgAU2RHn0Uw/UWGZodrb0YI/AAAAAAAAAik/Lz54FJC_VTk/s320/images-31.jpeg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-44325231617187801492013-04-07T08:57:00.001-07:002013-04-07T08:57:00.103-07:00Pelecehan Gereja<p>Polisi Nilai Gereja<br>
Halangi Keadilan<br>
Karena tidak Laporkan<br>
Pelecehan Seksual<br>
selama 50 tahun<br>
Wakil Komisaris Kepolisian Negara<br>
Bagian Victoria, Australia, Graham<br>
Ashton, mengatakan gereja<br>
Katolik di wilayahnya lebih<br>
mementingkan reputasi ketimbang<br>
keselamatan korban pelecehan<br>
seksual. Ini terlihat ketika gereja<br>
menghilangkan bukti dan tidak<br>
melaporkan tuduhan kasus<br>
pelecehan dilakukan pastornya.<br>
Surat kabar the Herald Sun<br>
melaporkan, Jumat (19/10), pihak<br>
kepolisian menilai gereja telah<br>
menghalangi keadilan dan tidak<br>
melaporkan kasus pelecehan<br>
seksual selama 50 tahun.<br>
Ashton mengatakan banyak bukti<br>
dihilangkan saat polisi melakukan<br>
penyelidikan terkait kasus<br>
pelecehan. Dia menyebut dari 620<br>
kasus dilakukan gereja<br>
diantaranya banyak dilakukan di<br>
Victoria sejak 1956 dan tidak ada<br>
satu pun kasus dilaporkan.<br>
Dia mengatakan dalam 56 tahun<br>
terakhir pihak kepolisian telah<br>
melakukan penyelidikan terhadap<br>
2110 aksi kejahatan dilakukan<br>
oleh gereja. Dari 519 kasus, 370<br>
diantaranya dilakukan oleh pastor<br>
dan 87 persen korban merupakan<br>
bocah antara usia sebelas hingga<br>
12 tahun.<br>
Namun, bukannya melaporkan<br>
perihal pelecehan itu, Ashton<br>
menuduh gereja malah menutupi<br>
kasus itu dengan segala cara.<br>
"Tapi kalau orang asing masuk ke<br>
gereja dan memperkosa anak<br>
kecil, itu baru dilaporkan," ujar<br>
Ashton.<br>
Dia mengatakan anak-anak<br>
dengan orang tua sendiri<br>
merupakan target mudah dan<br>
terkadang mereka dilecehkan saat<br>
keadaan sepi. Aksi ini bisa<br>
dilancarkan pastor di beragam<br>
tempat, termasuk kelas,<br>
perkemahan, dan tempat<br>
pengakuan dosa.<br>
Profesor hukum, Patrick<br>
Parkinson, mendukung<br>
pernyataan Ashton dan menyebut<br>
agar membawa kasus ini ke ranah<br>
kriminal sebab gereja tidak<br>
melaporkan berbagai kejadian.<br>
"Gereja tidak pernah memperbaiki<br>
krisis ini jika polisi tidak<br>
melakukan penyelidikan,"<br>
ucapnya.<br>
Uskup Agung Ibu Kota Negara<br>
Bagian Victoria, Melbourne, Denis<br>
Hart, mengakui tuduhan<br>
diarahkan Ashton kepada gereja<br>
dalam pernyataan tertulisnya.<br>
Namun, dia berkilah kenapa<br>
gereja tidak terlihat melaporkan<br>
kasus pelecehan lantaran banyak<br>
korban merahasiakan pelaporan<br>
mereka.<br>
Lebih dari 600 anak-anak<br>
mengalami pelecehan seksual<br>
oleh pendeta di Gereja Katolik<br>
Lebih dari 600 anak-anak<br>
mengalami pelecehan seksual oleh<br>
pendeta di Gereja Katolik, negara<br>
bagian Victoria, Australia.<br>
Gereja Katolik Roma di Victoria<br>
itu mengkonfirmasi tindakan<br>
pelecehan seksual itu dilakukan<br>
sejak tahun 1930an.<br>
Uskup besar Melbourne, Denis<br>
Hart, menggambarkan banyaknya<br>
jumlah korban pelecehan seksual<br>
itu sangat "mengerikan dan<br>
memalukan".<br>
Mereka menyampaikan data ini<br>
sebagai bentuk kepatuhan kepada<br>
parlemen negara bagian meminta<br>
penyelidikan kasus kekerasan<br>
seksual tersebut.<br>
Para juru kampanye mengatakan<br>
jumlah korban sebenarnya<br>
diperkirakan lebih banyak hingga<br>
lebih dari 10.000.<br>
Dalam data Gereja, 620 kasus<br>
mulai terjadi pada 80 tahun yang<br>
lalu dengan sebagian besar kasus<br>
terjadi pada 1960 an dan 1980<br>
an.<br>
Gereja juga menyatakan tengah<br>
menyelidiki 45 kasus lainnya.<br>
Dalam pernyataannya, Uskup<br>
besar Hart mengatakan kasus itu<br>
penting untuk dibuka "mengenai<br>
pelecehan yang mengerikan yang<br>
terjadi di Victoria dan tempat<br>
lainnya".<br>
"Kami melihat penyelidikan ini<br>
mengarah ke pemulihan bagi<br>
mereka yang mengalami<br>
kekerasan, untuk menguji respon<br>
gereja secara luas, terutama<br>
selama 16 tahun, dan untuk<br>
membuat rekomendasi untuk<br>
meningkatkan perhatian kepada<br>
para korban dan mencegah<br>
tindakan serupa," kata pernyataan<br>
itu.<br>
Kelompok kampanye mengatakan<br>
bahwa banyak kasus kekerasan<br>
seksual tidak dilaporkan, dan<br>
mereka yakin jumlah korban<br>
diperkirakan hampir mencapai<br>
10.000 hanya di Victoria.<br>
Kekerasan terhadap anak-anak<br>
oleh pendeta di Gereja Katolik<br>
telah menjadi isu besar di<br>
Australia beberapa tahun terakhir.<br>
Dalam kunjungannya ke Australia<br>
pada Juli 2008 lalu, Paus<br>
Benedictus XVI bertemu dengan<br>
sejumlah korban dan<br>
menyampaikan permintaan maaf<br>
secara terbuka terhadap para<br>
korban atas kekerasan yang<br>
mereka alami.[bbc/merdeka]</p>
<p>Sumber:eramuslim.com</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-bzlmXNKgD5A/UWGXSSBQxoI/AAAAAAAAAic/ORmg5gqdOIc/s1600/gereja%25252Bkatedral%25252BAustralia.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-bzlmXNKgD5A/UWGXSSBQxoI/AAAAAAAAAic/ORmg5gqdOIc/s320/gereja%25252Bkatedral%25252BAustralia.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-82478663899026262412013-04-06T06:40:00.001-07:002013-09-09T10:06:40.701-07:00Akankah Pulau Sumatra Merdeka?<p>Oleh Adirao</p>
<p>Sepuluh tahun lebih saya berkawan<br>
dengan para sahabat dari beberapa<br>
wilayah. Dari pembicaraan mereka<br>
jelas nampak sekali ketidak puasan<br>
mereka terhadap management dan<br>
kepemimpinan Jakarta tidak dapat<br>
disembunyikan.<br>
Saya memprediksikan kalau<br>
seandainya berlaku perang antara<br>
Malaysia dengan Indonesia, maka<br>
yang sangat rugi itu adalah<br>
Indonesia. Sejumlah wilayah<br>
Indonesia yang memiliki dendam<br>
lama dengan pemerintah pusat<br>
karena pelanggaran HAM, ketidak<br>
adilan, ketidak profesionalismean<br>
dan sebagainya akan memanfaatkan<br>
situasi ini untuk memerdekakan diri<br>
serta keluar dari NKRI atau<br>
setidaknya menggabungkan diri atau<br>
membuat perjanjian kerjasama<br>
ekonomi dan militer dengan negara<br>
Singapura atau Malaysia. Biarlah<br>
kita dikatakan berafiliasi dengan<br>
Inggris, karena memang terbukti<br>
bahwa Inggris memang ingin semua<br>
manusia jadi makmur dan bahagia.<br>
Negara-negara yang terbentuk<br>
setelah kemerdekaan saat ini<br>
seperti Indonesia, Malaysia, dan<br>
Singapura tidak menunjukkan<br>
teritori dan kekuasaan raja-raja<br>
melayu Islam silam. Kerajaan Aceh<br>
Darussalam (1607-1936) dengan<br>
rajanya yang terkenal Iskandar<br>
Muda wilayah kekuasaannya<br>
meliputi Aceh, Deli, Johor, Bintan,<br>
Selangor, Kedah, Pahang sampai ke<br>
Semenanjung Malaka. Sebuah<br>
kerajaan Melayu Riau Lingga (Abad<br>
ke 19) wilayah kekuasaannya<br>
meliputi Deli, Johor, dan Pahang.<br>
Setelah merdeka bangsa Melayu<br>
dipisahkan menjadi warga negara<br>
Brunei, Indonesia, Malaysia,<br>
Singapura dan Selatan Thailand. Apa<br>
yang pasti, dalam istilah ilmu tidak<br>
mengenal adanya bangsa Brunei,<br>
Indonesia, Malaysia, Singapura dan<br>
Selatan Thailand. Karena bangsa<br>
bermaksud race. Istilah bangsa<br>
Brunei, Thailand, Malaysia dan<br>
sebagainya adalah istilah politik<br>
saja, yang benar adalah<br>
warganegara atau rakyat.<br>
Parameswara raja Malaka yang<br>
pertama adalah berasal dari<br>
Palembang. Kerajaan Aceh Darus<br>
Salam memiliki hubungan yang<br>
sangat erat dengan Kerajaan<br>
pahang, Malaka dan Johor. Keluarga<br>
Diraja Negeri Sembilan yaitu Yang<br>
Dipertuan Agung Malaysia yang<br>
pertama, yang sampai sekarang<br>
menjadi lambang mata uang<br>
Malaysia berasal dari Minangkabau.<br>
Kerajaan Johor Memiliki hubungan<br>
kekeluargaan yang rapat dengan<br>
Kerajaan Riau Lingga. Para Menteri<br>
dan pejabat tinggi lainnnya di<br>
Malaysia banyak yang memiliki<br>
darah Rao, Aceh, Riau,<br>
Minangkabau, Palembang, Jambi,<br>
kerinci.<br>
Kalau beberapa wilayah ini bersatu<br>
menghancurkan istana negara,<br>
gedung dpr/mpr, markaz besar TNI/<br>
Polri di Jakarta, maka secara<br>
otomatis negara Indonesia akan<br>
bubar dengan sendirinya. Ide-ide<br>
lama membentuk Sumatera<br>
Merdeka (Andalas), Kalimantan<br>
Merdeka, Sulawesi merdeka dll.<br>
akan memanfaatkan situasi ini<br>
untuk merealisasikan impian<br>
mereka. Para prajurit yang berasal<br>
dari daerah ini tidak mungkin akan<br>
menghancurkan kampung mereka<br>
sendiri.<br>
Membiarkan Jawa menjadi sebuah<br>
negara merdeka dengan Surabaya<br>
sebagai ibu kota negaranya dan sby<br>
sebagai Presiden seumur hidup atau<br>
menjadi sebuah kerajaan dengan<br>
Sultan Jogja menjadi pemerintahan<br>
yang tersendiri, terserahlah pada<br>
mereka<br>
Dari sini akan terlihat nantinya,<br>
kepemimpinan dari suku manakah<br>
yang paling berhasil memajukan<br>
negaranya masing-masing tersebut.<br>
Isu sejumlah wilayah mau keluar<br>
dari Indonesia sebenarnya bukan<br>
cerita baru dalam sejarah<br>
Indonesia. Gerakan Riau merdeka,<br>
Gerakan Aceh Merdeka dan<br>
sebagainya masih tersimpan dalam<br>
catatan sejarah yang soheh.<br>
Menurut Anhar Gonggong dan Arbi<br>
Sanit, hampir separo daerah di<br>
Indonesia menuntut kemerdekaan<br>
saat ini.<br>
Ada beberapa alasan mengapa<br>
sejumlah wilayah mau merdeka;<br>
1. Kekayaan Alam, Mereka memiliki<br>
kekayaan yang melimpah, tetapi<br>
kekayaan itu tidak dirasakan sama<br>
sekali oleh rakyatnya. Kemiskinan,<br>
buta huruf, pengangguran,<br>
bertambah, sementara<br>
pembangunan infrastruktur hampir<br>
tidak terlihat. Mereka hanya<br>
mendapatkan resiko saja seperti<br>
kerusakan alam, global warming,<br>
bencana alam dan sebagainya. Ini<br>
terutama berlaku di Aceh, Riau,<br>
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera<br>
secara keseluruhan.<br>
2. Dendam lama, Peristiwa APRA,<br>
Andi Aziz, Darul Islam, PRRI,<br>
Permesta di orde lama. Beberapa<br>
bekas daerah operasi militer<br>
(DOM), kezaliman dan penindasan<br>
hak-hak asasi mereka dibidang<br>
sosial, politik, ekonomi, budaya dan<br>
pembangunan di zaman orde baru.<br>
Pembantaian di Psantren Tengku<br>
Bantaqiyah, peristiwa KKA, DOM,<br>
Pemberhentian Jedah Kemanusiaan<br>
& kekerasan di Aceh, peristiwa<br>
Ummi Makasar, peristiwa<br>
Balukumba di Sulawesi di era<br>
reformasi dan sebagainya.<br>
3. Muak, dengan berbagai macam<br>
skandal perampokan uang rakyat<br>
yang semakin hari semakin<br>
menjadi-jadi dan tidak menemukan<br>
jalan penyelesaian. Seperti<br>
lingkaran setan yang tidak diketahui<br>
kapan bermula dan bila akan<br>
berakhir segala penyalahgunaan<br>
kuasa di negara ini. Skandal BLBI,<br>
Century, Rekening Gendut Polisi,<br>
Brunei Gate, Bulog Gate, Mafia<br>
pajak dan berbagai penyalahgunaan<br>
kuasa lainnya.<br>
4. Bosan, dengan tidak<br>
dirasakannya fungsi pemerintah<br>
oleh rakyat, sehingga keberadaan<br>
dengan ketiadaan pemerintah sama<br>
saja atau malah memperburuk<br>
keadaan saja. Ketidak pastian<br>
hukum dinegara ini seperti kasus<br>
Ibu Prita, Antasari, Susno Duadji,<br>
Sri Mulyani, kasus koruptor dan<br>
sebagainya.<br>
5. Capek, selalu menderita akibat<br>
ulah dan perangai pejabat negara<br>
yang bertindak seperti keparat yang<br>
menjajah, seperti preman yang<br>
menindas, seperti gangstar yang<br>
menggelisahkan. Public service yang<br>
tidak mesra pengunjung, fungsi<br>
keberadaan instansi pemerintah<br>
yang tidak terasa bahkan menindas<br>
rakyat, pembangunan infrastruktur<br>
yang lambat melempem dll.<br>
Tentu saja saya tidak mengharapkan<br>
semua ini berlaku karena<br>
ongkosnya terlalu mahal, apalagi<br>
kalau proses kemerdekaan itu<br>
memakan masa yang lama. Yang<br>
rugi adalah umat Islam juga<br>
tentunya. Keadaan akan kacau<br>
balau, pendidikan anak-anak akan<br>
terganggu, keamanan akan<br>
tergugat, kuasa besar akan<br>
memanfaatkan keadaan.<br>
Tetapi mungkin juga cita-cita untuk<br>
mendapatkan pemerintah yang<br>
baik, bersih, profesional, merakyat,<br>
kemakmuran, kebahagian,<br>
kesenangan hanya akan tercapai<br>
melalui jalan ini saja…<br>
Logika sederhana<br>
Bergabung dengan Malaysia atau<br>
Singapura, rakyat mereka bisa<br>
menikmati layanan kesehatan dari<br>
dokter yang ahli dengan peralatan<br>
rumah sakit yang canggih, anak-<br>
anak mereka akan bisa sekolah<br>
dengan kualitas pendidikan yang<br>
baik, murah, rakyatnya bisa<br>
menikmati terangnya lampu listrik<br>
yang tidak sering mati seperti PLN,<br>
dapat minum air bersih PAM, bisa<br>
membeli kenderaan.<br>
Bisa makan daging setiap hari,<br>
makanan lima sempurna mudah<br>
dan murah didapati. Transportasi<br>
yang lancar dan berkualitas, publik<br>
servis yang ramah, pegawai negara<br>
yang merakyat, mesra. ramah dan<br>
tidak korupsi, kebersihan yang<br>
selalu dijaga, kemakmuran,<br>
keamanan dan ketentraman yang<br>
selalu ada, kekayaan negara yang<br>
dimiliki dan dinikmati secara<br>
bersama.<br>
Disaat itu anda akan merasa lucu<br>
dan ketawa mendengar lagu Iwan<br>
Fals & Ebid G Ade tentang seorang<br>
anak yang mengais sampah untuk<br>
mencari sisa makanan yang<br>
dibuang, tentang orang tua yang<br>
terbakar melecur sekujur tubuhnya<br>
tetapi tidak dilayani rumah sakit<br>
karena tidak memiliki uang, tentang<br>
Umar Bakri guru SD yang memakai<br>
sepeda tua, tentang jadwal kereta<br>
api yang selalu terlambat, tentang<br>
pengemis tua dan pencopet muda<br>
mati berpelukan karena kelaparan,<br>
tentang bantuan keselamatan<br>
negara (SAR, Polisi, Pemadam<br>
kebakaran) yang datang lambat<br>
setelah semua korban meninggal<br>
dunia, tentang orang tua yang tidak<br>
mampu membeli susu untuk<br>
pertumbuhan anaknya menjadi<br>
sehat dan pintar, tentang bocah<br>
tukang semir dan penjaja koran<br>
yang berpacu dengan waktu antara<br>
sekolah dengan mencari sesuap<br>
nasi, tentang orang tua yang<br>
menggendong mayat anaknya ke<br>
kampung karena tidak mampu<br>
membayar ongkos kenderaan,<br>
tentang wakil rakyat yang tidak<br>
merakyat, tentang tikus-tikus<br>
kantor yang selalu menggerogoti<br>
uang rakyat, tentang polisi yang<br>
memperkaya diri dengan tawar<br>
menawar harga pas tancap gas.<br>
Waktu itu anda mungkin tak akan<br>
pernah mendengar lagi tentang<br>
rakyatmu yang mati bunuh diri<br>
karena kemiskinan, tentang orang<br>
miskin yang sanggup menunggu<br>
berjam-jam sampai ada yang mati<br>
rebutan pembagian zakat Rp<br>
35.000/keluarga, tentang rakyat<br>
yang hanya makan nasi dengan<br>
garam atau sayur tempe setiap hari,<br>
tentang rakyat yang hanya makan<br>
daging setahun sekali waktu hari<br>
raya haji saja. Karena dana bantuan<br>
sosial yang cukup untuk membeli<br>
rumah dan kenderaan sudah<br>
dimasukkan kedalam rekening<br>
mereka setiap bulannya.<br>
Waktu itu anda akan terbiasa<br>
mendengar berita tentang aparat<br>
negara yang dipenjara dan<br>
diberhentikan kerja karena hanya<br>
meminta uang sogokan Rp. 1 Juta<br>
saja. Tentang PNS yang dipecat<br>
karena selalu terlambat masuk<br>
kantor. Tentang polisi yang dipecat<br>
karena hanya meminta uang damai<br>
ditengah jalan. Tentang camat yang<br>
dipecat karena tidak pernah tahu<br>
keadaan rakyat. Tentang tentara<br>
yang dipecat dan menjadi hansip<br>
dan satpam karena melanggar<br>
undang-undang. Tentang Direktur,<br>
menteri, kepala bagian, rektor,<br>
manager yang diganti karena gagal<br>
memajukan institusinya.<br>
Kala itu jika anda mau mengenang<br>
masa lalu atau ingin mensyukuri<br>
nikmat Allah SWT. Ajaklah<br>
keluargamu berjalan-jalan ke Jawa<br>
sebagai seorang turist. Untuk<br>
melihat para pengemis dan<br>
pengamen di dalam angkutan<br>
umum yang padat dan tidak<br>
nyaman. Untuk melihat para<br>
penjual barangan yang terkesan<br>
memaksakan kehendaknya. Untuk<br>
melihat anak-anak jalanan dan<br>
gelandangan yang berkeliaran<br>
ditengah jalan dan tidur diemperan<br>
toko. Untuk melihat penempatan<br>
kumuh yang tidak layak huni untuk<br>
standart manusia yang berakal.<br>
Untuk melihat preman-preman di<br>
pasar, terminal, bandara,<br>
pelabuhan yang menunggu mangsa.<br>
Untuk melihat jalan-jalan berlubang<br>
dan berliku yang membuat pening<br>
kepala. Untuk membuat sebuah<br>
negara koboi yang berlaku hukum<br>
rimba, dimana siapa yang kuat,<br>
berharta dan bertahta dialah<br>
sebagai raja. Untuk melihat negara<br>
preman dimana kebenaran diukur<br>
dengan keuangan, kekuasaan dan<br>
kekuatan.<br>
Bersama Indonesia selamanya kita<br>
akan menderita, karena di negara<br>
ini kepentingan politik partai<br>
mengalahkan segalanya. Sementara<br>
bersama negara lain masa depan<br>
anak cucu kita akan menemui<br>
cahaya terang dan akan lebih<br>
baik.</p>
<p>Di olah seperlunya.<br>
Sumber: tempo.com</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-Z5Lql_rLL-0/UWAl22cEV_I/AAAAAAAAAiM/Lj4QRWk_a2s/s1600/sumatera.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-Z5Lql_rLL-0/UWAl22cEV_I/AAAAAAAAAiM/Lj4QRWk_a2s/s320/sumatera.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com1Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-17940929961652165412013-04-05T22:54:00.001-07:002013-10-06T22:32:01.876-07:00Inilah Perbedaan Muslim Dan Non Muslim Dilihat Dari Cara Berpakaian Hingga Celana Dalampun Tidak Luput Dari Tanda Tanda<p>Inilah Kisah muallaf nya seorang nenek buruh laundry, <br>
Hanya karena sering memperhatikan apa yang ia cuci dan siapa pemiliknya ia mendapat hidayah walau hanya karena hal Celana Dalam.<br>
Mungkin kedengaran aneh dan<br>
janggal. Hidayah memang bisa<br>
datang kapan saja dan pada siapa<br>
saja. Selama ini mungkin kita lebih<br>
sering mendengar masuk islamnya<br>
seorang non muslim kedalam islam<br>
di sebabkan hal-hal luar biasa dan<br>
penting. Seperti dokter Miller<br>
seorang penginjil Kanada yang<br>
masuk islam setelah menjumpai<br>
I’jaz Qur’an dari berbagai segi.Tapi<br>
yang ini benar-benar tidak biasa.<br>
Ya, masuk islam gara-gara celana<br>
dalam!<br>
Fakta ini dikisahkan Doktor Sholeh<br>
Pengajar di sebuah perguruan<br>
Tinggi Islam di Saudi, saat<br>
ditugaskan ke Inggris. Ada seorang<br>
perempuan tua yang biasa<br>
mencuci pakaian para mahasiswa<br>
Inggris termasuk pakaian dalam<br>
mereka.<br>
Tidak ada sisi menarik pada wanita<br>
ini, tua renta, pegawai rendahan<br>
dan hidup sendirian. Setiap kali<br>
bertemu dia selalu membawa<br>
kantong plastik berukuran besar<br>
yang terisi penuh dengan pakaian<br>
kotor. Untuk pekerjaan kasar<br>
seperti ini penghuni rumah jompo<br>
ini terbilang cekatan di usianya<br>
yang sudah terbilang uzur.Di<br>
Inggris, masyarakat yang memiliki<br>
anggota keluarga lansia biasanya<br>
cenderung memasukkan mereka ke<br>
panti jompo. Dan tentu saja<br>
keadaan miris ini harus diterima<br>
kebanyakan para orangtua dengan<br>
besar hati agar tidak membebani<br>
anak mereka. Namun di tengah<br>
kondisi seperti itu sepertinya tidak<br>
membuat kecil hati tokoh kita ini<br>
yang justeru begitu getol mengisi<br>
hari-harinya bergelut dengan<br>
cucian kotor.<br>
Wanita baya itu lebih suka<br>
dipanggil auntie atau bibi. Dia<br>
sudah bekerja sebagai petugas<br>
laundry hampir separuh usianya.<br>
Beruntung baginya masih ada<br>
instansi yang bersedia<br>
mempekerjakan para manula.<br>
“Aku merasa dihargai meski sudah<br>
tua. Lagipula, orang-orang seperti<br>
aku ini sudah tidak ada yang<br>
mengurus, kalau bukan diri<br>
sendiri. Anak-anakku sudah<br>
menikah dan tinggal bersama<br>
keluarga mereka masing-masing.<br>
Suamiku sudah meninggal.<br>
Walaupun anak-anak suka<br>
menjenguk, tapi aku tetap ingin<br>
punya kegiatan sendiri untuk<br>
mengisi masa tua,” ujarnya<br>
“Bukan untuk kerja yang berat<br>
memang, tapi setidaknya, selain<br>
menambah penghasilan juga<br>
mengisi hari tua. Mungkin itu<br>
lebih baik daripada harus tinggal<br>
diam di panti jompo.” Ujarnya lagi<br>
dengan wajah sendu.<br>
“Sedih juga kalau harus tinggal<br>
sendirian. Seperti seorang<br>
temanku. Dia juga dulu bekerja<br>
sebagai petugas laundry<br>
bersamaku. Sampai akhirnya, anak<br>
perempuan satu-satunya menikah.<br>
Namun setelah menikah, anak<br>
perempuannya itu tidak pernah<br>
menghubunginya,” bibi berkisah.<br>
Bagi sang Bibi profesinya sebagai<br>
petugas laundry justeru<br>
membuatnya lebih dekat dengan<br>
sepak terjang, liku-liku penghuni<br>
asrama yang rata-rata adalah<br>
mahasiswa dari luar Inggris. Sang<br>
Bibi paham betul kebiasaan para<br>
mahasiswa yang tinggal di asrama<br>
ini selain belajar sehari-hari,<br>
adalah pergi clubbing sekedar<br>
“having fun”. Banyak asrama<br>
memiliki bar, café, ruang duduk<br>
untuk menonton televisi, ruang<br>
musik dan fasilitas olahraga<br>
sendiri.<br>
Dan salah satu sisi negatif<br>
pergaulan dengan orang Inggris<br>
adalah bila mereka sudah dekat<br>
botol miras, biasalah mereka<br>
sampai benar-benar mabuk. Dan<br>
dapat dibayangkan kekacauan yang<br>
terjadi. Muntah merata di<br>
sebarang tempat, kencing dalam<br>
celana dan sebagainya. Inilah<br>
perbuatan paling bodoh yang<br>
pernah dilakukan oleh manusia<br>
sejak terciptanya minuman<br>
beralkohol. Bukan saja<br>
menghilangkan akal sehat, tetapi<br>
juga si pemabuk akan merasa<br>
kelelahan dan sakit kepala yang<br>
teramat sangat (hangover).<br>
Saat para penghuni asrama masih<br>
dibuai mimpi karena kelelahan<br>
habis clubbing semalaman suntuk.<br>
Tinggalah sang Bibi memunguti<br>
pakaian kotor itu setiap hari. Dan<br>
terkadang harus diangkut dari<br>
kamar, jauh sebelum mereka<br>
bangun dari tidur. Kemudian<br>
disortir dengan teliti satu persatu<br>
berdasarkan jenis bahan, ukuran,<br>
warna dan yang lebih spesifik lagi<br>
dipisahkankannya pakaian dalam<br>
dari yang lain. Begitu pekerjaan<br>
rutin itu dilakukan dengan penuh<br>
dedikasi tinggi walau diujung<br>
usianya yang semakin menua.<br>
Waktu terus berjalan, sementara<br>
sang Bibi tanpa putus asa terus<br>
bergelut dengan ‘dunia kotor’nya.<br>
Idealnya di penghujung usianya itu<br>
seharusnya masa bagi seseorang<br>
menuai hasil kerja payahnya di<br>
masa muda. Namun situasilah<br>
yang menyebabkan dia harus<br>
menanggung berbagai persoalan<br>
hidup, maka sungguh itu<br>
merupakan masa tua yang tidak<br>
membahagiakan. Di dalam kondisi<br>
yang sudah tidak mampu banyak<br>
berbuat, dia justru dituntut harus<br>
banyak berbuat. Dalam kondisi<br>
produktivitas menurun ia justru<br>
dituntut untuk berproduksi tinggi.<br>
Entah sampai kapan dia harus<br>
melakoni pekerjaan itu. Maka<br>
sampailah suatu saat asramanya<br>
kedatangan penghuni baru yaitu<br>
beberapa mahasiswa muslim dari<br>
Timur Tengah yang mendapat<br>
tugas belajar dari negaranya.<br>
Mereka sudah terdaftar akan<br>
menempati salah satu kamar di<br>
asrama tempat sang Bibi bekerja.<br>
Bagi kebanyakan pelajar timur<br>
tengah sangat langka memilih<br>
tinggal di asrama. Mereka biasanya<br>
membeli rumah atau flat yang<br>
sudah disesuaikan untuk<br>
menampung kelompok kecil siswa,<br>
pasangan atau keluarga. Ada juga<br>
beberapa pemilik tempat<br>
perorangan mengijinkan rumah-<br>
rumah mereka dikelola dan<br>
disewakan.<br>
Tinggal di asrama merupakan cara<br>
terbaik untuk bertemu orang-<br>
orang baru dan menjalin<br>
persahabatan yang langgeng. Inilah<br>
salah satu pertimbangan mereka<br>
memilih tinggal di asrama.<br>
Kesadaran inilah yang menepis<br>
kekhawatiran akan terjadinya<br>
gegar budaya atau “cultural<br>
shock“.<br>
Hidup dalam komunitas non<br>
muslimlah justeru kita dituntut<br>
untuk membuktikan nilai-nilai<br>
Islam yang tinggi ini sebagai<br>
sebuah solusi bagi manusia.<br>
Tentunya ini adalah pekerjaan<br>
dakwah yang merupakan<br>
tanggungjawab setiap muslim<br>
dimana saja berada. Dengan tetap<br>
menjaga keistimewaan kita sebagai<br>
muslim yaitu kesalehan.<br>
Hari-hari terus berlalu, tampaknya<br>
si Bibi ini betul-betul perhatian<br>
dengan apa yang dicucinya.<br>
Sampai-sampai dia tahu ini<br>
pakaian si A, ini si B dan<br>
seterusya. Tidak terkecuali dengan<br>
pakaian kotor milik mahasiswa<br>
dari Timur Tengah tadi. Namun<br>
saat dilakukan sortir pakaian<br>
dalam, si Bibi merasa ada sesuatu<br>
yang tidak biasa, karena dari<br>
semua pakaian yang dicucinya,<br>
hanya pakaian muslim arab saja<br>
yang terlihat tidak kotor, tidak<br>
berbau, tidak kumuh dan tidak<br>
banyak noda dipakaiannya.<br>
Kejadian langka ini semakin<br>
mendorong rasa penasaran si Bibi.<br>
Lagi-lagi pencuci pakaian di<br>
asrama ini selalu merasa aneh saat<br>
mencuci celana dalam mereka.<br>
Berbeda dengan yang lain, kedua<br>
pakaian dalam mereka selalu tak<br>
berbau.<br>
Maka masih dalam keadaan<br>
penasaran, si Bibi memutuskan<br>
bertanya langsung dengan ‘pemilik<br>
celana dalam’ itu. Saat ditanya<br>
kenapa. Dua orang ini menjawab,<br>
”Kami selalu istinja setiap kali<br>
kencing.” Pencuci baju ini<br>
bertanya lagi, ”Apakah itu<br>
diajarkan dalam agamamu?”<br>
“Ya!” Jawab dua orang pelajar<br>
muslim tadi.<br>
Merasa belum yakin 100 persen<br>
dengan jawaban itu, akhirnya si<br>
Bibi datang menemui salah<br>
seorang tokoh muslim yaitu<br>
Doktor Sholeh– Pengajar di sebuah<br>
perguruan Tinggi Islam di Saudi,<br>
saat ditugaskan ke Inggris– Wanita<br>
tua ini menceritakan<br>
keheranannya selama bertugas<br>
perihal adanya pakaian dalam yang<br>
‘aneh’.<br>
Ada beberapa pakaian dalam yang<br>
tidak berbau seperti kebanyakan<br>
mahasiswa umumnya, apa<br>
sebabnya? Maka ustadz ini<br>
menceritakan karena pemiliknya<br>
adalah muslim, agama kami<br>
mengajarkan bersuci setiap selesai<br>
buang air kecil maupun buang air<br>
besar, tidak seperti mereka yang<br>
tidak perhatian dalam masalah<br>
seperti ini.<br>
Betapa terkesan ibu tua ini jika<br>
untuk hal yang kecil saja Islam<br>
memperhatikan apatah lagi untuk<br>
hal yang besar, pikir pencuci baju<br>
itu. Dan tidak lama kemudian ia<br>
mengikrarkan syahadat, masuk<br>
Islam dengan perantaraan pakaian<br>
dalam!<br>
Tidak disangka ternyata diam-diam<br>
si tukang cuci masuk Islam,<br>
gemparlah para mahasiswa yang<br>
tinggal di asrama tersebut, yang<br>
kebanyakan adalah non muslim.<br>
Mereka berusaha ingin tahu sebab<br>
musabab si Bibi masuk islam. Dia<br>
menjawab dengan yakin bahwa<br>
dirinya sangat kagum dengan<br>
kawan muslim Arab ini, karena<br>
dari semua pakaian yang<br>
dicucinya, hanya pakaiannya<br>
sajalah yang terlihat tidak macam-<br>
macam. Dan dengan hidayah Allah<br>
Swt, dirinya dapat membedakan<br>
antara pakaian seorang muslim<br>
dan non muslim.<br>
Hidayah memang bisa datang<br>
kapan saja dan pada siapa saja.<br>
Selama ini mungkin kita lebih<br>
sering mendengar masuk Islamnya<br>
seorang non muslim ke dalam<br>
Islam lebih disebabkan pada hal-<br>
hal luar biasa dan penting. Tapi<br>
yang ini benar-benar tidak biasa.<br>
Mendapat hidayah di penghujung<br>
usia gara-gara pakaian dalam!<br>
Sungguh takdir Allah benar-benar<br>
telah jatuh berketepatan dengan<br>
kegigihannya selama ini mengisi<br>
hari-hari di sisa hidupnya sebagai<br>
petugas laundry. Disinilah letak<br>
rahasia nikmat Allah yang agung<br>
yang mempertemukan antara<br>
takdirNya dan ikhtiar manusia.<br>
Sungguh Allah tidak pernah<br>
menyia-nyiakan amal seorang<br>
hambaNya.<br>
(Di kutip dari: Majalah Al-Qawwam<br>
edisi 15, dzul qa’dah 1427 H<br>
Badiah, Riyadh )<br>
Sumber:eramuslim.com</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-kweA2F8Fnh8/UV-4j5JSxMI/AAAAAAAAAh8/bQiAFttayT8/s1600/lg_product1_steam.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-kweA2F8Fnh8/UV-4j5JSxMI/AAAAAAAAAh8/bQiAFttayT8/s320/lg_product1_steam.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang Selatan, Padang Selatan-0.979843 100.36664tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-47657723817921759662013-04-05T22:32:00.001-07:002013-09-09T10:08:18.493-07:00Rambutmu Indah Mengapa Harus Di Tutupi?<p>Salamu'alaikum Wr.Wb. <br>
Inilah Sebagian kecil kisah muallaf Seorang wanita berikut ini.<br></p>
<p>“Sebagai seorang remaja saya pikir<br>
semua agama adalah<br>
menyedihkan. Pandangan saya saat<br>
itu adalah: apa gunanya<br>
menempatkan pembatasan pada<br>
diri sendiri? Anda hanya hidup<br>
sekali di dunia ini,” kata Lindsay<br>
Wheeler, peraih BSc bidang<br>
psikologi pada De Montfort<br>
University mengisahkan masa<br>
mudanya.<br>
Bagi wanita yang kini berusia 26<br>
tahun, hidup sekali harus diisi<br>
dengan “kebahagiaan”. Yang<br>
dilakukannya untuk bahagia saat<br>
itu adalah: mabuk-mabukkan,<br>
berpenampilan mengikuti tren<br>
terkini, dan melakukan apa saja<br>
yang ingin dilakukan.<br>
Namun ketika pola pikirnya makin<br>
tertata saat memasuki bangku<br>
universitas, ia mulai mencari<br>
makna hidup. “Minum-minum,<br>
clubbing, dan kebiasaan lama<br>
lainnya makin menjadi aktivitas<br>
yang membosankan. Apa gunanya<br>
semua itu?” ia menyatakan<br>
pikirannya saat itu.<br>
Saat dalam kondisi penuh tanda<br>
tanya, wanita yang kini tinggal di<br>
Leichester, Inggris ini bertemu<br>
Hussein. “Saya tahu dia seorang<br>
Muslim, dan kami saling jatuh<br>
cinta. Saya mencoba memasukkan<br>
seluruh masalah agama ‘di bawah<br>
karpet’, tapi tak bisa,” ujarnya.<br>
Ia pun makin rajin melahap buku-<br>
buku keislaman. “Saya ingat, saat<br>
itu tangis saya meledak ketika saya<br>
berpikir, ‘Ini bisa jadi arti seluruh<br>
kehidupan’. Menjadi Muslim<br>
artinya menjalani hidup secara<br>
terarah,” ujarnya.<br>
Ia mencoba masuk dalam<br>
komunitas Muslim. Berada di<br>
tengah mahasiswi berjilbab, ia<br>
merasa tenteram. “Mereka benar-<br>
benar mengubah pandangan saya.<br>
Mereka berpendidikan, cerdas, dan<br>
sukses. Saya menemukan jilbab<br>
yang membebaskan,” ujarnya. Tak<br>
perlu pikir panjang, tiga pekan<br>
kemudian ia bersyahadat dan<br>
resmi masuk Islam.<br>
“Ketika saya bilang pada ibu saya<br>
beberapa minggu kemudian, dia<br>
menerima. tapi dia membuat<br>
beberapa komentar seperti,</p>
<p>“Mengapa kau mengenakan<br>
kerudung itu? Kau punya rambut<br>
indah,” ujarnya.</p>
<p>“Teman saya yang terbaik di<br>
universitas sepenuhnya dihidupkan<br>
saya: dia tidak bisa mengerti<br>
bagaimana satu minggu saya<br>
keluar clubbing, dan berikutnya<br>
aku diberi segalanya dan masuk<br>
Islam. Dia terlalu dekat dengan<br>
kehidupan lama saya, sehingga<br>
saya tidak menyesal kehilangan dia<br>
sebagai teman.<br>
Begitu menjadi Muslimah, ia<br>
memilih nama Aqeela untuk<br>
dipasang di depan nama lamanya.<br>
“Aqeela berarti ‘masuk akal dan<br>
cerdas’ – dan itulah yang saya<br>
cita-citakan ketika masuk Islam<br>
enam tahun lalu. Saya menjadi<br>
seseorang yang baru: semuanya<br>
harus dilakukan Lindsay di masa<br>
lalu, sudah terhapus dari ingatan<br>
saya,” ujarnya.<br>
Apa yang tersulit setelah menjadi<br>
Muslim? Ia menggeleng. Semuanya<br>
bisa disesuaikan, kecuali<br>
mengubah cara berpakaian. “Saya<br>
selalu sadar mode. Pertama kali<br>
saya mencoba jilbab, saya ingat<br>
duduk di depan cermin, berpikir,<br>
“Apa yang aku harus meletakkan<br>
sepotong kain di atas kepalaku?”<br>
Tapi sekarang saya akan merasa<br>
telanjang tanpa itu.”<br>
Memakai jilbab, katanya,<br>
mengingatkan dirinya bahwa<br>
semua yang perlu dilakukannya<br>
setiap saat adalah melayani Tuhan<br>
dan rendah hati. Jilbab juga<br>
mengingatkan bahwa ia adalah<br>
duta Islam dimanapun dia berada.<br>
Cobaan paling berat dialami<br>
setelah bom meledak di London.<br>
Saat itu, Muslim berada di titik<br>
terendah dalam hubungan sosial di<br>
Inggris. “Saat berjalan di luar<br>
rumah, selalu saja ada teriakan,<br>
atau bahkan ada yang menyebut<br>
saya “bajingan kulit putih”. Saya<br>
pernah merasa takut keluar rumah<br>
karenanya,” ujarnya.<br>
Kini, ia menjadi Nyonya Hussein<br>
dengan satu putra berusia 1 tahun,<br>
Zakir. Ia masih menyimpan cita-<br>
cita sebagai psikolog, “Tapi saya<br>
menunggu Zakir siap ditinggal di<br>
rumah sementara saya bekerja,”<br>
ujarnya.</p>
<p>Sumber: eramuslim.com<br>
</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-ZWih0Hprvj4/UV-zhDwgbAI/AAAAAAAAAhs/zkJrCbOc9hU/s1600/YoungBritishFemaleMuslim.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-ZWih0Hprvj4/UV-zhDwgbAI/AAAAAAAAAhs/zkJrCbOc9hU/s320/YoungBritishFemaleMuslim.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-58081259112603306242013-04-04T11:37:00.001-07:002013-10-03T06:13:40.200-07:00Umat Islam Menjadi Target Senjata Biologi Pentagon<p>Jangan Tebar Kebencian.. Apa salah ku ? ucapan ini layak dan pantas di ucapkan oleh seorang muslim. berikut informasi</p>
<p>Oleh :Kevin Barret<br>
Sebuah video Pentagon,<br>
dibocorkan oleh kelompok hacker<br>
Anonymous, merinci rencana<br>
militer AS untuk mengembangkan<br>
dan menyebarkan senjata biologis<br>
yang akan menghancurkan daya<br>
penerimaan orang terhadap<br>
agama yang ditargetkan untuk<br>
populasi Muslim.<br>
Senjata biologi yang diusulkan<br>
akan didistribusikan melalui<br>
vaksin flu di negara-negara<br>
Muslim. </p>
<p>Ini akan mengubah<br>
ekspresi genom manusia untuk<br>
menghasilkan semacam "<br>
Lobotomi kimia," menghancurkan<br>
bagian dari otak yang<br>
berhubungan dengan religiusitas<br>
dan spiritualitas. Dengan kata<br>
lain, itu akan menurunkan korban<br>
ke dalam keadaan yang lebih<br>
rendah dari binatang, yang, tidak<br>
seperti manusia, tidak diciptakan<br>
dengan spiritualitas dan<br>
religiusitas sebagai fitur sentral<br>
dari keberadaan mereka.<br>
“Proyek ini jelas merupakan<br>
tindakan genosida menurut<br>
hukum internasional. Budaya<br>
masyarakat Islam adalah budaya<br>
sangat religius, memang, itu<br>
adalah religiusitas yang kuat yang<br>
dimiliki masyarakat ini bersama-<br>
sama. Pembunuhan ciri utama<br>
dari budaya 1,5 miliar orang akan<br>
menjadi genosida terburuk yang<br>
pernah dicoba atau bahkan<br>
dipikirkan.”<br>
Rencana Pentagon tidak hanya<br>
ancaman bagi masyarakat Islam,<br>
tetapi untuk seluruh umat<br>
manusia. Sentralitas religiusitas<br>
dan spiritualitas ke manusia telah<br>
dikonfirmasi oleh semua para<br>
nabi, orang-orang kudus, dan<br>
orang bijak dari setiap<br>
kebudayaan. Ini adalah mengapa<br>
kita diciptakan.<br>
Tuhan menciptakan kita dalam<br>
"bentuk yang paling indah," tapi<br>
itu berbalik bentuk untuk menjadi<br>
"yang paling rendah" kecuali kita<br>
memupuk sifat kita religius dan<br>
spiritual dengan "menjaga iman"<br>
dan "melakukan kebenaran."<br>
Dengan kata lain, manusia bisa<br>
lebih tinggi dari para malaikat,<br>
atau lebih rendah dari hewan.<br>
Semuanya tergantung pada<br>
apakah kita menerima agama<br>
secara benar dan menjaga iman<br>
(kata iman, juga dapat<br>
diterjemahkan sebagai "hati-<br>
pengetahuan") dan juga bekerja<br>
dalam kebenaran. Kata untuk<br>
kebenaran memiliki konotasi<br>
melakukan reformasi hal-hal atau<br>
menuntut keadilan - dengan kata<br>
lain, menjadi aktivis yang<br>
mencoba untuk memperbaiki<br>
keadaan. Jadi kita perlu berpegang<br>
teguh pada keyakinan agama (atau<br>
hati-pengetahuan) saat bekerja<br>
keras untuk membuat dunia lebih<br>
baik. Jika kita tidak melakukan<br>
kedua hal ini, kita jauh ke<br>
keadaan lebih rendah dari hewan<br>
terendah.<br>
Pentagon tampaknya ingin dunia<br>
yang dihuni oleh "manusia" yang<br>
lebih rendah dari hewan<br>
terendah. ingin menghancurkan<br>
agama dan spiritualitas. Mengapa?<br>
Karena agama dan spiritualitas<br>
menuntut kita berlaku adil. Orang<br>
religius sejati akan senang -<br>
bahkan gembira - untuk menjadi<br>
martir saat berperang melawan<br>
ketidakadilan (seperti invasi ke<br>
negara mereka). Pentagon, yang<br>
tugasnya adalah untuk membantai<br>
itu hanya atas nama orang fasik,<br>
akan senang - bahkan gembira -<br>
jika tidak ada satu yang tersisa di<br>
bumi yang peduli akan keadilan.<br>
Jika mereka tidak bisa membunuh<br>
keadilan, psikopat Pentagon akan<br>
dengan senang hati memberikan<br>
setiap orang lobotomy bio-kimia<br>
anti-spiritualitas sehingga tidak<br>
seorang pun akan pernah lagi<br>
bekerja untuk keadilan di dunia<br>
ini. Ini akan, tentu saja,<br>
menandakan akhir dari<br>
kemanusiaan.<br>
Berikut adalah<br>
transkripterjemahan dari video<br>
yang bocor:<br>
Pembicara: "Pada bagian kiri di<br>
sini, kami memiliki individu yang<br>
fundamentalis terhadap agama,<br>
fanatik terhadap agama. Dan ini<br>
adalah ekspresi RTPCR, real-time<br>
PCR, ekspresi gen VMAT2. Di sini,<br>
kita memiliki orang yang tidak<br>
terlalu fundamentalis, tidak<br>
terlalu religius. Dan Anda dapat<br>
melihat ada banyak ekspresi<br>
tereduksi dari gen tertentu, gen<br>
VMAT2, bukti lain yang<br>
mendukung hipotesis kami untuk<br>
pengembangan pendekatan ini. "<br>
Audiens: "Jadi dengan<br>
menyebarkan virus ini, kita akan<br>
mencegah individu dari<br>
mengenakan rompi bom dan<br>
masuk ke pasar dan meledakkan<br>
pasar?"<br>
Pembicara: "Jadi hipotesis kami<br>
adalah bahwa ini adalah orang-<br>
orang fanatik, bahwa mereka<br>
memiliki over-ekspresi gen<br>
VMAT2, dan bahwa dengan<br>
vaksinasi terhadap mereka ini,<br>
kita akan menghilangkan perilaku<br>
ini. Jadi kita memiliki beberapa<br>
data yang sangat, sangat luar<br>
biasa pada slide berikutnya. Disini<br>
kita memiliki dua hasil scan otak -<br>
ini adalah FMRIs - ini adalah dua<br>
individu yang berbeda dengan dua<br>
tingkat yang berbeda dari<br>
ekspresi VMAT2. Di atas, ada<br>
individu yang fanatik agama, dan<br>
individu yang - seperti yang kita<br>
telah mengulangi berkali-kali -<br>
memiliki tingkat tinggi VMAT2.<br>
Sekarang ini individu di sini, yang<br>
memiliki tingkat rendah dari gen<br>
VMAT2, individu ini akan<br>
mengatur dirinya sendiri<br>
menggambarkan sebagai tidak<br>
religius.<br>
Dalam setiap kasus, individu-<br>
individu ini membaca sebuah teks<br>
keagamaan. Individu ini<br>
menerangi gyrus frontal kanan<br>
tengah, dan itu adalah bagian dari<br>
otak yang yang berhubungan<br>
dengan teori pikiran, bagian otak<br>
yang ada hubungannya dengan<br>
keyakinan yang kuat dan<br>
keinginan. Sebaliknya ditandai,<br>
inilah seorang individu yang tidak<br>
akan sangat menggambarkan diri<br>
sebagai agama. Dan ketika mereka<br>
membaca teks agama, apa yang<br>
Anda lihat adalah bahwa ini<br>
bagian dari otak, yang disebut<br>
lampu insula anterior atas. Ini<br>
adalah bagian dari otak yang yang<br>
berhubungan dengan jijik atau<br>
ketidaksenangan ketika<br>
mendengar sesuatu. "<br>
Audiens: "Apakah Anda<br>
menyarankan saya mengambil CT<br>
scan saya ketika saya sedang<br>
mengevaluasi orang memutuskan<br>
apakah atau tidak untuk<br>
menempatkan peluru di kepala<br>
mereka?"<br>
Pembicara: "Jadi data yang aku<br>
presentasikan di sini mendukung<br>
konsep yang kami ajukan. Dan<br>
saya berpikir bahwa kita tidak<br>
akan mengusulkan untuk<br>
melakukan CT scan atau FMRIs<br>
pada individu di daerah-daerah<br>
pedalaman Afghanistan. Virus ini<br>
akan mengimunisasi melawan gen<br>
VMAT2, dan itu akan memiliki<br>
efek yang Anda lihat di sini, yang<br>
pada dasarnya untuk mengubah<br>
fanatik menjadi orang normal.<br>
Dan kita berpikir bahwa yang<br>
akan memiliki efek besar adalah<br>
di Timur Tengah."<br>
Audiens: "Bagaimana Anda<br>
menyarankan bahwa hal ini akan<br>
tersebar. Dengan aerosol? "<br>
Presenter: "Nah, agar rencana<br>
dalam tes yang kami lakukan<br>
sejauh ini, telah menggunakan<br>
virus pernapasan, seperti flu atau<br>
rhinoviruses, dan kami percaya<br>
itu cara yang memuaskan untuk<br>
mendapatkan eksposur dari<br>
bagian terbesar dari penduduk.<br>
Sebagian besar dari kita, tentu<br>
saja, telah terkena kedua virus<br>
tersebut. Dan kami cukup yakin<br>
bahwa ini akan menjadi<br>
pendekatan yang sangat sukses."<br>
audiens: "Ini yang menarik. Apa<br>
nama dari proposal ini? "<br>
Pembicara: "Ya, nama dari proyek<br>
ini adalah FUNVAX, yang<br>
merupakan vaksin untuk<br>
fundamentalisme agama."<br>
Audiens: "Apakah Anda sudah<br>
memiliki proposalnya?"<br>
Pembicara: "Usulan ini baru saja<br>
disampaikan. Dan saya pikir<br>
bahwa data saya telah<br>
menunjukkan anda hari ini akan<br>
mendukung pengembangan<br>
proyek ini. Dan kami pikir ini<br>
sangat menjanjikan "?".[ PresTV]</p>
<p>vnd.youtube:2MuXgpl2Sxg</p>
<p>sumber: berita-muslim.menjawab.com</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-7lciQx3atgw/UV3Ig30CQaI/AAAAAAAAAhc/JK9Kh4mfb4A/s1600/senjata%25252Bbiologi.JPG' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-7lciQx3atgw/UV3Ig30CQaI/AAAAAAAAAhc/JK9Kh4mfb4A/s320/senjata%25252Bbiologi.JPG' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-45859082697298435012013-04-04T11:18:00.001-07:002013-10-06T22:27:57.424-07:00Jerarld F Dirks : Ketua Dewan Gereja Metodis Menjadi Muallaf<p>Assalamu'alaikum Wr.Wb.<br>
Semoga Kisah mullaf berikut bermanfaat bagi anda, selamat membaca dan semoga anda mendapatkan jawaban dari apa- apa yang anda cari.<br>
Jerarld F Dirks mantan<br>
pendeta, Temui<br>
Kenikmatan dan<br>
Disiplin dalam Islam<br>
watch From<br>
Jesus to<br>
Muhammad: A<br>
History of<br>
Early<br>
Christianity<br>
Image<br>
Jerald F Dirks<br>
Image ,<br>
sebelumnya ialah<br>
seorang pendeta<br>
yang dinobatkan<br>
sebagai Ketua<br>
Dewan Gereja<br>
Metodis Kini<br>
peraih gelar<br>
Bachelor of Arts<br>
(BA) dan Master of<br>
Divinity (M Div)<br>
dari Universitas<br>
Harvard, serta<br>
pemegang gelar Master of Arts<br>
(MA) dan Doctor of Psychology<br>
(Psy D) dari Universtas Denver,<br>
Amerika Serikat,<br>
Dibesarkan di tengah lingkungan<br>
masyarakat penganut kepercayaan<br>
Kristen Metodis, membuat Jerald<br>
kecil terbiasa dengan suara<br>
dentingan lonceng yang kerap<br>
mengalun dari sebuah bangunan<br>
tua Gereja Kristen Metodis yang<br>
berjarak hanya dua blok dari<br>
rumahnya. Bunyi lonceng yang<br>
bergema setiap Minggu pagi ini<br>
menjadi tanda bagi seluruh<br>
anggota keluarganya agar segera<br>
menghadiri kebaktian yang<br>
diadakan di gereja. Image<br>
Tidak hanya dalam urusan<br>
kebaktian saja, tetapi juga dalam<br>
setiap kegiatan yang<br>
diselenggarakan oleh pihak Gereja<br>
Kristen Metodis, seluruh anggota<br>
keluarga ini turut terlibat secara<br>
aktif. Karenanya tak<br>
mengherankan jika sejak usia<br>
kanak-kanak Jerald sudah<br>
diikutsertakan dalam kegiatan<br>
yang diadakan oleh pihak gereja.<br>
Salah satunya adalah mengikuti<br>
sekolah khusus selama dua pekan<br>
yang diadakan oleh pihak gereja<br>
setiap bulan Juni. Selama<br>
mengikuti sekolah khusus ini,<br>
para peserta mendapat<br>
pengajaran mengenai Bibel.<br>
''Secara rutin saya mengikuti<br>
sekolah khusus ini hingga<br>
memasuki tahun kedelapan, selain<br>
kebaktian Minggu pagi dan<br>
sekolah Minggu yang diadakan<br>
setiap akhir pekan,'' ungkap<br>
muallaf kelahiran Kansas tahun<br>
1950 ini. Diantara para peserta<br>
sekolah khusus ini, Jerald<br>
termasuk yang paling menonjol.<br>
Tidak pernah sekalipun ia absen<br>
dari kelas. Dan dalam hal<br>
menghafal ayat-ayat dalam Bibel,<br>
ia kerap mendapatkan<br>
penghargaan.<br>
Keikutsertaan Jerald dalam setiap<br>
kegiatan yang diselenggarakan<br>
oleh komunitas Gereja Metodis<br>
terus berlanjut hingga ia<br>
memasuki jenjang Sekolah<br>
Menengah Pertama (SMP).<br>
Diantaranya ia terlibat secara<br>
aktif dalam organisasi<br>
kepemudaan Kristen Metodis. Dia<br>
juga kerap mengisi khotbah dalam<br>
acara kebaktian Minggu yang<br>
khusus diadakan bagi kalangan<br>
anak muda seusianya.<br>
Dalam perjalanannya, khotbah<br>
yang ia sampaikan ternyata<br>
menarik minat komunitas Kristen<br>
Metodis di tempat lain. Ia pun<br>
kemudian diminta untuk<br>
memberikan khotbah di gereja<br>
lain, panti jompo, dan dihadapan<br>
organisasi-organisasi kepemudaan<br>
yang berafiliasi dengan Gereja<br>
Metodis. Sejak saat itu Jerald<br>
bercita-cita ingin menjadi seorang<br>
pendeta kelak.<br>
Ketika diterima di Universitas<br>
Harvard, Jerald tidak mensia-<br>
siakan kesempatan demi<br>
mewujudkan cita-citanya itu. Ia<br>
mendaftar pada kelas<br>
perbandingan agama yang diajar<br>
oleh Wilfred Cantwell Smith untuk<br>
dua semester. Di kelas<br>
perbandingan agama ini Jerald<br>
mengambil bidang keahlian<br>
khusus agama Islam.<br>
Namun, selama mengikuti kelas<br>
ini Jerald justru lebih tertarik<br>
untuk mempelajari agama Budha<br>
dan Hindu. Dibandingkan dengan<br>
Islam, menurut dia, kedua ajaran<br>
agama ini tidak ada kemiripan<br>
sama sekali dengan keyakinan<br>
yang ia anut selama ini.<br>
Akan tetapi untuk memenuhi<br>
tuntutan standar kelulusan<br>
akademik, Jerald diharuskan untuk<br>
membuat makalah mengenai<br>
konsep wahyu dalam Alquran. Ia<br>
mulai membaca berbagai literatur<br>
buku mengenai Islam, yang<br>
sebagian besar justru ditulis oleh<br>
para penulis non-muslim. Ia juga<br>
membaca dua Alquran terjemahan<br>
bahasa Inggris dalam versi yang<br>
berbeda.<br>
Diluar dugaannya buku-buku<br>
tersebutlah yang di kemudian hari<br>
justru membimbingnya ke kondisi<br>
seperti saat ini. Makalah tersebut<br>
membuat pihak Harvard<br>
memberikan penghargaan Hollis<br>
Scholar kepada Jerald. Sebuah<br>
penghargaan tertinggi bagi para<br>
mahasiswa jurusan Teologi<br>
Universitas Harvard yang dinilai<br>
berprestasi.<br>
Untuk mewujudkan cita-citanya,<br>
bahkan Jerald rela mengisi liburan<br>
musim panasnya dengan bekerja<br>
sebagai seorang pendeta cilik di<br>
sebuah Gereja Metodis terbesar di<br>
negeri Paman Sam tersebut. Pada<br>
musim panas itu pula ia<br>
mendapatkan sertifikat untuk<br>
menjadi seorang pengkhotbah<br>
dari pihak Gereja Metodis<br>
Amerika.<br>
Setelah lulus dari Harvard College<br>
di tahun 1971, Jerald langsung<br>
mendaftar di Harvard Divinity<br>
School atau sejenis sekolah tinggi<br>
teologi atas beasiswa dari Gereja<br>
Metodis Amerika. Selama<br>
menempuh pendidikan di bidang<br>
teologi, Jerald juga mengikuti<br>
program magang sebagai di<br>
Rumah Sakit Peter Bent Brigham<br>
di Boston.<br>
Ia lulus dari sekolah tinggi ini<br>
tahun 1974 dan mendapatkan<br>
gelar Master di bidang teologi.<br>
Selepas meraih gelar master<br>
teologi, ia sempat menghabiskan<br>
liburan musim panasnya dengan<br>
menjadi pendeta pada dua Gereja<br>
Metodis Amerika yang berada di<br>
pinggiran Kansas.<br>
Aktivitasnya sebagai seorang<br>
pendeta tidak hanya terbatas di<br>
lingkungan gereja saja. Ia mulai<br>
merambah ke cakupan yang lebih<br>
luas, mulai dari lingkungan<br>
sekolah, perkantoran, hingga<br>
pesan-pesan ajaran Kristen<br>
Metodis ia juga gencar sampaikan<br>
kepada para pasien yang datang<br>
ke tempat praktiknya sebagai<br>
seorang dokter ahli kejiwaan.<br>
Meninggalkan aktivitas gereja<br>
Namun, berbagai upaya dakwah<br>
ini dinilainya tidak memberikan<br>
dampak positif terhadap<br>
kehidupan masyarakat di sekitar<br>
ia tinggal. Ia justru menyaksikan<br>
terjadinya penurunan moralitas di<br>
tengah-tengah kehidupann<br>
beragama masyarakat Amerika.<br>
Bahkan kondisi serupa juga<br>
terjadi di lingkungan gereja.<br>
''Dua dari tiga pasangan di<br>
Amerika selalu berakhir dengan<br>
perceraian, aksi kekerasan<br>
meningkat di lingkungan sekolah<br>
dan di jalanan, tidak ada lagi rasa<br>
tanggung jawab dan disiplin di<br>
kalangan anak muda. Bahkan yang<br>
lebih mencengangkan diantara<br>
para pemuka Kristen ada yang<br>
terlibat dalam skandal seks dan<br>
keuangan. Masyarakat Amerika<br>
seakan-akan sedang menuju<br>
kepada kehancuran moral,''<br>
paparnya.<br>
Melihat kenyataan seperti ini,<br>
Jerald mengambil keputusan<br>
untuk menyendiri dan tidak lagi<br>
menjalani aktivitasnya<br>
memberikan pelayanan dan<br>
khotbah kepada para jemaat.<br>
Sebagai gantinya ia memutuskan<br>
untuk ikut terlibat aktif dalam<br>
kegiatan penelitian yang dilakukan<br>
oleh sang istri. Penelitian<br>
mengenai sejarah kuda Arab ini<br>
membuat ia dan istrinya<br>
melakukan banyak kontak dengan<br>
warga Amerika keturunan Muslim<br>
Arab . Salah satunya adalah<br>
dengan Jamal.<br>
Babak pergaulan dengan Arab<br>
Muslim<br>
Pertemuan Jerald dengan pria<br>
Arab-Amerika ini pertama kali<br>
terjadi pada musim panas tahun<br>
1991. Dari awalnya sekedar<br>
berhubungan melalui sambungan<br>
telepon, kemudian berlanjut pada<br>
saat Jamal berkunjung ke rumah<br>
Jerald. Pada kunjungan kali<br>
pertama ini, Jamal menawarkan<br>
jasa untuk menterjemahkan<br>
berbagai literatur dari bahasa<br>
Arab ke Inggris yang disambut<br>
baik oleh Jerald dan istrinya.<br>
Ketika waktu shalat ashar tiba,<br>
sang tamu kemudian meminta izin<br>
agar diperbolehkan menggunakan<br>
kamar mandi dan meminjam<br>
selembar koran untuk digunakan<br>
sebagai alas shalat. Apa yang<br>
diminta oleh tamunya itu<br>
diambilkan oleh Jerald, kendati<br>
dalam hati kecilnya ia berharap<br>
bisa meminjamkan sesuatu yang<br>
lebih baik dari sekedar lembaran<br>
surat kabar sebagai alas shalat.<br>
Untuk kali pertama ia melihat<br>
gerakan shalat dalam agama<br>
Islam.<br>
Aktivitas shalat ashar itu terus ia<br>
lihat manakala Jamal dan istrinya<br>
berkunjung ke rumah mereka<br>
seminggu sekali. Dan, hal itu<br>
membuat Jerald terkesima.<br>
''Selama berada di rumah kami,<br>
tidak pernah sekalipun ia<br>
memberikan komentar mengenai<br>
agama yang kami anut. Begitu<br>
juga ia tidak pernah<br>
menyampaikan ajaran agama yang<br>
diyakininya kepada kami. Yang dia<br>
lakukan hanya memberikan<br>
contoh nyata yang amat<br>
sederhana, seperti berbicara<br>
dengan suara serendah mungkin<br>
jika ada diantara kami yang<br>
bertanya mengenai agamanya. Ini<br>
yang membuat kami kagum,''<br>
ungkapnya.<br>
Dari perkenalannya dengan Jamal<br>
dan keluarganya, justru Jerald<br>
mendapat banyak pelajaran yang<br>
tidak pernah ia dapatkan<br>
sebelumnya. Sang tamu telah<br>
menunjukkan kepadanya sebuah<br>
pelajaran disiplin melalui shalat<br>
yang dilaksanakannya. Selain<br>
pelajaran moral dan etika yang<br>
diperlihatkan Jamal dalam urusan<br>
bisnis dan sosialnya serta cara<br>
Jamal berkomunikasi dengan<br>
kedua anaknya. ''Begitu juga yang<br>
dilakukan oleh istrinya menjadi<br>
contoh bagi istriku.''<br>
Tidak hanya itu, dari kunjungan<br>
tersebut Jerald juga mendapatkan<br>
pengetahuan seputar dunia Arab<br>
dan Islam. Dari Jamal, ia bisa<br>
mengetahui tentang sejarah Arab<br>
dan peradaban Islam, sosok Nabi<br>
Muhammad, serta ayat-ayat<br>
Alquran berikut makna yang<br>
terkandung di dalamnya.<br>
Setidaknya Jerald meminta waktu<br>
kurang lebih 30 menit kepada<br>
tamunya untuk berbicara<br>
mengenai segala aspek seputar<br>
Islam. Dari situ, diakui Jerald,<br>
dirinya mulai mengenal apa dan<br>
bagaimana itu Islam.<br>
Kemudian oleh Jamal, Jerald<br>
sekeluarga diperkenalkan kepada<br>
keluarga Arab lainnya di<br>
masyarakat Muslim setempat.<br>
Diantaranya keluarga Wa el dan<br>
keluarga Khalid. Dan secara<br>
kontinyu, ia melakukan interaksi<br>
sehari-hari dengan komunitas<br>
keluarga Arab Amerika ini. Dari<br>
interaksi tersebut, Jerald<br>
mendapatkan sesuatu ajaran<br>
dalam Islam yang selama ini tidak<br>
ia temui manakalan berinteraksi<br>
dengan komunitas masyarakat<br>
Kristen, yakni rasa persaudaraan<br>
dan toleransi.<br>
Baru di awal Desember 1992,<br>
sebuah pertanyaan mengganjal<br>
timbul dalam pikirannya, ''Dirinya<br>
adalah seorang pemeluk Kristen<br>
Metodis, tapi kenapa dalam<br>
keseharian justru bergaul dan<br>
berinteraksi dengan komunitas<br>
masyarakat Muslim Arab?.''<br>
Sebuah komunitas masyarakat<br>
yang menurutnya menjunjung<br>
tinggi nilai-nilai moral dan etika,<br>
serta mengedepankan sikap saling<br>
menghargai baik terhadap<br>
pasangan masing-masing, anggota<br>
keluarga maupun sesama. Sebuah<br>
kondisi yang pada masa sekarang<br>
hampir tidak ia temukan dalam<br>
masyarakat Amerika.<br>
Serangkaian Kejadian Tak<br>
Terduga<br>
Untuk menjawab keraguannya itu,<br>
Jerald memutuskan untuk<br>
mempelajari lebih dalam ajaran<br>
Islam melalui kitab suci Alquran.<br>
Dalam perjalanannya mempelajari<br>
Aquran, sang pendeta ini justru<br>
menemukan nilai-nilai yang sesuai<br>
dengan hati kecilnya yang selama<br>
ini tidak ia temukan dalam<br>
doktrin ajaran Kristen yang<br>
dianutnya.<br>
Kendati demikian, hal tersebut<br>
tidak lantas membuatnya<br>
memutuskan untuk masuk Islam.<br>
Ia merasa belum siap untuk<br>
melepaskan identitas yang<br>
dikenakan selama hampir 43<br>
tahun lamanya dan berganti<br>
identitas baru sebagai seorang<br>
muslim.<br>
Begitu pun ketika ia bersama sang<br>
istri memutuskan untuk<br>
mengunjungi kawasan Timur<br>
Tengah di awal tahun 1993. Ketika<br>
itu, ia seorang diri makan di<br>
sebuah restoran yang hanya<br>
menyajikan makanan Arab<br>
setempat. Sang pemilik restoran,<br>
Mahmoud, kala itu memergoki<br>
dirinya tengah membaca sebuah<br>
Alquran terjemahan bahasa<br>
Inggris. Tanpa berkata sepatah<br>
kata pun, Mahmoud melontarkan<br>
senyum ke arah Jerald.<br>
Kejadian tak terduga lagi-lagi<br>
menghampirinya. Istri Mahmoud,<br>
Iman, yang merupakan seorang<br>
Muslim Amerika, mendatangi<br>
mejanya sambil membawakan<br>
menu yang ia pesan. Kepadanya<br>
Iman berkomentar bahwa buku<br>
yang ia baca adalah sebuah<br>
Alquran. Tidak hanya itu, Iman<br>
juga bertanya apakah Jerald<br>
seorang muslim sama seperti<br>
dirinya. Pertanyaan tersebut<br>
lantas ia jawab dengan satu kata:<br>
Tidak.<br>
Namun ketika Imam menghampiri<br>
mejanya untuk menyerahkan<br>
bukti tagihan, tanpa disadari<br>
Jerald melontarkan kalimat<br>
permintaan maaf atas sikapnya,<br>
seraya berkata: ''Saya takut untuk<br>
menjawab pertanyaan Anda tadi.<br>
Namun jika Anda bertanya kepada<br>
saya apakah saya percaya bahwa<br>
Tuhan itu hanya satu, maka<br>
jawaban saya adalah ya. Jika Anda<br>
bertanya apakah saya percaya<br>
bahwa Muhammad adalah salah<br>
satu utusan Tuhan, maka jawaban<br>
saya akan sama, iya.'' Mendengar<br>
jawaban tersebut, Iman hanya<br>
berkata: ''Tidak masalah, mungkin<br>
bagi sebagian orang butuh waktu<br>
lama dibandingkan yang lain.''<br>
Ikut berpuasa dan shalat<br>
Ketika memasuki minggu kelima<br>
masa liburannya di Timur Tengah<br>
atau bertepatan dengan masuknya<br>
bulan Ramadhan yang jatuh pada<br>
bulan Maret tahun 1993, untuk<br>
kali pertama Jerald dan istrinya<br>
menikmati suasana lain dari<br>
ibadah orang Muslim. Demi<br>
menghormati masyarakat sekitar,<br>
ia dan istri ikut serta berpuasa.<br>
Bahkan pada saat itu, Jerald juga<br>
mulai ikut-ikutan melaksanakan<br>
shalat lima waktu bersama-sama<br>
para temannya yang Muslim dan<br>
kenalan barunya yang berasal dari<br>
Timur Tengah.<br>
Bersamaan dengan akan<br>
berakhirnya masa liburannya<br>
menjelajah kawasan Timur<br>
Tengah, hidayah tersebut akhirnya<br>
datang. Peristiwa penting dalam<br>
hidup Jerald ini terjadi manakala<br>
ia diajak seorang teman untuk<br>
mengunjungi Amman, ibukota<br>
Yordania.<br>
Pada saat ia melintas di sebuah<br>
jalan di pusat ibukota, tiba-tiba<br>
seseorag lelaki tua datang<br>
menghampirinya seraya<br>
mengucapkan, Salam Alaikum dan<br>
mengulurkan tangan kanannya<br>
untuk bersalaman, serta<br>
melontarkan pertanyaan apakah<br>
iaseorang Muslim?. Sapaan salam<br>
dalam ajaran Islam itu<br>
membuatnya kaget. Di sisi lain,<br>
karena kendala bahasa, ia bingung<br>
harus menjelaskan dengan cara<br>
apa ke orang tua tersebut bahwa<br>
ia bukan seorang Muslim. Terlebih<br>
lagi teman yang bersamanya juga<br>
tidak mengerti bahasa Arab.<br>
Mengikrarkan Keislaman<br>
Saat itu Jerald merasa dirinya<br>
tengah terjebak dalam situasi<br>
yang sulit diungkapkan. Pilihan<br>
yang ada dihadapannya saat itu<br>
hanya dua, yakni berkata N'am<br>
yang artinya iya atau berkata La<br>
yang berarti tidak. Hanya ia yang<br>
bisa menentukan pilihan tersebut,<br>
sekarang atau tidak sama sekali.<br>
Setelah berpikir agak lama dan<br>
memohon petunjuk dari Allah,<br>
Jerald pun menjawabnya dengan<br>
perkataan N'am. Sejak peristiwa<br>
tersebut, ia resmi menyatakan diri<br>
masuk Islam. Beruntung hidayah<br>
tersebut juga datang lepada<br>
istrinya di saat bersamaan. Sang<br>
istri yang kala itu berusia 33<br>
tahun juga menyatakan diri<br>
sebagai seorang Muslimah.<br>
Bahkan tidak lama berselang<br>
setelah kepulangannya ke<br>
Amerika, salah seorang<br>
tetangganya yang juga merupakan<br>
seorang pendeta mendatangi<br>
kediamannya dan menyatakan<br>
ketertarikannya tehadap ajaran<br>
Islam. Dihadapannya, tetangganya<br>
yang telah berhenti menjadi<br>
pendeta Metodis ini pun berikrar<br>
masuk Islam.<br>
Kini hari-hari Jerald dihabiskan<br>
untuk kegiatan menulis dan<br>
memberikan ceramah tentang<br>
Islam dan hubungan antara Islam<br>
dan Kristen. Bahkan ia juga kerap<br>
diundang sebagai bintang tamu<br>
dalam program Islam di televisi di<br>
banyak negara.<br>
Salah satu hasil karyanya yang<br>
menjadi best seller adalah "The<br>
Cross and the Crescent: An<br>
Interfaith Dialogue between<br>
Christianity and Islam". Selain itu<br>
ia juga menulis lebih dari 60<br>
artikel tentang ilmu perilaku, dan<br>
lebih dari 150 artikel tentang<br>
kuda Arab dan sejarahnya. (dia/<br>
RIOL/berbagai sumber)<br>
http://www.youtube.com/<br>
view_play_list?<br>
p=93B38AE4C3E2F56B<br>
From Jesus to Muhammad: A<br>
History of Early Christianity<br>
Is Jesus God?<br>
Did Jesus ever claim to be God?<br>
What kind of nature did Jesus<br>
have?<br>
Was Jesus Christ really crucified ?<br>
Who is God and Jesus in the<br>
Bible?<br>
Dr. Dirks is a former minister<br>
(deacon) of the United Methodist<br>
Church and revert to Islam.<br>
He holds a Master's degree in<br>
Divinity from Harvard University<br>
and a Doctorate in Psychology<br>
from the University of Denver.<br>
Author of "The Cross and the<br>
Crescent: An Interfaith Dialogue<br>
between Christianity and<br>
Islam" (2001), and "Abraham: The<br>
Friend of God" (2002).<br>
He has published over 60 articles<br>
in the field of clinical psychology,<br>
and over 150 articles on Arabian<br>
horses.<br>
The Topic: From Jesus to<br>
Muhammad: A History of Early<br>
Christianity<br>
A talk by Dr Jerald Dirks</p>
<p>sumber :<br>
swaramuslim.net<br>
beritaislam.com</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-cGjIhLdYY04/UV3D8u3TlSI/AAAAAAAAAhU/QfOMo60Ge-I/s1600/10ynvdf.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-cGjIhLdYY04/UV3D8u3TlSI/AAAAAAAAAhU/QfOMo60Ge-I/s320/10ynvdf.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-65101533137690540432013-03-27T07:07:00.001-07:002013-09-09T10:01:15.910-07:00Air Mata Mu Ajaib<p>Salamu'alaikum wr wb.<br>
Apa kabar sahabat Mc ?, semoga sahabat semua dalam keadaan baik-baik saja hendaknya amin, Dan semoga juga saat ini sedang menangis atau baru saja selesai menunaikan tangisanya Mc ucapkan semoga lega ya ? Namun tentu tangis yang baik .<br>
Sahabat tahukah fakta tentang tangis ? Jika belum simak tulisan berikut ini, akan tetapi jika sudah mengetahuinya selanjutnya terserah sahabat saja bagaimana menanggapinya.<br>
Dua ilmuwan pernah melakukan<br>
penelitian disertasi tentang air<br>
mata. Kedua peneliti tersebut<br>
berasal dari Jerman dan Amerika<br>
Serikat. Hasil penelitian kedua<br>
peneliti itu menyimpulkan<br>
bahwa air mata yang keluar<br>
karena tepercik bawang atau<br>
cabe berbeda dengan air mata<br>
yang mengalir karena kecewa<br>
dan sedih.Sedangkan, air<br>
mata yang mengalir karena rasa<br>
kecewa atau sedih disimpulkan<br>
mengandung toksin, atau racun.<br>
Kedua peneliti itu pun<br>
merekomendasikan agar orang-<br>
orang yang mengalami rasa<br>
kecewa dan sedih lebih baik<br>
menumpahkan air matanya.*</p>
<p>Sebab, jika air mata kesedihan<br>
atau kekecewaan itu tidak<br>
dikeluarkan, akan berdampak<br>
buruk bagi kesehatan lambung.<br>
Menangis itu indah, sehat, dan<br>
simbol kejujuran,<br>
Akan tetapi ini tentu pada saat yang<br>
tepat, menangislah sepuas-<br>
puasnya dan nikmatilah karena<br>
tidak selamanya orang bisa<br>
menangis.<br>
Orang-orang yang mudah menangis sering kali dilabeli sebagai orang yang cengeng, padahal ini juga banyak sisi baiknya salah satunya ialah orang yang mudah menangis itu lembut hatinya, biasanya juga baik perkataan serta kelakuanya, namun ada juga orang yang mudah menangis ini mencengkelkan kelakuanya dll namun semua berpulang kepada kepribadian masing-masing.<br>
Seandainya orang hiba hati/cengeng terhadap Sang Khalik tentu ini adalah positif, lalu dapat di katakan hiba hati/cengeng<br>
terhadap sesama makhluk adalah<br>
negatif akan tetapi ini tergantung apa permasalahanya benar atau tidak hanya allah yang maha tahu.<br>
Insan yang mudah berderai air matanya ketika terharu mengingat dan merindukan Tuhannya, air mata<br>
itu akan memudahkanya<br>
memasuki surga.<br>
Air mata yang tumpah karena menangisi dosa kesalahan masa lalu maka akan memadamkan api neraka tentu saja ini bagi yang bertaubat.<br>
Dan hal ini sesuai dengan hadis Nabi,<br>
"Ada mata yang diharamkan<br>
masuk neraka, yaitu mata yang<br>
tidak tidur semalaman dalam<br>
perjuangan fisabilillah dan mata<br>
yang menangis karena takut<br>
kepada Allah."<br>
Seorang sufi pernah mengatakan,<br>
jika seseorang tidak pernah<br>
menangis, dikhawatirkan hatinya gersang.<br>
Salah satu kebiasaan para sufi ialah<br>
menangis. Beberapa sufi mata<br>
dan mukanya menjadi cacat<br>
karena air mata yang selalu<br>
berderai.</p>
<p>Tuhan memuji orang menangis.<br>
"Dan, mereka menyungkurkan<br>
wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (QS Al-Isra' [17]:109).</p>
<p>Nabi Muhammad SAW juga<br>
pernah berpesan, "Jika kalian<br>
hendak selamat, jagalah lidahmu<br>
dan tangisilah dosa-dosamu."<br>
Ciri-ciri orang yang beruntung<br>
ialah ketika mereka hadir di<br>
bumi langsung menangis,<br>
sementara orang-orang di<br>
sekitarnya tertawa dengan penuh<br>
kegembiraan. Jika meninggal<br>
dunia ia tersenyum, sementara<br>
orang-orang di sekitarnya<br>
menangis karena sedih<br>
ditinggalkan.<br>
Tampaknya, kita perlu membayangkan ketika nanti<br>
meninggal dunia, apakah akan<br>
lebih banyak orang mengiringi<br>
kepergian kita dengan tangis<br>
kesedihan atau dengan tawa<br>
kegembiraan.<br>
Jika air mata kerinduan terhadap Tuhan tidak pernah lagi terurai, apalagi jika air mata selalu kering di atas tumpukan dosa dan maksiat, kita perlu segera melakukan<br>
Pembenahan diri. Apakah mata kita<br>
sudah mulai bersahabat dengan<br>
surga atau neraka. </p>
<p>Air Mata ternyata mempunyai<br>
beberapa fungsi yang sangat ajaib,<br>
jadi siapa yang bilang orang yang<br>
menangis terus maka air matanya<br>
kering? Justeru orang yang<br>
menangis mempunyai beberapa<br>
kelebihan akibat dari kesan yang<br>
ditimbulkan air matanya.</p>
<p>Siapa kata menangis tak ada<br>
gunanya? Akibat dari menangis<br>
yang terlalu lama akan<br>
membuatkan mata menjadi merah<br>
dan bengkak. Tapi jangan salah,<br>
menangis dan mengeluarkan air<br>
mata ternyata jadi obat ajaib yang<br>
berguna bagi kesehatan tubuh dan<br>
fikiran. Apa saja keajaiban air<br>
mata itu? Dapati fungsi air<br>
mata dan kesehatan mata anda.<br>
Dan pastikan menangislah kerena<br>
Allah Taala.<br>
*Membantu penglihatan,<br>
Air mata ternyata membantu<br>
penglihatan seseorang, jadi bukan<br>
hanya mata itu sendiri. Cairan<br>
yang keluar dari mata dapat<br>
mencegah dehidrasi pada mata<br>
yang dapat membuat penglihatan<br>
menjadi kabur.<br>
*Membunuh bakteria,<br>
Tak perlu obat tetes mata,<br>
cukuplah air mata yang berfungsi<br>
sebagai antibiotik. Di dalam air<br>
mata terkandung cairan yang<br>
disebut dengan lisozom yang dapat<br>
membunuh sekitar 90-95 peratus<br>
bakteria-bakteria yang tertinggal<br>
dari keyboard komputer, pegangan<br>
tangga, bersin dan tempat-tempat<br>
yang mengandung bakteria, hanya<br>
dalam 5 menit.<br>
*Meningkatkan gairah,<br>
Seseorang yang menangis bisa<br>
menurunkan kadar emosi kerana<br>
dengan menangis, gairah seseorang<br>
akan terangkat kembali. Air mata<br>
yang dihasilkan dari menangis<br>
kerana emosi mengandungi 24<br>
peratus protein albumin yang<br>
berguna dalam meregulasi sistem<br>
metabolisme tubuh dibanding air<br>
mata yang dihasilkan dari iritasi<br>
mata.<br>
*Mengeluarkan racun,<br>
Seorang ahli biokimia, William<br>
Frey telah melakukan beberapa<br>
kajian tentang air mata dan<br>
menemui bahawa air mata yang<br>
keluar dari hasil menangis kerana<br>
emosional ternyata mengandung<br>
racun. Tapi jangan salah,<br>
keluarnya air mata yang beracun<br>
itu menandakan bahawa ia<br>
membawa racun dari dalam tubuh<br>
dan mengeluarkannya dari mata.<br>
*Mengurangkan stres,<br>
Bagaimana menangis bisa<br>
mengurangkan stress? Air mata<br>
juga mengeluarkan hormon stres<br>
yang terdapat dalam tubuh yaitu<br>
endorphin leucine-enkaphalin dan<br>
prolactin. Selain menurunkan level<br>
stress, air mata juga membantu<br>
melawan penyakit-penyakit yang<br>
disebabkan oleh stress seperti<br>
tekanan darah tinggi.<br>
*Membina komunikasi,<br>
Selain baik untuk kesihatan fisik,<br>
menangis juga membantu<br>
seseorang untuk bangun dengan<br>
semangat dan azam baru. Biasanya<br>
seseorang menangis setelah<br>
menceritakan masalahnya pada<br>
teman-temannya atau seseorang<br>
yang memberikan bantuan, dan<br>
hal ini meningkatkan kemampuan<br>
berkomunikasi dengan lebih<br>
tenang.<br>
*Melegakan perasaan,<br>
Semua orang rasanya merasa<br>
demikian. Walaupun anda didera<br>
berbagai macam masalah dan<br>
cobaan, namun setelah menangis<br>
biasanya akan muncul perasaan<br>
lega. Setelah menangis, sistem<br>
dalam badan, otak dan jantung<br>
akan menjadi lancar, dan hal itu<br>
membuat seseorang merasa lebih<br>
baik dan lega. Keluarkanlah<br>
masalah di fikiranmu dengan<br>
menangis, jangan dipendam<br>
kerana anda bisa menangis dengan<br>
penuh penyesalan.<br>
Jadi jangan ragu anda untuk menangis, tetapi jangan menangis jika tidak pada tempat nya ya?<br>
Sekian saja semoga bermanfaat Salam Mc.</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-4bWUbf8Ks2g/UVL-wU_D_OI/AAAAAAAAAhE/VGiIPWl0qTs/s1600/menangis.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-4bWUbf8Ks2g/UVL-wU_D_OI/AAAAAAAAAhE/VGiIPWl0qTs/s640/menangis.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-24746654449708815612013-03-25T21:28:00.001-07:002013-03-25T21:36:41.676-07:00Dzikir Jalallah <p>Salamu'alaikum warahmattullahi wabbarakatuh. <br>
Apa kabar sahabat Mc semuanya ?, semoga dalam keadaan baik lahir dan batin ya semuanya amiiin allahumma amiiin. <br>
Baiklah dengan segala kerendahan hati izinkan mc berbagi amalan dzikir jalallah berikut ini , semoga sahabat berkenan dan semoga berguna bagi sahabat pengunjung mahkota cahaya.</p>
<p>Artinya :<br>
Tiada tuhan selain Allah wujud<br>
sepanjang zaman,<br>
Tiada tuhan selain Allah disembah<br>
setiap tempat,<br>
Tiada tuhan selain Allah disebut<br>
setiap lidah,<br>
Tiada tuhan selain Allah dikenali<br>
dengan keihsanan,<br>
Tiada tuhan selain Allah setiap<br>
masa sentiasa mentadbir ‘alam,<br>
Tiada tuhan selain Allah<br>
(Kami mohon) keamanan,<br>
keamanan dari kehilangan iman dan<br>
dari fitnah godaan syaithan.<br>
Wahai Tuhan yang sifat keihsananNya<br>
kekal abadi,telah banyak<br>
keihsananMu terhadap kami,<br>
keihsananMu yang berkekalan.<br>
Wahai Tuhan yang Maha Penyayang,<br>
Wahai Tuhan yang Maha<br>
Penganugerah,<br>
Wahai Tuhan yang Maha Pengasih,<br>
Wahai Tuhan yang Maha Pemurah,<br>
Wahai Tuhan yang Maha Pengampun,<br>
Wahai Tuhan yang Maha Pemaaf,<br>
ampunilah kami dan rahmatilah kami, Engkaulah sebaik-baik Pengasih.</p>
<p>" Manfaat dan Khasiat Dzikrul Jalalah "<br>
Dzikrul Jalalah adalah satu doa<br>
yang biasa diamalkan oleh para<br>
ulama,<br>
Dzikrul Jalallah merupakan amalan berzikir<br>
menyebut lafaz tahlil<br>
(lailahaillallah) serta di ikuti permohonan kita<br>
untuk keamanan dari hilangnya<br>
keimanan dan keamanan dari fitnah<br>
godaan syaithan yang terkutuk. ini sangat penting bagi kita sebagai seorang hamba,<br>
Dzikrul Jalalah diakhiri dengan<br>
memohon keampunan dan rahmat<br>
Allah s.w.t.</p>
<p>Almarhum Buya al-Maliki rahimahUllah,<br>
dalam “Khulaashatu Syawaariqil Anwaari<br>
min ad`iyatis Saadatil Akhyaar”<br>
menganjurkan agar dzikrul jalallah<br>
dibaca setelah membaca asma-ul<br>
husna. Bisa saja dzikrul jalallah dan<br>
doa ini dibaca tanpa didahului<br>
asma-ul husna sebagaimana<br>
diamalkan oleh sebagian para guru, Dzikrul Jalallah bisa diamalkan<br>
kapan saja, tetapi sebaiknya<br>
diamalkan secara terus<br>
menerus dan iklaskan hati dengan berniat karena allah swt semata. Bacalah dengan hati yang lembut serta tanpa beban dengan harapan mendapat ridha allah swt. Agar niat di hati kita tidak macam-macam, dan janganlah terburu nafsu. Mudah-mudahan dengan<br>
mengamalkan dzikrul jalallah<br>
permohonan sahabat dan saya selaku admin mahkota cahaya ini. terkabul dan kita<br>
terpelihara dari hilangnya iman , lemah nya iman. Baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit,senang,susah, dan sebagainya. Terutama sekali<br>
tatkala menghembuskan nafas kita<br>
yang terakhir  hendaknya amiiin.</p>
<p>Demikianlah yang dapat Mc suguhkan kepada sahabat semuanya semoga bermanfaat bagi sahabat dan saya, salah dan khillaf Mc mohon maaf, Wassalam.</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh5.ggpht.com/-yqz_zJrtGL8/UVElkv5pX-I/AAAAAAAAAgs/tU3JtH9jjfc/s1600/dzikrul-jalallah.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh5.ggpht.com/-yqz_zJrtGL8/UVElkv5pX-I/AAAAAAAAAgs/tU3JtH9jjfc/s640/dzikrul-jalallah.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com1Sutera, Sutera-1.6084906 100.64591tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-16708676339211829852013-02-25T04:22:00.001-08:002013-03-02T10:07:11.673-08:00Android Video Call Aplikasi<p>Sahabat Mc datang lagi update tips sederhana dari Mc langsung saja.Bagi anda pengguna handphone berbasis Android mungkin ada yang kecewa, karena bagi anda yang sudah terbiasa menggunakan fitur video call ternyata saat ini tidak lagi menemukan sama sekali fitur atau opsi video call pada hanphone baru anda tentu anda bingung bin heran padahal hanphone anda sudah 3g bahkan lebih nah saran dari admin telitilah dahulu jika suatu saat anda membeli telitilsh kegunaan nya apa sudah memenuhi kebutuhan anda jangan asal android saja perlu anda ketahui tidaklah semua android itu sama . dan ini tentu mengecewakan anda,hanphone cerdas dambaan ternyata tak memenuhi kebutuhan anda sehari-hari.    </p>
<p>Memang benar hanphone android pada<br>
umumnya memiliki spesifikasi yang cukup tinggi dan mampu melaksanakan berbagai tugas selain tugas dasar dari sebuah<br>
handphone pada umumnya. Selain itu, mayoritas hanphone Android yang beredar di pasaran telah menggunakan koneksi 3G bahkan lebih. Mungkin karena itu, banyak orang mengira bahwa semua handphone Android dapat melakukan panggilan video call.<br>
Namun, kenyataannya tidak. Banyak handphone Android dalam keadaan standar pabrik tidak dapat melakukan video<br>
call, khususnya yang menggunakan sistem operasi versi 2.2 (Froyo) kebawah.<br>
Jangankan melakukan video call, kamera depan pun tidak disediakan. Bagi orang yang sering menggunakan fitur video call<br>
pasti akan kecewa menghadapi situasi ini, pikirnya “handphone satu jutaan saja bisa video call, masa Android tidak bisa sih?” nah terasa hambar kan? Jika<br>
Anda termasuk salah satu orang yang kecewa, jangan khawatir, karena Anda masih dapat<br>
melakukan video call Android<br>
dengan cara menginstall aplikasi buatan pihak ketiga. Aplikasi Android Video Call<br>
tersebut salah satunya adalah<br>
Tango Voice & Video Calls.</p>
<p>Dn masih ada yang lainya yang dapat anda download di google play/ samsung apps.<br>
Dengan aplikasi ini pengguna dapat melakukan panggilan voice maupun video call. Hebatnya lagi, pengguna bukan hanya<br>
dapat melakukan video call antar pengguna Android saja, namun juga dapat melakukannya dengan pengguna iPhone.<br>
Untuk melakukan panggilan<br>
suara (voice) maupun video call, aplikasi ini tidak menggunakan pulsa telepon dan murni<br>
menggunakan koneksi data, baik<br>
melalui jaringan WCDMA (3G), EVDO maupun melalui koneksi Wi-Fi.<br>
Jadi, jika Anda menggunakan<br>
aplikasi ini melalui jaringan Wi-Fi atau jika Anda menggunakan<br>
paket internet unlimited, maka<br>
dapat dikatakan Anda melakukan<br>
panggilan free video call. Namun bila Anda menggunakan aplikasi<br>
ini melalui jaringan data, maka<br>
kuota internet Anda akan berkurang / bila belum berlangganan paket internet,<br>
pulsa tetap terpotong.<br>
Tango Voice & Video Calls Android - iPhone<br>
Berikut tutorial yang telah admin uji coba.<br>
melakukan Android Video Call<br>
menggunakan aplikasi Tango Voice dan Video Calls.<br>
Unduh dan install aplikasi Tango<br>
Voice & Video Calls.<br>
lalu saat pertama kali aplikasi<br>
diaktifkan, Anda akan diminta untuk mengisi nomor telepon serta email sebagai tanda<br>
pengenal akun Tango. Untuk<br>
mengisi nomor telepon, pilih<br>
Country Code +62 bagi yang berada di indonesia, seterusnya untuk<br>
mengisi bilah nomor telepon, jangan<br>
menggunakan angka “0” di depan. Contoh: No telp Anda:<br>
081277777  harus ditulis<br>
81277777. No telepon yang tertera<br>
akan menjadi +62 81277777. Setelah selesai, Anda dapat melihat phonebook Tango.<br>
Aplikasi Tango akan melakukan<br>
pencarian berdasarkan phonebook ponsel untuk melihat apakah ada teman Anda yang<br>
telah memiliki Akun Tango. Jika sudah ada maka dengan otomatis sudah tertera dalam kontak aplikasi tango.</p>
<p>Selamat Saat ini Anda sudah siap untuk melakukan panggilan voice atau video call android.<br>
Pada saat melakukan panggilan<br>
pertama kali, aplikasi ini hanya menggunakan panggilan suara<br>
saja, untuk mengaktifkan fitur video call, anda hanya cukup mengklik tombol video. </p>
<p>Kelebihan dan kekurangan melakukan Video Call Android menggunakan aplikasi Tango<br>
Voice & Video Calls:<br>
di antaranya sebagai berikut<br>
Kelebihan:<br>
1. Tidak membutuhkan pulsa telepon (Kecuali bila Anda belum berlangganan paket internet).<br>
2. Dapat diinstall pada handphone Android yang tidak memiliki kamera depan. Walaupun bisa, namun pastinya kurang nyaman<br>
karena harus membolak-balikan handphone.<br>
3. Dapat melakukan video call ke pengguna iPhone dan sebaliknya<br>
4. Untuk menggunakan aplikasi ini Anda tidak akan dikenakan biaya atau Gratis Kekurangan: melainkan hanya biaya operator sim cart anda saja<br>
1. Karena hanya mengandalkan<br>
koneksi data, maka aplikasi ini membutuhkan koneksi data yang cepat, minimal koneksi 3G.<br>
2. Aplikasi kurang stabil dan terkadang terjadi hang. namun ini tidak mempengaruhi hanphone anda.</p>
<p>Perlu anda ketahui aplikasi ini belumlah dalam tahap stabil namun ini dapat mengobati rasa kecewa anda untuk bisa ber video call melalui android anda, daripada tidak ada samasekali kan lumayan juga hehe selamat mencoba.</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh3.ggpht.com/-S9z_XefqN0s/UStXgBlX3SI/AAAAAAAAAeo/P31wKD4NEB8/s1600/tango02.png' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh3.ggpht.com/-S9z_XefqN0s/UStXgBlX3SI/AAAAAAAAAeo/P31wKD4NEB8/s640/tango02.png' /> </a> </div><div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh6.ggpht.com/-iXgu4BT3D4g/UStXkEBeIfI/AAAAAAAAAew/dBVndGi7Cxs/s1600/tango01.png' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh6.ggpht.com/-iXgu4BT3D4g/UStXkEBeIfI/AAAAAAAAAew/dBVndGi7Cxs/s640/tango01.png' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Sutera, Sutera-1.6084906 100.64591tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-42820417840530666062013-02-10T10:21:00.001-08:002013-02-10T10:27:13.452-08:00Gudang aplikasi dan permainan hanphone andalan anda<p><br>
Banyak situs yang menyediakan tempat mendownload dari berbagai aplikasi android</p>
<p>Android Market milik Google<br>
bukanlah satu-satunya tempat<br>
untuk mendapatkan aplikasi<br>
Android. Jika Anda ingin<br>
mendapatkan aplikasi<br>
menggunakan cara lain<br>
melalui penyedia aplikasi<br>
Android, bisa mencoba<br>
mencari alternatif dengan<br>
menggunakan App Store dari<br>
pihak lain.<br>
Namun perlu diingat, secara<br>
default, Android akan<br>
memblokir instalasi aplikasi<br>
selain melalui Android Market.<br>
Jika ingin menggunakannya,<br>
Anda bisa mengaktifkan tanda<br>
centang pada pilihan<br>
"Unknown Sources" melalui<br>
Settings > Applications .<br>
Berikut kami sertakan 5 situs<br>
penyedia aplikasi Android<br>
alternatif yang cukup menarik<br>
dan lengkap.</p>
<p>1. Amazon Appstore for Android</p>
<p>Amazon Appstore yang dirilis<br>
pada bulan Maret 2011<br>
merupakan penyedia aplikasi<br>
Android terpopuler setelah<br>
Android Market.<br>
Hal ini bisa jadi karena situs<br>
penyedia aplikasi Android ini<br>
secara default digunakan pada<br>
perangkat Kindle Fire. Yang<br>
menarik, Amazon App Store<br>
setiap harinya memberikan<br>
aplikasi berbayar secara gratis<br>
kepada pengguna dalam waktu<br>
setiap 24 jam.<br>
Hanya saja kelemahan<br>
terbesar situs ini adalah<br>
layanannya yang hanya bisa<br>
digunakan oleh pengguna<br>
yang berdomisili di wilayah<br>
tertentu saja. Selain Amerika<br>
Serikat, pengguna di negara<br>
seperti India, Australia, serta<br>
beberapa negara di Eropa bisa<br>
memanfaatkan layanan<br>
tersebut.</p>
<p>2. GetJar</p>
<p>Tidak seperti Amazon yang<br>
menyediakan aplikasi berbayar<br>
yang digratiskan secara<br>
terbatas, GetJar memberikan<br>
promosi berupa aplikasi<br>
berbayar yang bisa diunduh<br>
dan digunakan secara gratis<br>
tanpa batasan waktu. Fasilitas<br>
dengan nama ‘Gold Apps’ ini<br>
ditawarkan setiap minggunya<br>
dengan pilihan aplikasi yang<br>
beragam dari berbagai<br>
kategori.<br>
Asyiknya, layanan GetJar bisa<br>
digunakan dari pengguna di<br>
seluruh dunia sehingga Anda<br>
bisa memanfaatkan segala<br>
layanan yang ada secara gratis<br>
dan bebas. GetJar juga<br>
menyediakan aplikasi selain<br>
untuk Android, di antaranya<br>
bagi pengguna Blackberry,<br>
Nokia, Samsung, LG, hingga<br>
Palm dengan masing-masing<br>
sistem operasinya.</p>
<p>3. AppBrain</p>
<p>AppBrain menawarkan<br>
pendekatan yang agak<br>
berbeda dengan App Store<br>
kebanyakan. Selain<br>
menyediakan aplikasi Android,<br>
AppBrain juga menyediakan<br>
fasilitas pertemanan layaknya<br>
situs jejaring sosial.<br>
Dengan fitur-fitur sosial, Anda<br>
bisa menjalin pertemanan<br>
dengan pengguna lain dan bisa<br>
mendapatkan rekomendasi<br>
dari mereka mengenai aplikasi<br>
yang ada. Pengguna juga bisa<br>
melakukan sharing aplikasi<br>
melalui jejaring sosial dan<br>
menginstal aplikasi melalui<br>
PC.<br>
AppBrain menampilkan<br>
aplikasi berbayar maupun<br>
gratis yang disusun<br>
berdasarkan kategori. Selain<br>
itu, aplikasi juga ditampilkan<br>
berdasarkan pilihan<br>
rekomendasi dari pengguna<br>
lain. Anda juga akan<br>
mendapati aplikasi<br>
berdasarkan Hot apps Today,<br>
Hot Apps This Week, Hot Apps<br>
Today Paid dan All Time<br>
Popular Apps.</p>
<p>4. SlideME</p>
<p>Meski aplikasi yang<br>
ditawarkan tidak selengkap<br>
Android Market milik Google,<br>
SlideME memiliki beberapa<br>
kelebihan yang tidak terdapat<br>
pada App Store lainnya, di<br>
antaranya dengan<br>
menawarkan fitur Storage<br>
Locker.<br>
Fitur ini berguna bagi<br>
pengguna yang telah membeli<br>
aplikasi melalui market dan<br>
hendak mengunduh ulang atau<br>
melakukan upgrade di saat<br>
aplikasi tersebut hilang,<br>
terhapus, atau telah direset.<br>
Untuk menggunakannya,<br>
pengguna mesti mengunduh<br>
dahulu aplikasi SlideME<br>
Market App (SAM) melalui<br>
browser di<br>
http://slideme.org/sam.apk .<br>
Selanjutnya, tinggal lakukan<br>
instalasi dan jalankan SAM.<br>
SlideME juga banyak<br>
ditemukan secara default pada<br>
tablet maupun smartphone<br>
Android dari merek yang<br>
kurang populer (contohnya<br>
merek Cina atau lokal) sebagai<br>
alternatif Android Market.</p>
<p>5. Opera Mobile Store</p>
<p>Browser Opera Mobile<br>
terbaru telah menyediakan<br>
tautan untuk mengakses<br>
aplikasi berbasis Android.<br>
Tautan ini secara default telah<br>
terdapat pada Speed Dial<br>
Opera dengan nama Opera<br>
Mobile Store. Di sini<br>
disediakan pilihan aplikasi<br>
Android berdasarkan 3<br>
kategori saja: Populer, Baru,<br>
dan Gratis. Sedangkan, jika<br>
Anda mengaksesnya melalui<br>
browser desktop, tampilannya<br>
lebih lengkap dengan pilihan<br>
kategori layaknya App Store<br>
lain.<br>
Dilengkapi dengan lebih dari<br>
55.000 aplikasi, Opera Mobile<br>
Store dibangun dan<br>
diluncurkan melalui kerjasama<br>
strategis dengan Appia,<br>
penyedia teknologi aplikasi<br>
marketplace yang terdepan.<br>
Selain Android, disediakan<br>
pula aplikasi untuk sistem<br>
operasi mobile lain seperti<br>
Windows Mobile, Java,<br>
Symbian, Blackberry, dan<br>
iPhone.<br>
***<br>
Selain 5 penyedia layanan<br>
aplikasi Android tersebut,<br>
masih banyak situs lain yang<br>
tidak kalah menarik. Beberapa<br>
di antaranya:<br>
- Pdassi for Android<br>
(http://android.pdassi.com/ )<br>
- Samsung Apps ( http://<br>
www.samsungapps.com/ )<br>
- APKtor ( http://<br>
www.androlib.com/ )<br>
- AppPlanet ( http://<br>
applanet.net/ )<br>
- YAMM Market (http://<br>
yaam.mobi/ )<br>
- Famigo (http://<br>
www.famigo.com/ )<br>
- F-Droid (http://f-<br>
droid.org/ )</p>
<p>Nah bagaimana anda tertarik ? semoga bermanfaat bagi anda pengunjung blog mahkota cahaya</p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='http://lh4.ggpht.com/-6wPgkts-p90/URfmfqeiekI/AAAAAAAAAeM/Uugfw_0MWuc/s1600/2756865784420659339.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='http://lh4.ggpht.com/-6wPgkts-p90/URfmfqeiekI/AAAAAAAAAeM/Uugfw_0MWuc/s400/2756865784420659339.jpg' /> </a> </div><div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com2Padang Selatan, Padang Selatan-0.979843 100.36664tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-78019005536664791712012-12-10T22:21:00.000-08:002013-02-10T10:35:07.292-08:00Cerita Sengsara Membawa Nikmat (Bagian 12)<p class="mobile-photo"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-79zrPTtNQ2g/UMbRTB1TAxI/AAAAAAAAAao/ycpMhILGHqQ/s1600/1592678-788550.jpg"><img src="http://4.bp.blogspot.com/-79zrPTtNQ2g/UMbRTB1TAxI/AAAAAAAAAao/ycpMhILGHqQ/s320/1592678-788550.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5820569693262643986" /></a></p>''Sambungan Dari Bagian 11''
<br>12. Tertipu
<br>HARI amat panas, angin berembus lunak lembut. Ketika itu tengah hari tepat, sedang buntar bayang-bayang. Burung-burung beterbangan dari pohon ke pohon sambil bersiul-siul dan berbunyi dengan suka dan riangnya. Ada pula yangmelompat-lompat di atas rumput mencari tempat yang kelindungan, akan melepaskan lelah pulang dan mencari mangsanya. Pada sebuah bangku dekat sebuah telaga Kebun Raya di Bogor, duduk seorang muda. Itulah Midun yang sedang melihat angsa dua sekawan hilir mudik di telaga. Amat berlainan keadaannya dengan burung-burung di kebun itu. Ia duduk tidak bergerak, memandang airyang amat jernih dengan tenangnya. Sungguhpun matanya terbuka, tetapi pikiran Midun melayang entah ke mana. Entah apa yang terjadi pada sekelilingnya, tiadalah diketahui Midun. Ia bermenung, seakan-akan ada suatu masalah yangsulit dipikirkannya. Lebih sejam Midun dengan hal demikian itu, ia pun menarik napas panjang, sebagai memutuskan pikirannya. Kemudian ia berkata dalam hatinya, "Sudah hampir sebulan saya di sini, makan tidur saja sepanjang hari. Akan tinggal menetap saja di sini, apakah yang akan dapat saya kerjakan, karena di negeri orang. Akan pergi, berat hatiku meninggalkan Halimah, dan ia sendiri beserta ayahnya menahani saya pula. Menurut hemat saya, mengingat pergaulan kami yang sudah-sudah, jika saya katakan apa yang tercantum di hati saya kepada Halimah, tak dapat tiada enggan ia menolak, dan tentu diterimanya. Hal itu nyata benar kepada saya, ketika kami berjalan-jalan berdua saja di kebun ini. Tidak saya saja yang sangat bercintakan dia, tetapi Halimah kalau tidakkan lebih, samalah agaknya dengan saya pula. Bukankah ketika kami duduk di sini, Halimah ada berkata, 'Udo, alangkah bagusnya angsa dua sekawan itu berenang kian kemari dengan senangnya, tidak ada yang disusahkannya?' Ketika kami duduk di bangku dekat sungai sebelah sana, ia berkata pula, 'Aduhai, Udo! Tampak-tampak oleh saya negeri Padang dan kuburan ibu. Tahun mana musim pabila, dan dengan jalan apakah lagi maka tercapai oleh saya negeri yang sangat saya cintai itu?'
<br>Nah, apa lagi, sungguhpun kawat yang dibentuk, ikan di tebat yang dituju. Bukankah hanya tinggal pada saya saja lagi.
<br>Tetapi, tetapi, kalau saya nyatakan pula perasaan saya dan diterimanya, apakah yang akan kami makan kelak, karena saya tidak ada berpencarian. Ah, sudahlah, rezeki elang tak dapat oleh musang. Jika jodohku tiadakan ke mana, saya perlu mencari penghidupan dulu. Bukankah pangkal kesenangan itu uang? Jika ada uang, yang dimaksud sampai dan yang dicita datang. Tetapi kalau tidak ada uang ... celakalah hidup."
<br>Midun berdiri lalu berjalan menuju Kampung Empang tempat ayah Halimah tinggal. Pikirannya sudah putus hendak meninggalkan negeri itu. Segala perasaannya kepada Halimah, disimpannya dalam peti wasiat di sanubarinya. Nanti jika sudah datang waktunya, baru ia berani membukakannya. Hampir sampai ke rumah, dari jauh sudah kelihatan olehnya Halimah berdiri di tepi jalan di muka rumahnya. Setelah dekat, Halimah berkata, "Ke mana, Udo? Sudah lama sayamenanti belum juga pulang? Saya sangka Udo sudah sesat, atau ditipu Werak*
<br>(Werner, orang yang mencari-cari kuli kontrak untuk onderneming dan
<br>tambang) supaya Udo suka jadi kontrak." Halimah berkata itu dengan senyum dan bersenda gurau. Maka Midun berkata pula, katanya, "Asal orang di sini menipu saya, apa boleh buat. Sengaja menyeberang kemari, memang akan ditipu orang, tetapi sampai kini belum juga ada orang yang hendak menipu."
<br>Kedua mereka naik ke rumah. Hidangan sudah tersedia, lalu mereka itu makan bersama-sama. Setelah sudah makan, ibu tiri dan ayah Halimah, Midun dan Halimah duduk ke beranda muka. Tidak lama antaranya, Midunpun berkatalah, "Bapak! Yang saya maksud dari Padang akan mengantarkan Halimah kemari, sudah sampai dan selamat tidak kurang suatu apa. Sudah hampir sebulan saya di sini, hilir mudik tidak keruan saja. Sekarang biarlah saya mencarikan untung nasib saya barang ke mana. Akan begini saja sepanjang hari, tentu tidak boleh jadi. Tidak saja janggal pada pemandangan orang keadaan saya ini, tetapi bersalahan pula. Saya berjalan tidak jauh, melainkan di tanah Jawa ini juga.
<br>Akan pulang sekali-kali tidak, karena alangan yangsudah saya ceritakan kepada Bapak. Sebab itu saya harap Bapak izinkanlah saya pergi dari sini. Mudah-mudahan kelak, jika ada hayat dikandung badan, kita bertemu pula."
<br>Muka Halimah pucat mendengar perkataan Midun yang sekonyong-konyong itu datangnya. Sudah sebulan di Bogor tak ada disebut-sebut Midun kepadanya tentang hal itu. Setiba-tiba
<br>ia hendak pergi saja. Halimah berpikir kalau-kalau ada perkataannya yang salah, atau ada yang tidakmenyenangkan hati Midun di rumah itu. Biar bagaimanapun jua ia berpikir, satu pun tak ada teringat kepadanya. Dalam pada itu, bapak Halimah berkata, katanya, "Bagi bapak, kalau boleh, Anak tinggal di sini saja. Anak, bapak pandang tidak sebagai orang lain lagi, melainkan sudah sama dengan Halimah. Ada sama kita makan, tidak sama ditahan. Lagi pula Halimah tentuakan canggung Anak tinggalkan, sebab Anak sudahdisangkanya ... tidak sebagai orang lain lagi."
<br>"Benar kata Bapak itu," ujar Midun, "tetapi akan begini sajakah selamanya? Syukur kalau Bapak masih mencari, tetapi jika Bapak tidak kuat lagi, bagaimana? Sebab itu saya berharap benar-benar, Bapak izinkan juga saya pergi hendaknya. Tentang Halimah, saya rasa tentu dia akan mengizinkan, sebab saya berjalan ini dengan maksud baik, lagi tidak jauh. Besok seboleh-bolehnya dengan kereta api pagi saya berangkat ke Betawi."
<br>Walau bagaimana juga ketiga beranak itu menahaninya, tetapi Midun keras jua hendak pergi. Oleh sebab itu maka diizinkanlah oleh mereka, tetapi jangan jauh dari Bogor, dan berharap bertemu jua kelak. Midun berjanji pula, bahwa ia tidak akan jauh, dan bila akan kembali ke Padang, tentu ia menemui mereka itu lebih dahulu.
<br>Pada malam itu Midun membuat sepucuk surat untuk Halimah, yang akan diberikannya. Jika dikatakan dengan mulut tidak akan terkeluarkan, apalagi di muka bapak Halimah. Surat itu ditulisnyadengan tulisan cara surau saja. Demikian bunyinya:
<br>Bogor, 20 Februari 19..
<br>Adikku Halimah!
<br>Sungguhpun Adinda sudah mengaku kakak kepadakakanda, tetapi perasaan sudah sama-sama dimaklumi. Pada ruangan mata Adinda, nyata kepada kakanda apa yang tersimpan dalam dada Adinda. Tetapi kakanda berlipat ganda daripada itu. Harapan kakanda besar, cita-cita kakanda tinggi terhadap kepadamu, Adikku! Kakanda minta dengan sangat, harapan kakanda yang mulia dan suci bersih itu, janganlah kiranya Adinda putuskan. Jika Adinda abaikan, nyawa kakanda
<br>tentangannya. Sebab itu sudilah kiranya Adinda mengikat erat, menyimpai teguh untuk sementara waktu. Kepergian kakanda ini tersebab Adinda dan keperluan kita berdua.
<br>Peluk cium kakanda, MIDUN
<br>Setelah sudah surat itu dilipatnya, lalu dimasukkannya ke saku bajunya. Maka Midun pun tidurlah dengan nyenyaknya, sebab pikirannya sudah tetap. Pagi-pagi benar ia sudah bangun. Sudah minum pagi mereka pun pergilah bersama-sama mengantarkan Midun. Baru saja sampai di stasiun, Halimah pergi membeli karcis ke Betawi. Kemudian karcis itu diberikannya kepada Midun. Karena Midun merasai selain daripada karcis ada pula sebuah surat, maka waktu itu Midun segera pula mengambil surat yang dibuatnya semalam, lalu diberikannya kepada Halimah. Hal itu seorang pun tak ada yang melihat, karena bapak ibu dan famili yang lain sudah masuk ke dalam stasiun.
<br>Kereta sudah datang, maka mereka itu pun bersalam-salaman. Yang pergi meminta maaf danmemberi selamat tinggal, yang tinggal begitu pula,lalu memberi selamat jalan. Ketika Midun bersalam dengan Halimah, tangan mereka gemetar, s.ama-sama tak hendak melepaskan. Sesaat kemudian Midun berkata, "Halimah, jangansaya dilupakan!"
<br>Midun melepaskan tangan Halimah, lalu melompat naik kereta. Sampai kereta api berangkat, ia tidakmemperlihatkan mukanya ke jendela kereta. Amat sedih hatinya bercerai dengan kekasihnya itu. Tetapi apa hendak dikatakan, karena ia terpaksa meninggalkan gadis yang dicintainya itu. Halimah pun lebih-lebih lagi, sekuat-kuatnya ditahannya kesedihan hatinya, karena takut akan diketahui ayahnya, ibu tiri, dan familinya. Sungguhpun demikian mukanya sangat pucat, air matanya berlinang-linang dan ia sebagai terpaku di muka stasiun itu. Sampai kereta api hilang dari matanya,baru ia pulang. Itu pun kalau tidak ditarik adiknya, tidaklah ia sadarkan dirinya.
<br>Setelah kereta api berangkat, Midun segera mengambil surat Halimah dari sakunya. Untung surat itu bertulis dengan tulisan Arab. Dalam suratitu dilampirkannya sehelai uang kertas f 50,-. Surat itu demikian bunyinya:
<br>Bogor, 20 Februari 19 .
<br>Paduka Kakanda yang tercinta! Dengan hormat!
<br>Setelah jauh tengah malam, baru adinda maklum apa maksud Kakanda meninggalkan adinda. Sekarang insaflah adinda akan ujud perkataan Kakanda kepada ayah yang mengatakan "maksud baik" kemarin. Dan adinda mengerti pula, apa sebabnya Kakanda menyimpan rahasia hati Kakanda selama ini terhadap kepada adinda. Pergilah Kakanda, pergilah! Lamun Halimah tidakkan ke mana. Adinda akan setia dari dunia laluke akhirat kepada Kakanda. Sebab itu janganlah Kakanda sia-siakan pengharapan adinda, anak piatu ini. Adinda siap akan menyerahkan nyawa dan badan adinda, bilamana saja Kakanda kehendaki.
<br>Bersama ini adinda sertakan uang sedikit untuk belanja di jalan. Harap Kakanda terima dengan segala suci hati. Selamat jalan!
<br>Peluk cium adinda, HALIMAH
<br>Surat ini dimasukkan Midun kembali ke sakunya perlahan-lahan. Pikirannya melayang kepada pergaulannya kelak, manakala ia sudah menjadi suami istri dengan Halimah. Kemudian teringat pulaoleh Midun akan perjalanannya itu. la belum pernah ke Betawi, hanya melihat kota itu dari atas kereta api saja. Ke manakah ia akan pergi, karenaseorang pun belum ada yang kenal kepadanya di Betawi?
<br>Dalam Midun berpikir-pikir demikian itu, sambil melihat ke luar dari jendela kereta api, kedengaran olehnya suara orang, katanya,"Assalamu'alaikum!"
<br>Midun melihat lalu menyahut,"Wa'alaikumussalam!" Seorang Arab bersalam dengan Midun, lalu duduk dekatnya, karena di situ ada tempat terluang. Setelah orang Arab itu duduk, ia berkata pula, "Bang hendak ke mana?"
<br>"Hendak ke Betawi!" jawab Midun dengan hormatnya. "Kalau saya tidak salah, Bang tinggal diEmpang, betul?"
<br>"Betul, Tuan juga acap kali saya lihat lalu lintas pada jalan di muka rumah tempat saya tinggal. Tuan tinggal di Empang jugakah?"
<br>"Tidak. Saya cuma menumpang saja di situ, di rumah saudara saya. Sudah dua bulan lamanya sampai sekarang.
<br>Rumah tempat tinggal saya di Betawi. Saya di Bogor, sebab ada urusan perniagaan."
<br>"Kalau begitu, berniagakah Tuan di Betawi?"
<br>"Ya, betul. Maksud Bang ke Betawi apa pula? Abang orang berniaga seperti saya juga?"
<br>Mendengar pertanyaan itu, Midun berbesar hati. Dari tadi ia memikirkan, ke mana ia akan pergi setelah sampai di Betawi. Sekarang ia sudah berkenalan dengan seorang yang tinggal di Betawi. Kata Midun dalam hatinya.
<br>"Sekaranglah yang sebaik-baiknya akan menceritakan hal saya terus terang kepada orangArab ini. Biarlah saya katakan saja apa maksud saya ke Betawi. Mudah-mudahan karena ia seorang Arab, berasal dari Tanah Suci, sudi ia menolong saya. Ah, kalau ia suka mengajar saya berniaga, alangkah baiknya. Maka Midun berkata,katanya, "Saya ini bukan saudagar, Tuan! Saya baru datang ke tanah Jawa ini. Sampai sekarang baru sebulan saya di sini. Maksud saya ke Betawi ini, hendak mencari penghidupan. Saya amat ingin hendak menjadi orang berniaga. Sudikah Tuan mengajar saya berniaga?"
<br>"Jadi Abang orang mana?"
<br>"Saya orang Padang."
<br>"Belum pernahkah Abang ke Betawi?"
<br>"Tidak pernah sekali juga. Dari Padang saya terus saja ke Bogor."
<br>"Baiklah. Kalau Bang suka, dengan karena Allah saya suka menolong dan mengajar Abang berniaga."
<br>"Terima kasih banyak, Tuan! Asal Tuan suka mengajar saya berniaga, sekalipun akan Tuan jadikan orang suruh-suruhan dulu, saya terima dengan segala suka hati."
<br>"Baiklah. Nanti kalau kereta sudah sampai di Betawi, ikutlah ke rumah saya! Nama Bang siapa?"
<br>"Nama saya Midun. Saya harap karena Tuan sekarang sudah saya pandang sebagai induk semang saya, jangan lagi Tuan memanggil 'abang' kepada saya. Sebut sajalah nama saja!"
<br>"Baiklah. Begitu pula sebaliknya, sebab Midun sudah mengaku induk semang kepada saya, tentu Midun harus pula mengetahui nama saya. Saya bernama Syekh Abdullah al-Hadramut. Sekarang saya mau bertanya sedikit, tapi saya harap jangangusar. Waktu Midun datang ke Bogor tempo hari, saya lihat bersama istri. Tentu saja istri Midun itu orang Padang pula, sebab Midun belum pernah kemari. Apakah sebabnya
<br>ditinggalkan di rumah orang Sunda di Bogor? Di manakah Midun berkenalan dengan dia?"
<br>Lama Midun berpikir akan menjawab pertanyaan orang Arab itu. Akan dikatakannya bukan istrinya, memang gadis itu bakal istrinya juga.
<br>"Ah, lebih baik dikatakan istri saya saja," kata Midun dalam hatinya. Maka katanya, "Istri saya itu orang sini, dan kawin dengan saya waktu di Padang dahulu. Tempatnya menumpang di Empang itu, rumah orang tuanya sendiri. Jadi sementara saya mencari pekerjaan, saya suruh ia tinggal bersama orang tuanya dahulu."
<br>"Oooo, begitu!"
<br>Setelah sampai di stasiun Betawi, Midun pergilah bersama Syekli Abdullah al-Hadramut, ke rumahnya di Kampung Pekojan. Maka tinggallah Midun bersama-sama, dengan dia di rumahnya. Ada sebulan lamanya Midun berjalan hilir mudik saja menurutkan Arab itu berniaga. Dengan hal demikian, ia telah mengetahui jalan-jalan di kota Betawi. Bahasa negeri itu pun sudah mahir pula kepadanya. Begitu pula tentang hal berniaga, ia sudah agak paham. Maka Midu n pun mulailah berniaga. Uang yang f 50,- yang diberikan Halimah diambilnya akan jadi pokok. Syekh Abdullah al-Hadramut memberikan kain seharga f 100,-kepadanya. Maka ia pun berkata kepada Midun, katanya, "Harga kain ini f 100,-. Jadi kita berpokok f 50,- seorang. Kalau beruntung, kita bagi tiga. Sepertiga untuk saya dan dua per tiga keuntungan bagimu. Sukakah engkau dengan aturan begitu?"
<br>Karena Midun sangat percaya kepada orang Arab, ia pun menganggukkan kepala saja. Dan menurut aturan berniaga, memang sudah sepatutnya. Tetapi dalam pada itu Syekh Abdullah sudah mengambil keuntungan lebih dulu daripada harga kain itu. Penipuan itu sekali-kali Midun tidak mengetahui. Bahkan akan menyelidiki benar tidaknya harga kain sekian tidak pula terpikir di hatinya, karena kepercayaannya penuh kepada orang Arab itu.
<br>Enam bulan Midun berjaja, pada suatu malam ia berkata kepada Syekh Abdullah, katanya, "Tuan, rupanya agak kurang cepat menjual kain di kota ini. Dalam sehari hanya laku lima-enam helai saja. Tidak baikkah kalau saya pergi ke negeri yang dekat-dekat di sini, misalnya ke Tangerang, Kebayoran, dan lain-lain?"
<br>"Kalau begitu Midun belum pandai berniaga," ujar Syekh
<br>Abdullah. "Mari saya tunjuki jalannya, supaya lekastebal. Memang jika dijual tunai, susah melakukannya di sini. Sebab itu lebih baik Midun perutangkan di kampung-kampung. Bayarannya pungut tiap-tiap hari Sabtu, sebab kebanyakan orang sini gajian satu kali seminggu. Jika diutangkan, taruh harga kain itu lebih mahal, menurut beberapa ia berani mengangsur tiap-tiapminggu, Misalnya kalau harga 13,20,-. Jadi tiap-tiap minggu ia harus membayar f 0,40,-. Bukankah dengan jalan itu kita beruntung besar? Kesusahannya tidak ada, sebab Midun berjalan juga tiap-tiap hari."
<br>Perkataan itu tidak sesuai sedikit jua dengan pikiran Midun. Pada pikirannya perbuatan itu jahat, sebab terlampau memakan benak orang. Meskipun dia yang sudah-sudah menurut saja apayang dikatakan induk semangnya, tetapi sekali ini pengajaran itu tidak sedikit jua sesuai dengan kemauannya.
<br>Midun termenung saja mendengar perkataan Syekh Abdullah yang demikian itu. Akan diteruskannya jua menjajakan kain ke kampung, pasti tidak akan laku. Tiba-tiba timbul pikiran lain dalam hati Midun, lalu ia berkata katanya,"Sekarang lebih baik saya jangan menjajakan kain lagi, Tuan! Saya ingin hendak berkedai di pasar, di tepi-tepi jalan. Biarlah saya beli saja di toko. Tetapi pokok saya sekarang, tentu tidak mencukupi. Sudikah Tuan meminjami saya uang barang f 100,-? Jika Tuan pinjami lagi saya uang f 100,- jumlah uang Tuan pada saya dengan yang dahulu f 150,-. Sekarang baiklah kita hitung laba rugi selama saya menjajakan kain."
<br>"Itu lebih baik lagi," ujar Syekh Abdullah, "supaya Midun dapat belajar sendiri mengemudikan perniagaan. Saya pun lebih suka, kalau saya tidak campur. Dan saya suka memberi uang pinjaman, tetapi Midun tahu sendiri, tentu saya mengambil untung sedikit."
<br>"Tentu saja, Tuan!" ujar Midun. "Dalam hal itu saya ada timbangan bagaimana yang patut, karena uang Tuan saya pakai."
<br>Setelah selesai mereka itu membagi keuntungan penjualan kain yang sudah, maka Syekh Abdullah al-Hadramut menulis sepucuk surat utang. Surat utang itu disuruhnya tanda tangani oleh Midun. Dengan tidak berpikir lagi, ia menandatangani surat itu dengan tulisan Arab, lalu uang itu diambilnya. Ia berjanji, bahwa uang itu dalam 8 bulan akan dikembalikannya. Dengan senang hati Midun pergi, karena ia tidak lagi berjalan
<br>kian kemari di seluruh kota Betawi. Ia memuji-muji kebaikan Syekh Abdullah al-Hadramut, karena mempercayai dia meminjamkan uang f 150,- itu. Dalam hatinya ia berjanji, manakala beruntung, akan dibelikannya barang sesuatu untuk istri Syekh Abdullah. Maka Midun berjalan mencari rumah tempat membayar makan. Ia mencari rumah yang agak dekat Pasar Senen, sebab ia bermaksud di sana akan membuka kedai. Setelah didapatnya rumnh tempat tinggal di Kampung Kwitang, lalu Midun pergi membeli barang. Pada keesokan harinya, ia pun mulai berkedai di Pasar Senen. Setelah sudah berkedai segala kain itu dibawa oleh seorang kuli pulang ke rumahnya. Demikianlah pekerjaan Midun tiap-tiap hari.
<br>Adapun akan Syekh Abdullah al-Hadramut, sekali seminggu datang juga ke kedai Midun. Belum cukup sebulan Midun berkedai. pada suatu hari ia disuruh datang oleh induk semangnya ke Pekojan. Pada malam yang dijanjikan itu, Midun datanglah ke rumah induk semangnya. Setelah sudah makan minum, maka Syekh Abdullah berkata, "Adakah baik jalannya selama engkau berkedai, Midun?"
<br>"Baik juga, Tuan!" ujar Midun. "Sekurang-kurangnya dalam sehari terjual seharga f 50,-. Kadang-kadang dicapainya sampai f 75,-."
<br>"Baik benar kalau begitu. Tidak lama lagi hari akan puasa. Tidak perlukah Midun menambah pokok lagi?"
<br>"Jika Tuan percaya dan sudi meminjami saya, terima kasih banyak, Tuan! Memang dengan pokoksebanyak sekarang tak dapat saya mencukupi kehendak orang. Ada yang meminta kain ini, kain itu, tetapi tidak ada saya taruh. Sedangkan sekarang demikian keadaannya, apalagi kalau sedikit hari lagi."
<br>"Baiklah, ini saya tambah f 100,- lagi untuk pokok. Tetapi supaya terang berapa uang saya kepada Midun, tentu engkau harus menekan surat utang pula."
<br>"Tentu saja, Tuan! Jika tidak demikian, tidak terang, berapa uang Tuan pada saya."
<br>Midun menekan surat utang pula sehelai lagi. Uangditerimanya f 100,-. Jadi jumlah utang Midun sudah f 250,-dengan yang f 150,dahulu itu.
<br>Maka berniagalah Midun dengan sungguh-sungguh hati. Karena ia tidak banyak mengambil untung tiap-tiap helai kain, amat banyak orang membeli kain kepadanya. Pada pikiran Midun, biar sedikit untung, tetapi banyak laku. Dengan hal
<br>demikian, ada kira-kira empat bulan Midun berniaga.
<br>Pada suatu malam, Midun menghitung berapa keuntungannya selama berkedai kain. Dengan tidak disangka-sangkanya, dengan pokok lebih kurang f 300,-, ia mendapat keuntungan bersih hampir f 200,-. Midun lalu berkata dalam hatinya,"Lain daripada barang, uang kontan sekarang ada pada saya f 350,-. Supaya saya jangan bersangkut paut juga pada induk semang saya, lebih baik besok saya bayar uangnya sama sekali. Setelah itu saya berikan uang untuk istrinya f 50,-, atau saya belikan barang yang harga sekianitu. Sudah itu saya berniaga dengan pokok saya sendiri. Insya Allah, jika Tuhan menurunkan rahmatnya sebagai yang sudah-sudah jua, barangkali dalam 2 atau 3 bulan lagi sampai apa yang saya citacitakan dengan Halimah. Ah, alangkah senangnya kami berniaga berdua! Aduhai..."
<br>Pada keesokan harinya Midun tidak berkedai. Ia pergi ke rumah induk semangnya ke Pekojan. Dari jauh Midun sudah tersenyum, ketika Syekh Abdullah melihatnya dari beranda muka rumahnya.Setelah sampai, Midun dan induk semangnya bercakap-cakaplah tentang perkara perniagaan. Sesudah minum kopi, Midun berkata, "Jika tidak ada Tuan, tidaklah saya jadi begini. Tuanlah yang mengajar saya berniaga. Meskipun saya belum pandai benar berniaga, tetapi memadailah ajaran Tuan selama ini untuk berniaga-niaga kecil. Buktinya, dalam empat bulan saja saya jalankan, sudah beruntung lebih kurang f,200,-. Oleh sebab itu, saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Tuan, karena Tuan telah membukakan mata saya dari pada yang gelap kepada yang terang.
<br>Jika ada izin Tuan, saya bermaksud_ hendak tegaksendiri. Artinya, iztang saya yang f 250,- kepada Tuan itu akan saya bayar sekarang. Dan saya mulai berniaga pula dengan pokok saya sendiri. Menurut aturan, sebab uang Tuan sudah sekian lama saya pakai, tentu tidak akan saya lupakan. Maka demikian, akan selamanya saya Tuan tolong,tentu tidak mungkin. Bila masanya lagi saya akan berdiri sendiri. Sebab itu Tuan izinkanlah kiranya saya, biarlah saya cobacoba pula berniaga sendiri. Sungguhpun begitu, saya harap Tuan ulang-ulangi juga saya ke kedai saya. Siapa tahu, jika ada hal apaapa yang menimpa diri saya, sebab malang dan mujur tidak bercerai, hanya Tuanlah yang saya harap akan menolong saya di Betawi ini. Tak ada yang lain harapan saya, melainkan Tuan."
<br>"Jika Midun mau berniaga dengan pokok sendiri, bagi saya tidak ada alangan," ujar Syekh Abdullah."Itu lebih bagus lagi, dan saya pun mau menolong Midun bilamana perlu. Sekarang kalau Midun hendak membayar utang Midun kepada saya, bayarlah!"
<br>Dengan segera Midun mengeluarkan uang dari saku bajunya sebelah dalam, lalu dihitungnya f 250,-, sebanyak yang diberikan Syekh Abdullah kepadanya. Pada pikirannya, setelah uang itu diterima induk semangnya, ia akan pergi ke belakang, kepada istri Syekh Abdullah memberikan uang f 50,- lagi atau dibelikannya barang menurut kehendak istri induk semangnya itu.
<br>Setelah uang itu dihitung Syekh Abdullah al-Hadramut, ia pun berkata, "Mana lagi, Midun? Ini belum cukup."
<br>"Yang lain maksud saya akan saya belikan barang untuk istri Tuan!" ujar Midun.
<br>"Ah, itu tidak perlu. Biarlah saya sendiri membelikan dia. Kemarikanlah uang itu! Berapa?"
<br>"Kalau begitu, baiklah!" ujar Midun dengan heran, sebab pada pikirannya, kalau uang diberikan, samalah halnya dengan bunga uang. Hal itu terlarang menurut agama. Maka Midun mengeluarkan uang pula f 50,- lalu berkata pula,"Hanya sebeginilah maksud saya hendak memberikan kepada istri Tuan, sebab uang Tuan telah sekian lama saya pakai. Uang ini akan saya berikan kepada beliau, melainkan sebagai hadiah saya, karena saya sudah beruntung berniaga. Tetapi Tuan meminta uang ini. Jika Tuan terima uang ini, tidaklah sebagai bunga uang namanya? Bukankah hal itu terlarang dalam agama kita? Lupakah Tuan akan itu?"
<br>"Apa? Bunga uang?" ujar Syekh Abdullah al-Hadramut. "Ini bukan perkara bunga. Uang yangf 250,- ini belum cukup. Midun mesti bayar sebanyak yang ditulis dalam kedua surat utang Midun; jumlahnya semua f 500,-."
<br>Terperanjat sungguh Midun mendengar perkataanSyekh Abdullah itu. la tahu uang yang dipinjamnya, cuma f 250,- tiba-tiba sekarang jadi f 500,-. Maka ia pun berkata dengan cemasnya, katanya,"Berapa, Tuan? f 500,-? Mengapa jadi f 500,-, padahal saya terima uang dari Tuan cuma f 250,-?"
<br>"Ya, f 500,-!" ujar Syekh Abdullah pula. "Midun mesti bayar f 500,- sekarang, sebab sekian ditulis dalam surat utang."
<br>Muka Midun jadi merah menahan marah, karena iamaklum,
<br>bahwa ia sudah tertipu. Amat sakit hatinya kepadaorang Arab itu. Ia tidak dapat lagi menahan hati, karena sangat panas hatinya. Ketakutannya hilang, kehormatannya kepada orang Arab lenyap sama sekali. Maka ia pun berkata, katanya,"Selama ini saya takut dan hormat betul kepada Tuan. Pada pikiran saya Tuan seorang yang suci, sebab berasal dari tanah Arab. Apalagi Tuan sudah syekh, saya percaya sungguh. Rupanya persangkaan saya itu salah. Kalau begitu, Tuan seorang penipu besar, sama halnya dengan lintah darat yang dikutuki Tuhan. Rupanya saya sudah Tuan jerat. Apakah maksud Tuan dengan uang yang f 250,- lagi itu? Akan jadi bunganyakah?
<br>Tidakkah Tuan tahu, bahwa menurut agama Islam terlarang memperbungakan uang? Bukankah memakan riba dengan cara demikian itu? Sungguh tidak saya sangka hal ini terjadi pada orang Arab."
<br>"Diam, engkau jangan berkata begitu sekali lagi," kata Syekh Abdullah dengan marah. "Jangan terlalu kurang ajar kepada saya.
<br>Saya amat baik kepadamu, tetapi dengan ini engkau balas. Jika engkau berani berkata sekali lagi, nanti saya adukan. Engkau boleh saya bawa perkara, supaya engkau tahu bahwa saya seorang baik."
<br>"Macam Tuan ini, orang pemakan riba, seorang baik?" ujar Midun dengan sengit. "Orang gila agaknya orang yang menyangka demikian itu. Tuanhendak membawa saya perkara? Ke langit Tuan adukan, saya tidak takut perkara dengan orang macam ini. Saya berdiri atas kebenaran, ke mana pun jua saya mau perkara."
<br>Midun segera mengambil uangnya yang f 300,- itu kembali, lalu dimasukkannya ke dalam saku bajunya. Sambil berjalan keluar rumah itu, ia pun berkata pula, katanya, "Tak ada gunanya kita berbalah jua, adukanlah ke mana Tuan suka! Saya tidak hendak membayar utang saya, sebelum perkara."
<br>Sepanjang jalan pikiran Midun berkacau saja. Hatinya amat panas, karena tertipu pula. Midun tidak mengerti apa sebabnya Arab itu berbuat demikian kepadanya. Lagi pula ia amat heran, sebab seorang Arab seberani itu menipu orang. Maka kata Midun dalam hatinya, "Sungguh ajaib, sepuluh kali ajaib, karena hal ini terjadi pada seorang Arab dan syekh pula. Siapa yang akan menyangka, orang yang demikian itu suka memakan
<br>riba. Benar ajaib dunia ini, jika kurang awas, binasa diri. Pada pikiran saya, orang Arab ini baik belaka, apalagi yang sudah syekh. Kiranya ada pula yang lebih jahat dan lebih busuk lagi tabiatnya. Bahkan tidak bermalu pula; senang sajaia mengatakan uang f 250,- jadi f 500,- bermuka-muka. (Ia tidak tahu bahwa dalam surat yang kedua f 300,-. Itulah kemalangannya tidak tahu di mata surat.) Lain daripada saya, tentu banyak lagi agaknya orang yang sudah terjerat macam saya ini. Amat panas hatiku mengenangkanpenipuan yang sangat halus dan menyakitkan hati itu. Biarlah, saya tidak akan membayar utang itu. Hendak diapakannya saya. Meskipun ia mengadu, saya tidakkan takut."
<br>Demikianlah pikiran Midun, sebentar begini, sebentar begitu. Dengan tidak disangka-sangkanya, ia telah sampai di rumah tempatnya membayar makan. Sampai di rumahnya, segala barang-barangnya yang masih tinggal dibawanya ke Pasar Senen, lalu dijualnya semua kepada kawan-kawannya yang sama berniaga dengan dia. Uang itu, yang jumlahnya semua lebih f 500,- disimpannya dalam saku bajunya, sedikit pun tak bercerai dengan dia. Ia tidak berkedai lagi, melainkan bersenang-senangkan diri saja. Jika ditanyakan orang, apa sebab Midun tidak berkedai lagi, jawabnya, hendak bersenang-senangkan diri dulu barang satu atau dua bulan.(Bersambung Dari Bagian 13)
<br>Jalut Sugra<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-58074262577648587982012-12-10T22:16:00.000-08:002013-09-09T10:22:40.428-07:00Cerita Sengsara Membawa Nikmat (Bagian 11)<p class="mobile-photo"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-RVzPhoFQC4Q/UMbQT2nXvsI/AAAAAAAAAac/f35ALO9YPjw/s1600/1592678-735566.jpg"><img src="http://3.bp.blogspot.com/-RVzPhoFQC4Q/UMbQT2nXvsI/AAAAAAAAAac/f35ALO9YPjw/s320/1592678-735566.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5820568607919685314" /></a></p>''Sambungan Dari Bagian 10''
<br>11. Meninggalkan Tanah Air
<br>DI ATAS kapal, berlainan pula keadaan Midun dengan waktu ia berangkat dari Bukittinggi ke Padang dahulu. Ia berdiri di geladak kipal, memandang air yang berbuih di buritan kapal. Sekali-kali Midun melayangkan pemandangannya ke bukit barisan Pulau Sumatra, yang makin lama makin kecil juga kelihatannya. Perasaannya jauh, jauh entah di mana ketika itu. Amat sedih hati Midun meninggalkan kampung halamannya yang sangat dicintainya itu. Tampak terbayang dalam pikirannya ibu bapak, adik, dan kawan-kawannya semua di kampung. Tampak-tampak oleh Midun, bagaimana kesedihan ibu dan adiknya, setelah menerima suratnya itu. Rasa-rasa terdengar olehnya, tangis ibunya menerima kabar itu. Bertambah hancur lagi hati Midun, mengenangkan nasibnya yang celaka itu. Pada pikirannya, nasibnya sangat buruk, berlainan dengan nasib kebanyakan manusia ini. Dengan tidak diketahuinya air mata-nya jatuh berderai, karena makin dipikirkannya, semakin remuk hatinya.
<br>Dalam Midun termenung-menung itu, Halimah datang menghampiri, katanya, "Menyesalkah Udo menolong saya yang celaka ini, Udo? Apakah yang Udo renungkan? Sedihkah hati Udo meninggalkan kampung, bercerai dengan ibu bapak, adik, dan kaum keluarga Udo? Ah, kasihan, karena Halimah, Udo jadi bersedih hati rupanya."
<br>"Tidak, Uni," ujar Midun sambil berpaling akan menghilangkan dukanya. "Sungguhpun tidak karena Uni, memang saya tidak akan pulang juga ke kampung. Saya sudah berjanji dengan diri saya, jikalau saya lepas dari hukuman, akan tinggal mencari penghidupan di Padang. Kalau tak dapat di Padang, di mana pun jua, asal dapat mencari rezeki untuk sesuap pagi dan sesuap petang.
<br>Sekarang ada jalan kepada saya untuk meninggalkan kampung yang lebih baik lagi. Apa pula yang akan saya sesalkan. Jika saya akan bersedih hati ataupun menyesal, tentu saja Uni tidak saya antarkan. Bukankah sudah saya katakan, bahwa saya siap akan menolong Uni bilamana perlu. Jangankan ke tanah Jawa, ke laut api sekalipun saya turut, jika menurut rasa Uni perlu saya ke sana. Hanya saya termenung itu memikirkan nasib saya jua. O ya, hampir saya lupa, Uni! Uang
<br>Uni masih ada lebihnya f 25,-. Ambillah uang ini nanti boleh jadi saya lupa mengembalikan."
<br>"Saya harap Udo janganlah memanggil uni juga kepada saya," ujar Halimah dengan senyumnya."Jika kedengaran kepada orang lain, tentu janggal, dan boleh menimbulkan pikiran yang salah. Sebab itu panggilkan sajalah 'adik'. Sudilah Udo beradikkan saya? Tentang uang itu, biarlah pada Udo. Ini ada lagi, simpanlah oleh Udo semua. Kalau saya yang menyimpan, boleh jadi hilang, apalagi kita di dalam kapal."
<br>Perkataan Halimah itu terbenar pula dalam pikiran Midun, karena boleh jadi jika didengar orang menimbulkan salah tampa. Demikian pula nyata kepada Midun, bahwa Halimah percaya sungguh kepadanya. Maka ia pun berkata dengan hormat sambil bergurau, katanya, "Tidakkah hina nama Uniberkakakkan saya? Percayakah Halimah mempertaruhkan uang kepada orang hukuman. Bagi saya tidak ada halangan, sekali dikatakan, seribu kali menerima syukur."
<br>"Sejak saya kenal kepada Udo, Udo selalu merendahkan diri dan amat pandai menjentik jantung saya," ujar Halimah. "Biarlah yang sudah itu, tetapi sekarang saya tidak suka lagi mendengar perkataan yang demikian. Jangankan senang hati saya mendengarnya, malahan makin mengiris jantung saya. Hal itu menunjukkan, bahwasaya masih Udo sangka seperti orang lain. Masakan saya tidak percaya kepada Udo, sedangbadan dan nyawa saya sudah saya serahkan, konon pula uang."
<br>Mendengar perkataan "nyawa dan badan" itu, hati anak muda yang alim dan saleh itu berdebar jua. Kaku lidah Midun akan berkata, karena harap-harap cemas. Untung ia lekas dapat menahan hati, lalu berkata, "Jika demikian permintaan Adik, baiklah. Sekarang sebagai seoran kakak dengan adiknya, si kakak itu harus mengetahui hal adiknya.Perkataan ibu Adik dahulu yang mengatakan 'cukuplah saya makan hati dan menahan sedih' selalu menjadi kenang-kenangan kepada saya sampai kini. Dan perkataan Adik 'dirundung malang' itu menyebabkan saya amat heran dan tidak mengerti sedikit juga. Sebabnya ialah karena saya lihat hidup Adik tinggal di gedung besar dan beruang banyak. Cobalah Adik ceritakan kepada saya sejak bermula sampai kita di kapal ini."
<br>"Baik, dengarkanlah, Udo, " ujar Halimah, lalu memandang kepada Midun dengan tajam. "Saya bercerita ialah menurut keterangan ibu dan mana yang saya ketahui. Adapun negeri
<br>saya di Bogor, jauhnya dari Betawi hampir sebagai Padang dengan Padang Panjang. Bapak saya orang Bogor juga, bernama Raden Soemintadireja. Beliau bekerja pada sebuah kantor Gubernemen di sana. Kini entah masih di situ juga ayah bekerja, entah tidak, tidaklah saya tahu. Sejak beliau bercerai dengan ibu, belum pernah kami dapat surat dari ayah. Meninggal dunia tidak mungkin, sebab tentu ada kabar dari keluarga saya. Sampai kini saya masih ingat bagaimana kasih sayang ayah kepada saya semasa kecil. Beliau sangat memanjakan saya, tidak ubah sebagai menatang minyak penuh. Baik pulang atau pergi ke kantor, tidak lupa ayah mencium sambil memangku saya. Makan selamanya berdua. Apabila saya menangis, ayah tiba dahulu. Permintaan saya, satu pun tak ada yang tidak beliau kabulkan. Jika tidur selalu dininabobokkan; nyamuk seekor beliau buru. Kerap kali kami bermain di pekarangan, bergurau dan berkejar-kejaran akan menyukakan hati. Pada petang hari kami berjalan-jalan di kota Bogor. Pulangnya saya sudah mendukung makanan. Permainan, missal-nya popi-popi, tidak lupa beliau belikan untuk saya. Karena masa itu anak beliau baru saya seorang, adalah keadaan saya jerat semata, obat jerih pelerai demam kepada ayah. Hari Minggu ayah libur bekerja. Maka kami pergi—kadang-kadang ibu serta pula—berjalan-jalan ke Kebun Raya, akan menyenang-nyenangkan hati.
<br>Adapun Kebun Raja itu, ialah kepunyaan T.B. Gubernur Jenderal yang memerintah negeri ini. Sungguh amat bagus taman itu. Segala pohon-pohonan ada di sana. Bunga-bungaan tidak pula kurang amat cantik dan harum baunya. Segala macam warna bunga ada belaka di taman itu. Jalannya turun naik bersimpang siur amat bersih. Pada tepi jalan itu ditaruh beberapa bangku tempat untuk orang berhenti melepaskan lelah. Dekat istana ada pula sebuah telaga yang dihiasi dengan berbagai-bagai bunga air. Amat indah-indah rupanya. Di tengah-tengah taman itu ada airmancur, memancar tinggi ke atas dengan permainya. Pada keliling air mancur itu diperbuat jalan dan ditaruh beberapa bangku tempat duduk. Ah, tak ubahnya seperti di surga dunia kita rasanya duduk di sana,. Udo! Mudah-mudahan selamat saja pelayaran kita, tentu Udo dapat juga melihat taman yang indah itu."
<br>Halimah berhenti bercakap, karena pikirannya melayang kepada penghidupannya semasa anak-anak.
<br>Ia terkenang akan tempat kelahirannya yang sudah sepuluh tahun ditinggalkannya itu. Midun sebagai orang bermimpi mendengar berita Halimah. Matanya tidak berasak dari bibir yang merah jambu itu. Apalagi melihat pipi Halimah yang sebentar-sebentar memperlihatkan lesung pipit karena senyumnya, jantung Midun bunyi orang memukul di dadanya. Imannya berkocak, karena pemandangan Halimah yang lunak lembut itu. Melihat kulit yang kuning langsat itu, Midun hampir didaya iblis. Ia terkenang akan sebuah pantun:
<br>Kayu rukam jangan diketam,
<br>kemuning tua dikerat-kerat.
<br>Jika hitam, banyak yang hitam,
<br>yang kuning jua membawa larat.
<br>"Sungguh saya jadi larat," Midun berkata dalam hatinya "Jika tidak karena anak gadis ini, tidaklah saya menyeberang laut." "Aduhai..."
<br>Untung lekas ia menahan hati, ketika hendak mengeluarkan perkataan, "Ah, alangkah senangnya jika kita berdua saja duduk pada bangku di dalam taman itu, Adikku!"
<br>Midun segera insaf akan diri dan mengetahui siapa dia dan siapa pula Halimah. Api asmara yang sedang berkobar di hatinya itu seperti disiram dengan air layaknya. Hati Midun kembali bagai semula.
<br>"Lain daripada itu, kami pergi pula ke museum* (Museum Zoologi di Bogor), yaitu sebuah gedung tempat menyimpan segala macam binatang dan burung," ujar Halimah meneruskan ceritanya."Burung apa saja dan macam-macam binatang, baik pun yang melata ada di sana. Segalanya itu sudah mati, tetapi kalau dilibat selintas lalu, sebagai hidup jua. Amat indah-indah dan bagus nian rupanya, Udo! O, sudah jauh kita terpisah dariujud yang akan adinda ceritakan. Maaf, Udo, saya bermimpi gila mabuk kenang-kenangan."
<br>"Kenang-kenangan yang akan sampai, mimpi yang boleh terjadi," ujar Midun tiba-tiba. "Susahnya yang sebagai si pungguk merindukan bulan. Badan loyang disangka emas."
<br>Midun menyesal, karena perkataan itu tidak sengaja terhambur saja dari mulutnya.
<br>Rasakan hendak dijahitnya bibirnya, karena terdorong itu. "Di manakah Midun yang saleh itu? Apakah arti perkataan yang demikian? Senonoh dan layakkah itu? Tidakkah melanggar
<br>kesopanan hidup pergaulan? Pantaskah seorang yang telah mengaku kakak kepadanya mendengar perkataan macam itu?" Berbagai-bagai pertanyaan timbul dalam pikiran Midun. Malu benar ia akan dirinya, apalagi jika Halimah salah tampa dan ... pula.
<br>"Apa boleh buat," kata Midun sendirinya. "Kata telanjur emas padahannya!"
<br>Muka Halimah merah padam mendengar perkataan Midun yang amat dalam pengertiannya itu. Ia memalingkan muka kemalu-maluan. Dalam hati Halimah, "Rupanya bertepuk tidak mau sebelah tangan."
<br>Maka ia pun berkata, "Ah, terlampau tinggi benar pikiran Udo itu. Tiap-tiap sesuatu dengan padannya. Biar bagaimana pipit itil akan tinggal pipit jua. Mudah-mudahan yang dicita datang, yang dimaksud sampai."
<br>Siiir, jantung Midun bekerja lebih keras lagi memompa darah ke seluruh batang tubuhnya mendengar jawab Halimah itu. Hatinya mundur maju tidak tentu lagi. Muka Halimah ditatapnya, tetapi ini tidak dapat berkata-kata. Pikiran Midun berkacau, suka dan girang silih berganti.
<br>Dalam pada itu Halimah berkata pula, katanya,"Demikianlah kasih sayang ayah kepada saya. Hal itu tidak pula dapat disesalkan, karena anak beliaubaru saja seorang. Rupanya saya bagi ayah, buah hati pengarang jantung, timbangan nyawa, semangat badan. Sangat benar beliau memanjakan saya. Manakala saya demam sedikit saja sudah cemas, tidak tentu lagi yang akan beliau kerjakan. Saya selalu dalam pangkuan beliau, dinyanyikan hilir mudik sepanjang rumah. Kepada ibu, ayah sangat pula sayang dan cinta. Tidak pernah saya mendengar beliau bertengkar, apalagi berkelahi. Mereka itu keduanya selalu hidup damai. Tidak pernah berselisih, melainkan sepakat dalam segala hal. Karena itu kami selalu hidup dalam suka dan riang. Satu pun tak ada yangmengganggu, senang sungguh masa itu.
<br>Hidup ini sebagai roda, Udo! Sekali naik, sekali turun, tiap-tiap kesenangan mesti ada kesusahan.Ayah saya itu di Bogor masuk orang bangsawan, sebab itu bergelar Raden. Orang yang dipanggilkan Raden di tanah Jawa, biasanya orangbangsawan. Ayah terpaksa kawin seorang lagi. Beliau terpaksa menerima, karena perempuan itu anak bapak kecil ayah sendiri. Tidak dapat ayah mengatakan 'tidak mau', karena yang membelanjai
<br>beliau sejak kecil dan yang menyerahkan sekolah bapak kecil ayah itulah. Beliau dibesarkan di rumahistri bapak kecil beliau, karena sejak kecil ayah sudah yatim piatu. Sebab itu ayah terpaksa mesti menerima. Ibu ada mengatakan, bahwa ada ayah meminta pertimbangan ibu saya, bagaimana yang akan baiknya. Ibu pun tidak dapat berkata apa-apa, terpaksa pula mengizinkan ayah beristri seorang lagi. Kepada ibu hal itu tidak menjadi alangan, asal kesenangan beliau tidak terganggu, dan keadaan rumah tangga tetap sebagaimana biasa.
<br>Maka ayah pun beristri sudah. Sungguhpun ayah sudah beristri, tetapi keadaan kami tidak berubah.Hanya waktu siang ayah hilang sebentar-sebentar, tetapi malam beliau tetap juga di rumah ibu. Kupanya ayah tidak sanggup bercerai dengan saya malam hari, karena saya acap kali sedang tidur memanggil 'papa'. Dengan tidak d isangka-sangka, tiga bulan sesudah itu, keadaan di rumah berubah. Masa itu saya sudah bersekolah. Pada suatu hari, ketika saya pulang dari sekolah, saya dapati ibu sedang menangis. Menurut keterangan ibu, sebabnya karena ayah marah-marah dengan tidak keruan. Ayah pulang sudah mulai berganti hari. Tiap-tiap beliau pulang, selalu bermuram durja. Saya sudah kurang beliau pedulikan. Sebabsedikit saja, beliau sudah marah-marah. Hidup kami tidak berketentuan lagi, ibu tak pernah bermata kering. Kesudahannya ayah tidak pulangpulang lagi, dan belanja sudah berkurang-kurang. Jika beliau pulang sekali-sekali, jangankan menegur saya, malahan muka masam yang saya terima. Karena takut, saya tidak pula berani mendekati beliau. Ibu terpaksa mencari untuk mencukupkan belanja hari-hari. Saya pun berhenti sekolah, pergi menurutkan ibu bekal ini dan itu untuk dimakan. Jika tidak begitu tentu kami mati kelaparan, sebab kami orang miskin. Belanja dari ayah tidak dapat diharap lagi. Sekali sebulan pun beliau jarang menemui kami. Entah apa sebabnya ayah jadi demikian, ibu sendiri sangat heran, karena tidak ada sebab karenanya. Keadaan kami sudah kocar-kacir, dan terpaksa pindah ke pondok-pondok, menyewa rumah yang berharga f
<br>1,50,-. Akan lari ke rumah famili, tidak ada yang kandung. Meskipun ada famili jauh, mereka itu pun miskin pula. Tidak lama kemudian, ibu diceraikan ayah. Ibu dan saya hidup jatuh melarat. Ibu hampir tidak dapat menanggungkan kesengsaraan itu. Beruang sesen pun tidak, makan pagi, tidak petang. Malu sangat pula, tidak terlihat lagi muka orang di Bogor. Karena
<br>tidak tertahan, ibu membulatkan pikiran, lalu menjual barang-barang yang ada. Maka kami pun melarik.m diri ke Betawi. Umur saya masa itu sudah 8 tahun. Bagaimana penghidupan kami mula datang di Betawi, Allah yang akan tahu. Maklumlah, Udo, walaupun dekat, kami belum pernah sekali jua ke negeri itu."
<br>Halimah terhenti berkata, karena air matanya jatuh berlinang ke pipinya. Pikirannya melayang kepada penghidupannya masa dahulu. Ia terkenangkan ibunya yang sangat dikasihinya, tinggal seorang diri di negeri orang, jauh terpisah dari tanah air, kaum famili semua. Tampak terbayang oleh Halimah, ketika ibunya akin meninggal dunia memberi nasihat dengan suara putus-putus. Maka ia pun menangis tersedu-sedu, karena amat sedih mengenangkan nasibnya yang malang itu.
<br>Melihat hal itu, Midun amat belas kasihan. Ia bersedih hati pula mendengar cerita itu. Sambil membujuk Halimah, Midun berkata, "Tidak ada gunanya disedihkan lagi, Halimah! Hal itu sudah terjadi dan sudah lalu, tidak usah dipikirkan jua. Memang demikianlah kehendak Tuhan dan kemauan alam. Tidak boleh kita menyesali, karena sudah nasib sejak di rahim bunda kandung. Kata Adik tadi, 'hidup ini sebagai roda'. Mudah-mudahan hingga ini ke atas, senang sentosalah hidup Adik."
<br>Halimah menghapus air matanya dengan saputangan. Kemudian ia pun berkata pula meneruskan ceritanya, "Sampai di Betawi, uang ibu tinggal f1,- lagi. Tiga hari ibu mencari pekerjaan ke sana kemari, tidak juga dapat. Hanya uang yang serupiah itulah yang kami sedang-sedangkan. Supaya jangan lekas habis, kami tidak makan nasi, melainkan ubi, singkong, kata orang Betawi. Dalam tiga hari itu kami menumpang di pondok-pondok orang. Kami tidur di tanah, di atas tikar yang sudah buruk. Karena pagi-pagi ibu mencuci baju anak orang pondok itu,ada juga saya diberinya nasi dengan garam. Pada hari yang keempat ibu pergi pula mencari pekerjaan.
<br>Saya selalu beliau bawa, setapak pun tidak beliau ceraikan. Hari itu kami tidak beruang sesen jua. Sampai tengah hari, ibu tidak juga dapat pekerjaan. Hampir semua rumah orang Belanda kami jalani, tetapi tidak ada yang mencari babu, koki, dan lain-lain. Panas amat terik, haus dan lapar tak dapat ditahankan. Ibu membawa saya kepada sebuah sumur bor, diambilnya air dengan tangan, lalu diminumkannya kepada saya. Kemudian kami berhenti di tepi jalan, berlindung di
<br>bawah sepohon kayu yang rindang akan melepaskan lelah. Sambil memandang saya, ibu menangis amat sedih. Muka ibu saya lihat sangat pucat, agaknya menahan lapar. Saya pun begitu pula, sebab pagi itu satu pun tak ada yang masuk perut. Karena lelah dan letih, saya pun tertidur di bawah pohon kayu itu. Entah berapa lamanya sayatertidur, tidaklah saya tahu. Ketika saya terbangun, saya lihat ibu sedang menangis. Ibu mengajak berjalan pula akan mencari pekerjaan. Tetapi saya hampir tak dapat berjalan, karena sangat lapar. Sungguhpun demikian kami berjalan jua dengan perlahan-lahan.
<br>Tiba-tiba saya melihat sebuah uang tali di tepi jalan, ibu rupanya melihat uang itu pula. Dengan segera ibu mengambil uang itu. Girang benar hati kami mendapat uang tali yang sebuah itu. Lima sen dibelikan kepada ubi. Untuk saya beliau beli nasi dengan sayur lima sen pula. Lebihnya disimpari untuk malam.. Sudah makan badan kami agak segar, lalu meneruskan perjalanan mencari kerja. Tidak jauh kami berjalan, bertemu dengan seorang babu sedang mendukung anak. Ibu bertanya kalau-kalau ada tuan-tuan yang mencaribabu, koki, dan lain-lain. Untung benar jawab babuitu mengatakan ada seorang tuan mencari babu kamar. Maka kami dibawanya kepada sebuah gedung, yang tidak berapa jauhnya dari situ, ibu pun bekerjalah di sana, di rumah orang Belanda.
<br>Adapun tuan tempat ibu bekerja itu, beranak seorang perempuan yang telah berumur 4 tahun. Ibu menjadi babu kamar, saya menjadi babu noni anaknya. Gaji ibu f 15,- dan saya f 5,-. Kami bekerja dapat makan dan tinggal dt sana. Tiap-tiap bulan ibu selalu menyimpan separuh dari gaji kami, takut kalau-kalau ditimpa kesusahan pula sekali lagi. Setelah enam bulan kami bekerja, maka tuan itu pun pindah kerja ke Padang. Di Padang ia menjadi kepala pada sebuah kantor Maskapai. Tuan dan nyonya mengajak kami ikut bersama-sama. Dijanjikannya, jika ibu mau pergi, akan ditambah gaji, begitu pula saya. Kendatipun gaji tidak bertambah, ibu memang hendak ikut juga. Maka demikian, karena ibu tidak suka lagi tinggal di tanah Jawa. Waktu akan berangkat, ibu berkirim surat ke Bogor, memberitahukan bahwa kami akan berlayar ke Padang. Alamat kalau hendak berkirim surat pun kami sebutkan di dalam surat itu. Maka kami pun berlayarlah.
<br>Di Padang, kami bekerja sebagaimana biasa. Dengan permintaan ibu kepada tuan, sebab saya masih berumur 8
<br>tahun lebih, maka saya diizinkan meneruskan sekolah. Lima tahun kemudian saya tamat sekolah.Selama itu penghidupan kami senang saja, tidak kurang suatu apa. Uang simpanan kami sudah ada f 500,-. Uang itu kami simpan di Padangsche Spaarbank. Setelah setahun saya berhenti sekolah, tuan dapat perlop. Ia dengan anak-anaknya akan pulang ke negeri Belanda. Karena mereka itu akan singgah ke Betawi dulu, maka ibu diajaknya pulang. Kata tuan, di mana kamu saya ambil, saya antarkan pula pulang kembali ke situ. Tetapi ibu tidak mau ke Betawi lagi, beliau hendak tinggal di Padang saja menunggu tuan balik. Maka kami dua beranak tinggallah di Padang. Ibu pindah kerja ke gedung lain, tetapi tidak tinggal di sana. Kami pun menyewa sebuah rumah yang berharga f 5,- sebulan.
<br>Waktu itu saya sudah gadis tanggung. Ibu berniat hendak membeli rumah yang kami sewa itu. Pada suatu hari, ibu pergi kepada yang punya rumah, akan menanyakan kalau-kalau ia mau menjual rumahnya. Kebetulan orang yang punya rumah hendak menjual rumahnya karena ia hendak bermenantu. Besok pagi ia pun datang dengan suaminya akan memutuskan penjualan rumah itu. Selesai surat-menyurat ibu berjanji bahwa uang beli rumah itu besoknya akan diberikan di muka saksi. Setelah itu kami pergi ke kantor bank mengambil uang sebanyak beli rumah, yaitu f 300,-.
<br>Malam itu terjadi suatu hal yang ngeri, Udo! Sungguh ngeri, sehingga hampir jiwa saya melayang karenanya. Tengah malam sedang kami tidur nyenyak, saya terkejut karena bunyi derak pintu yang ditolakkan orang. Sekonyong-konyong saya, melihat seorang besar tinggi berbaju hitam. Saya diancamnya kalau memekik akan dibunuhnya. Orang itu melompat ke jendela melarikan diri. Ibu terbangun pula, lalu meraba uang di bawah bantal. Apa yang akan dicari, uang sudah hilang dicuri maling. Ketika itu ibu dan saya memekik meminta tolong. Tetapi sudah terlambat, karena maling sudah jauh melenyapkan diri.
<br>Rumah itu tidak jadi dibeli, keadaan kami tidak ber-ketentuan lagi. Roda penghidupan kami sudahmulai turun pula. Tiga hari sesudah kemalingan, ibu jatuh sakit. Makin sehari penyakit beliau makin hebat. Bermacam-macam obat yang dimakannya, jangankan sembuh melainkan makin jadi. Uang yang masih tinggal di bank, sudah berangsur habis pembeli obat dan untuk belanja. Akan bekerja sajatidak dapat, karena tak ada yang akan membela ibu di rumah. Tiga bulan ibu tidak
<br>turun tanah, baru mulai sembuh. Tetapi badan beliau lemah saja. Uang hampir habis, hanya tinggal beberapa rupiah saja lagi.
<br>Di sebelah rumah kami ada tinggal seorang Belanda peranakan. Ia hidup membujang dan bekerja pada sebuah kantor di Padang. Ketika ibu sakit, kerap kali dia datang ke rumah. Amat baik dan penyantun benar ia kepada kami. Banyak kali ibu diberinya uang, dibelikannya obat dan kadang-kadang disuruhnya antarkan makanan oleh babunya. Adakalanya ibuku ditanyanya, apa yang enak dimakan ibu. Tiap-tiap pulang bekerja, acap kali ibu dibawakannya makanan dari toko. Bahkan ia serta pula menyelenggarakan ibu dalam sakit itu. Sungguh amat baik benar budi bahasa orang Belanda itu. Tak dapat dikatakan bagaimana besarnya terima kasih kepadanya, karena uang kami telah habis dan pertolongannya datang. Setelah ibu segar dan sehat benar, dinyatakannyamaksudnya, bahwa ia hendak memelihara ibu. Bermacam-macam bujukannya agar ibu suka meluluskan permintaannya yang sungguh-sungguhitu. Pandai benar ia berkata-kata manis bagai tengguli. Barang siapa yang mendengar perkataannya, tak dapat tiada akan lembut hatinya. Bukankah perkataan yang lemah lembut itu anak kunci hati segala manusia. Apalagi ibu terkenang pula akan pantun yang demikian bunyinya.
<br>Pisang emas bawa berlayar masak sebiji di atas peti.
<br>Utang emas boleh dibayar Utang budi dibawa mati.
<br>Pulau Pandan jauh di tengah, di balik Pulau Angsa Dua.
<br>Hancur badan dikandung tanah budi baik terkenang jua."
<br>Midun kena sindir, tepat benar kenanya. Perjalanan darahnya, sekonyong-konyong berubah. Hatinya kembang kempis, darah Midun berdebar, tetapi ia tidak dapat berkata-kata.
<br>"Mengingat keadaan kami masa itu dan mengingat budinya selama ibu sakit, terpaksa ibu mengabulkan permintaannya itu," ujar Halimah sambil tersenyum, karena ia melihat perubahan muka Midun tiba-tiba itu. "Maka orang Belanda
<br>peranakan itupun menjadi bapak tiri sayalah. Kami hidup senang, tak ada yang akan disusahkan lagi. Bahkan pula tempat tinggal kami sebagai sudah Udo lihat gedung besar. Kepada ibu sangat sayangbapak tiri saya itu, kepada saya apalagi, lebih daripatut. Kira-kira setahun sesudah itu datang pula perubahan. Saya dengar ibu sudah acap kali berkelahi dengan bapak tiri saya itu. Ia selalu marah-marah saja di rumah. Aduhai, ganas benar kiranya dia, main sepak terjang saja. Beberapa kali saya tanyakan kepada ibu, apa sebab bapak tiri marah-marah itu, ibu tidak mengatakan. Hanyabeliau berkata, 'Jagalah dirimu, Halimah!' Tetapi saya amat heran, sungguhpun kepada ibu ia selalu marah, kepada saya makin sayang dia. Apa saja yang saya minta, selalu dikabulkannya. Dengan halyang demikian, kesudahannya ibu jatuh sakit.
<br>Tak ubahnya sebagai orang merana, makin sehari makin sengsara hadan beliau. Udo pun bukankah sudah mempersaksikan hal itu lengan mata sendiri? Obat apa yang tidak beliau makan, tetapi semuanya sia-sia saja. Ajal ibu hampir datang, sakit beliau sudah ayah benar.
<br>Ketika ibu akan meninggal, bapak tiri saya sedang di kantor. Beliau melarang keras, jangan ada orang pergi memberitahukan hal itu. Saya selalu duduk dekat ibu. Beliau pun berkata dengan suara putus-putus, katanya, 'Anakku, Halimah! Ketahuilaholehmu, bahwa penyakit saya ini takkan dapat diobati lagi. Penyakit saya ini bukanlah sakit badan, melainkan penyakit hati yang sudah 10 tahun saya tanggungkan. Hancur luluh hati saya mengenangkan perceraianku dengan ayahmu. Dengan jalan meninggalkan negeri itu, saya sangka kesedihan hati saya itu akan berobat dan dapat dihilang-kan. Kiranya tidaklah demikian, bahkan bertambah pula dengan makan hati berulam jantung. Bermacam-macam penanggungan yang telah kita rasai, disebabkan untuk nasib kita yang celaka jua. Tidak di dalam halpenghidupan saja, godaan pun tidak sedikit pula. Tetapi sekaliannya itu saya terima dengan sabar dan tulus ikhlas. Sekarang tak dapat lagi saya menanggungkan, dan boleh jadi saya tewas olehnya.
<br>Baru sekian ibu berkata, napas beliau turun naik amat cepatnya. Sakit ibu bertambah payah. Matanya terkatup, kaki beliau amat dingin. Saya amat cemas melihat wajahnya yang sangat pucat itu. Tidak lama beliau membukakan mata pula. Sambil menarik napas panjang, ibu meneruskan perkataannya,
<br>'Jika tidak mengingat budi orang dan memikirkan engkau, tidaklah saya mau sebagai perempuan dukana ini. Bukankah saya sudah melakukan perbuatan yang di luar agama. Apa boleh buat, Halimah! Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna. Tetapi yang lebih menyakitkan hati saya, kita tertipu. Mulut bapak tirimu yang manis dan perbuatannya yang baik itu, rupanya berudang di balik batu. Dia bukanlah mencintai saya, melainkan Halimahlah yang dimaksudnya. Hatinya tertarik kepadamu, karena itu dicarinya jalan dengan mengambil saya jadi nyainya. Dengan jalan itu, pada pikirannya, burungsudah di tangan, tidakkan ke mana terbang lagi. Saya disiksanya setiap hari, tetapi engkau selalu disayanginya.
<br>Aduhai, cukuplah saya seorang yang telah mencemarkan diri, tetapi kamu saya harap jangan pula begitu hendaknya. Ambillah keadaan saya ini akan jadi cermin perbandingan, dan sekaii-kali jangan dapat engkau diperbuatnya sesuka-sukanya. Halimah telah remaja, sudah dapat menimbang buruk dan baik. Engkau sudah besar, sebab itu jagalah dirimu, jangan sampai seperti saya yang keparat ini. Biarpun di negeri orang, saya tidaklah khawatir meninggalkan engkau. Bukankah engkau sudah banyak berkenalan di sini, pohonkanlah pertolongannya dan pergilah kepada ayahmu. Midun, orang hukuman itu, menurut hematsaya ia amat baik. Lagi pula menurut katanya kepadamu tempo hari, tidak lama lagi hukumannyaakan habis. Ia bebas. Mintalah pertolongannya. Tentu ia akan suka menolongmu setiap waktu. Sampaikanlah salam saya kepada ayahmu, katakan bahwa saya meminta maaf lahir dan batin, demikian pula kalau ada kesalahannya saya maafkan. Selamat tinggal, Halimah, jaga diri baik-baik...!'
<br>Ibu meninggal dunia, saya menangis amat sangat, tidak tahu lagi akan diri. Entah berapa lamanya saya pingsan, tidaklah saya tahu. Setelah saya sadarkan diri, orang sudah banyak. Bapak tiri saya itu sudah datang dari kantor. Melihat kepadaroman mukanya tidak sedikit juga ia berdukacita. Amat sakit hati saya, ketika ia mendekati saya akan membujuk saya. Hari itu juga ibu dikuburkan dengan selamat. Saya pergi ke pekuburan mengantarkan beliau. Petang hari pulang dari pekuburan, saya terus ke kamar, lalu saya kunci pintu dari dalam. Maka saya pun menangis mengenangkan badan. Saya tinggal seorang diri, jauh dari kaum keluarga saya dan tanah air saya. Dengan tidak makan dan minum saya pun tertidur sampai
<br>pada keesokan harinya. Orang pun tak ada yang berani mengusik saya, tahu ia agaknya bahwa saya dalam bersedih hati amat sangat."
<br>Halimah berhenti berkata karena menahan air matanya yang hendak jatuh, mengenangkan waktuibunya meninggal dunia itu.
<br>Setelah itu ia pun berkata pula, katanya, "Pada keesokan harinya, bapak tiri saya tidak bekerja. Sehari itu ia membujuk saya, supaya jangan memikirkan ibuku yang telah meninggal.
<br>'Ibu sudah terseberang,' katanya. 'Dirimulah lagi yang akan dipikirkan, Sayang! Apa gunanya dikenangkan juga, akan hidup dia kembali tidak boleh jadi. Senangkanlah hatimu, mudah-mudahankita hidup berdua dalam bahagia. Mari kita berjalan-jalan merintang-rintang hari rusuh.'
<br>Mendengar perkataan itu, jangankan hati senang, melainkan sebagai tercocok duri jantung saya. Hampir saja keluar perkataan, 'Kalau tidak karena engkau, ibuku tidak akan mati.' Untung lekas saya menahan hati. Saya berdiam diri saja seperti patung, mendengar kata-katanya itu. Sebab ibu baru saja meninggal, maka saya turut saja kemauan bapak tiri saya itu. Hari itu saya dibawanya pesiar di seluruh kota Padang. Sesudah pesiar, pergi berbiduk-biduk ke Muara. Penat pula berbiduk, pergi ke Gunung Padang berjalan-jalan. Sehari-harian itu kami tidak pulang. Bapak tiri saya itu amat suka dan riang benar kelihatannya. Ia biasa saja, jangankan berdukacita, melainkan makin banyak gurau sendanya. Saya sudah maklum apa maksudnya maka ia berbuat demikian itu. Tetapi karena ibu saya baru meninggal, tentu belum berani ia menyatakan niatnya itu. Setelah hari malam, kami pulang kembali ke rumah. Heran, jongos dan koki yang biasa ada di rumah, kami dapati tidak ada. Hanya yang ada nenek seorang di rumah. Waktu saya masuk kamar, bapak tiri saya masuk pula, katanya ada barang yang hendak diambilnya di kamar saya itu. Dengan cepat ia mengunci pintu, lalu berkata, 'Halimah! Sudah 4 tahun saya menahan hati, sekaranglah baru dapat saya lepaskan. Sesungguhnya saya tidak mencintai ibumu, melainkan engkau sendirilah, Adikku! Maka ibumu saya pelihara, hanya karena saya takut Halimah akan diambil orang lain. Sejak engkau bersekolah, sudah timbul keinginan saya hendak hidup berdua dengan engkau. Sekarang ibumu sudah meninggal, saya harap engkau kabulkan permintaan saya. Sukakah Halimah bersuami-
<br>kan saya? Baik secara Islam atau cara Kristen saya turut. Bahkan jika Halimah kehendaki saya masuk orang Islam, pun saya suka.'
<br>Baru sehari ibu saya meninggal, belum kering air mata saya, sudah demikian katanya. Amat sakit hati saya mendengar perkataannya itu. Dengan marah amat sangat, saya memaki-maki dia dengan perkataan yang keji-keji. Segala perkataan yang tidak senonoh, saya keluarkan. Macam-macam perkataan saya mengata-ngatai dia. Mukanya merah, urat keningnya membengkakmendengar perkataan saya yang pedas itu. Dengan marah ia berkata, 'Saya sudah banyak rugi. Malam ini juga mesti engkau kabulkan permintaan saya. Jika engkau tidak mau, saya tembak.'
<br>Saya tidak sedikit juga gentar mendengar gertak itu. Pada pikiran saya, daripada hidup macam ini, lebih baik mati bersama ibu. Maka saya pun berkata dengan lantang, 'Jika Tuan tidak keluar dari kamar ini, saya memekik meminta tolong. Kalau Tuan mau menembak saya, tembak sajalah!'.
<br>Dengan perkataan itu rupanya ia undur, lalu keluarsambil merengut. Saya segera mengunci pintu dari dalam. Semalam-malaman itu saya tidak tidur. Tidak satu-dua yang mengacau pikiran saya.Takut saya pun ada pula, kalau-kalau pintu didupaknya. Setelah hari siang, kedengaran nenekmemanggil. Ketika dinyatakannya bahwa tuan sudah pergi, baru saya berani membuka pintu. Dengan ringkas saya ceritakan kepada nenek, hal saya semalam itu. Rupanya nenek ada pula mendengar perkelahian kami—yang saya ceritakan ini, sudah diceritakan nenek di rumah Pak Karto tempo hari. Tetapi supaya lebih terang, biarlah saya ulang sekali lagi.-Saya mengajak nenek segera lari dari rumah itu. Maka saya pun berkemas mana yang perlu dibawa saja. Sudah itusaya tulis surat kepada bapak tiri saya. Saya katakan dalam surat itu, bahwa dengan kereta pagi saya berangkat ke Sawahlunto. Dan keperluan saya ke sana ialah akan menemui famili saya yang sudah 6 tahun meninggalkan kampung. Setelah sebulan di Sawahlunto, saya kembali ke Padang. Isi surat itu sebenarnya bohong belaka. Kemudian kunci rumah saya tinggalkan kepada jongos, lalu kami naik bendi. Di tengah jalan saya bertemu dengan seorang Tionghoa. Menurut keterangan nenek, orang itu induk semangnya dahulu. Ia adalah seorang yang amat baik hati dan kaya raya.
<br>Nenek ditegurnya, dan ditanyakannya hendak ke mana kami. Dengan beriba-iba nenek menerangkan hal saya. Belas kasihan ia rupanya mendengar cerita nenek, lalu saya diajaknya pergidengan dia. Ia menanggung, bahwa di rumahnya tidak akan terjadi apa-apa. Nenek menanggung pula, bahasa di sana ada aman sementara menanti kapal ke Betawi. Saya menurut saja, asal nenek tidak bercerai dengan saya. Maka kami punberbendilah ke Pondok, rumah No. 12.
<br>Aduhai, Udo! Pada pikiran saya sebenarnya akan senang tinggal di situ. Kiranya saya pergi ke rumahnya itu masuk jerat semata-mata; dan tidaklah salah rasanya bila dikatakan, hal saya waktu itu adalah seperti lepas dari mulut harimau jatuh ke dalam mulut buaya. Semalam-malaman itu saya dirayu dan dibujuknya; agar suka mengikut dia. Dijanjikannya, bahwa saya akan dipeliharanya baik-baik. Dan dikatakannya pula, sejak saya datang dengan bapak tiri saya ke tokonya, ia telah menaruh cinta kepada saya. Supaya jangan terjadi apa-apa, pura-pura saya mau menerima permintaan itu. Saya katakan, 'Burung dalam sangkar tidak akan ke mana. Sebabitu sabarlah Baba dulu sampai duka nestapa saya agak hilang, karena sekarang saya sedang berkabung kematian ibu.' Senang benar hati orangTionghoa itu mendengar jawab saya. Setelah ia pergi, dengan segera saya tulis surat kepada Udo memohonkan pertolongan. Itulah surat yang diantarkan nenek kepada Udo itu.
<br>Demikianlah penanggungan kami sejak ibu bercerai dengan ayah sampai pada waktu ini. Sekarang tentu Udo sudah maklum, apa arti perkataan ibu yang mengatakan: 'menahan sedih dan makan hati itu'. Begitu pula arti perkataan saya, 'dirundung malang', Udo!"
<br>Midun mengangguk-anggukkan kepala saja mendengar cerita Halimah yang menyedihkan hati itu. Setelah habis Halimah bercerita sepatah pun ia tidak berkata-kata. Midun bermenung saja, sebagai ada yang dipikirkannya. Amat kasihan ia kepada gadis yang malu itu. Dalam pada itu, Halimah berkata, "Hari sudah malam kiranya Udo! Karena asyik bercerita, tahu-tahu sudah gelap saja. Malam tadi, saya rasa Udo tidak tidur. Saya pun demikian pula. Tidak mengantukkah Udo?"
<br>"Tidak, Halimah!" ujar Midun. "Saya sudah biasa ber-tanggang* (Tidak tidur semalam-malaman) . Adik nyata kurang tidur, sebab muka adik amat pucat saya lihat. Sebab itu tidurlah
<br>sesenang-senangnya."
<br>"Benar, Udo!" ujar Halimah. "Memang sejak ibu sakit payah sampai kini saya tidak tidur amat. Tetapi jika saya tidur, Udo jangan tidur pula, sebabdi kapal banyak juga pencuri. Biarlah kita berganti-ganti tidur, ya, Udo?"
<br>"Siapa pula pencuri di kapal ini?" ujar Midun dengan heran.
<br>"Tidak saja sama-sama penumpang, kelasi pun ada juga," ujar Halimah. "Dahulu waktu kami berlayar ke Padang, ada seorang saudagar kehilangan uang lebih f 200,-. Lain daripada itu, waktu kami sampai di Bangkahulu, seorang perempuan beranak kehilangan gelang emas seharga f 150,- lebih. Waktu akan tidur gelang itu ditaruhnya di bawah bantal. Kasihan kami melihiat perempuan itu menangis. Biar bagaimana pun kamimenolong, mencarikan, tidak bertemu."
<br>"Baiklah," ujar Midun, "insya Allah tidak akan apa-apa, tidurlah Adik!"
<br>Belum lama Halimah meletakkan kepala ke bantal, ia pun tertidur amat nyenyaknya. Midun duduk seorang diri memikirkan cerita gadis itu. Kemudiania memandang muka Halimah, lalu berkata dalam hatinya. "Sungguh cantik gadis ini, tidak ada cacat celanya. Hati siapa takkan gila, iman siapa takkan bergoyang memandang yang seelok ini. Kalau alang kepalang iman mungkin sesat olehnya. Tingkah lakunya pun bersamaan pula dengan rupanya. Kulitnya kuning langsat, perawakannya sederhana besarnya, kecil tidak besar pun tidak, gemuk bukan kurus pun bukan, sedang manis dipandang mata. Rambutnya ikal sebagai awan berarak. Mukanya bulat bulan penuh. Matanya laksana bintang timur bersanding dua, dan hidungnya bagai dasun tunggal. Pipinya seperti pauh dilayang, bibirnya limau seulas, mulutnya delima merekah, yang tersedia untuk memperlihatkan senyum-senyum simpul, sehinggakelihatan lesung-lesung pipit, yang seolah-olah menambah kemolekannya jua."
<br>Midun mengambil kain, lalu menyelimuti betis Halimah yang terbuka itu perlahan-lahan. Pikiran Midun berubah-ubah, sebentar begini, sebentar begitu. Kadang-kadang melihat muka gadis itu terkenang ia akan adiknya Juriah. Halimah dipandangnya sebagai adik kandungnya sendiri. Sebentar lagi sesat, dan berharap kalau Halimah jadi istrinya, amat beruntung hidupnya di dunia ini. Perkataan Halimah "pipit sama pipit" dan "maksud sampai" itu tak hendak hilang dalam pikiran Midun. Tidak lama
<br>timbul pula pikiran lain, lalu ia berkata pula dalam hatinya, "Penanggungan saya belum lagi sepersepuluh penanggungan ibu Halimah. Sedangkan perempuan demikian berani dan sabarnya merasai cobaan Tuhan, apalagi saya seorang laki-laki."
<br>Pada keesokan harinya, setelah jauh lewat Bangkahulu, Midun bertanya pula kepada Halimah, katanya, "Sungguh sedih ceritanya Adik kemarin. Tetapi ada pula yang menimbulkan pertanyaan dalam hati saya. Setelah ibu bercerai dengan ayah Halimah, apakah sebabnya beliau tidak bersuami lagi? Jika sesudah bercerai segera bersuami, saya rasa tidaklah akan demikian benarpenanggungan ibu dan Adik."
<br>"Saya pun amat heran," ujar Halimah. "Sejak saya berakal, berulang-ulang saya menyuruh beliau bersuami, tetapi ibu selalu menggelengkan kepalanya. Ibu menerangkan, bahwa cukuplah beliau menanggung kesedihan yang hampir tidak ter-perikan itu. Jika beliau bersuami pula, dan timbul lagi sesuatu hal yang menyedihkan, ia tak dapat tiada nyawa tentangannya. Kiranya perkataan beliau itu benar jua. Sekarang tentu Udo sudah maklum, apa sebabnya yang menyebabkan ibu meninggal dunia. Lagi pula ibu sangat cinta kepada ayah, sebab itu tidak sampai hati beliau akan mengganti ayah dengan orang lain. Jika tidak karena budi dan keadaan kami yangsangat susah, istimewa di negeri orang, tidaklah ibu akan mau dipelihara orang Belanda peranakan itu."
<br>"Sungguh pandai ibu Adinda menahan hati," ujar Midun. "Jika orang lain berhal demikian itu, boleh jadi menimbulkan pikiran yang kurang baik di dalam hatinya. Hati siapa takkan sakit, awak di dalam berkasih-kasihan diganggu orang. Rupanyaibu Adik maklum apa yang menyebabkan perceraian itu. Bagi saya sendiri pun sudah terbayang hal itu."
<br>"Dapatkah Udo menerangkannya?" ujar Halimah."Saya kerap kali menanyakan kepada ibu, tetapi selalu beliau sembunyikan dan tidak mau menerangkan sebab perceraian itu."
<br>"Percayalah Halimah," ujar Midun, "sekalipun waktuayah akan beristri diizinkan oleh ibu Adik, tetapi di hati beliau sendiri tidaklah menerima dan tidak izin ayah Adik beristri itu. Benar perempuan amat pandai menahan hati. Apakah Adik mendengar cerita anak Nabi Muhammad saw?"
<br>"Tidak, Udo, bagaimanakah ceritanya?" ujar Halimah.
<br>"Pada suatu hari suami Fatimah itu memanggil istrinya," ujar Midun. "Setelah istrinya datang, maka Saidina 'Ali, demikianlah
<br>nama suaminya itu, meminta izin akan beristri. Dengan rela hati dan tersenyum manis diizinkan Fatimah suaminya itu beristri seorang lagi. Tetapi telur mentah yang ketika itu dipegang Fatimah di tangannya, sekonyong-konyong telah masak. Demikianlah pandainya Fatimah menahan hati. Sungguhpun di luar manis, tetapi di dalam sudah remuk dan badannya panas sebagai api, hingga telur masak di tangannya.
<br>Lebih bertambah sedih lagi, karena ibu Adik mengetahui, bahwa perceraian ibu dan ayah tidak kasih sayang lagi kepada Adik, ialah disebabkan perbuatan orang. Saya berani bertaruh, tak dapat tiada ayah Adik sudah kena guna-guna. Tidak di negeri Adik saja hal itu terjadi, tetapi di negeri saya pun banyak pula yang demikian. Tidak sedikit korban yang disebabkan guna-guna jahanam itu. Orang yang berkasih-kasihan laki istri putus cerai-berai. Dan adakalanya menjadikan maut kepada kami. Inilah bahaya yang terutama bagi orang yang suka beristri dua, tiga, sampai empat orang. Masing-masing si istri itu berlomba-lomba, agar dia sendiri hendaknya dikasihi suaminya. Karena itu timbul dalam hati mereka bermacammacam pikiran jahat. Si A misalnya, pergi kepada dukun B memintakan guna-guna untuk suaminya. Si B mengetahui bahwa si A perlu meminta obat itu kepadanya. Nah, di sana lalulah jarum B akan membujuk uang A untuk pengisi kantungnya. Dengan beberapa tipu muslihat B, uang A tercurah kepadanya. A yang sangat percaya kepada dukun B, tidak kayu janjang dikeping, tidak emas bungkal diasah, tidak air talang dipancung. Belanja yang diberikan suami, dijadikan untuk keperluan itu. Bahkan kain dibadan dijual atau digadaikan untuk itu, supaya suami kasih dan sayang kepadanya seorang. Kesudahannya arang habis besi binasa, uang habisbadan celaka. Maksud tak sampai, badan diceraikan suami. Sebabnya: karena urusan rumah tangga, makanan dan pakaian suami dan lain-lain, tentu tidak berketentuan lagi. Jika syarat-syarat bersuami tidak dipakaikan, tak dapat tiada laki-laki itu memisahkan dirinya.
<br>Menurut pendengaran saya, guna-guna itu terjadidari benda yang kotor-kotor. Misalnya tahi orang dan kotoran kuku dan lainlain sebagainya. Hal itu makin celaka lagi, kalau makanan itu tidak bersetuju dengan perut suami. Karena kotornya, boleh jadi mendatangkan penyakit. Akhirnya si suami itu seperti sirih kerkap tumbuh di batu, mati enggan hidup tak
<br>mau, merana. Lebih berbahaya lagi kalau dukun B itu bermusuhan dengan suaminya. Dengan gampang saja ia dapat memberikan racun atau lain-lain. Manakala dendamnya lepas karena musuhnya lenyap dari dunia ini, tentu si B akan bersenang hati. Padahal si A sekali-kali tidak mengetahui, sebab kepercayaannya penuh kepada dukun B itu. Hal ini sudah terjadi pada salah seorang istri mamak saya. Tidak putus-putusnya ia menyesali hidupnya karena perbuatannya itu. Orang pun takut memperistri dia lagi. Maka tinggallah ia menjadi perempuan balu, hidup terpencil dengan tiga orang anak yang masilI kecil-kecil pula.
<br>Jika maksud A itu sampai, tentu ia bersenang hati. Tetapi istri suami yang lain teraniaya pula karena perbuatannya itu. Istri yang diceraikan suami itu tentu menanggung sedih. Tidak saja bersedih hati, hidupnya pun kocar-kacir, apalagi kalau sudah beranak-anak. Lihatlah sebagai ibu Adik, sedangkan baru beranak seorang demikian jadinya. Malu tumbuh, sedih pun datang, hingga berlarat-larat ke negeri orang membawakan untung nasib diri."
<br>Midun berhenti berkata, karena waktu makan sudah datang. Maka ia pun pergi mengambil nasi, lalu makan bersama-sama dengan Halimah. Di dalam makan itu, Halimah baru maklum akan mengenangkan segala perbuatan perempuan yang sekali-kali tidak bersetuju dengan pikirannya. Setelah sudah makan, Midun menyambung perkataannya, katanya,"Sungguhpun demikian, perbuatan perempuan kepada suaminya tidak pula dapat disalahkan. Jikaia melakukan perbuatan itu tiada pula disesalkan. Hanya iman yang kurang pada perempuan itu. Tidak seperti Fatimah yang saya ceritakan tadi. Tetapi sukar dicari, mahal didapat perempuan yang berhati begitu. Apa yang takkan terkerjakan,jika ia dipermadukan. Apalagi yang lebih sakit daripada itu. Coba kalau hal itu terjadi sebaliknya, artinya si lakilaki dipermadukan perempuan. Barangkali ... ya, entah apa yang akan terjadi. Sedangkan dilihat orang saja istrinya, rasanya hendak diulurnya hidup-hidup orang itu, apalagi dipermadukan."
<br>Di sini Midun berhenti berkata-kata sebentar, karena ia teringat akan nasibnya sendiri. Bukankah terjadinya perkelahiannya dengan Kacak di tepi sungai, karena cemburuan, dan... sehingga Kacak lupa akan pertolongannya atas Katijah? Kemudian ia berkata pula, ujarnya, "Hal ini memang tidak
<br>bersesuaian sedikit jua dengan pikiran saya. Benar agama mengizinkan beristri dari satu sampai empat, tetapi jika ditilik dalam-dalam, tidak gampang saja mengerjakannya. Menurut pikiran saya, banyak syarat-syaratnya yang amatsulit. Dalam seribu sukar seorang yang akan dapat melakukannya. Saya rasa tidak seorang juayang akan dapat berlaku adil, seadil-adilnya kepada keempat istrinya itu; karena demikianlah kehendak agama. Bahkan yang banyak saya lihat, perempuan itu dipandangnya sebagai suatu barang untuk pemuaskan hawa nafsunya saja. Sungguh sedih hati memikirkan nasib perempuan yang diperbuat suami semau-maunya itu. Tidak berhati berjantung, tidak menaruh belas kasihan kepada teman sehidup. Tak ada ubahnya dengan laki-laki gangsang, beranak satu dibuang, kawin lagi.
<br>Demikianlah terus-menerus. Entah bagaimana nasib perempuan itu ditinggalkannya, tidak dipedulikannya. Jangankan memikirkan nasib perempuan itu setelah ditalakkan, sedangkan masih dalam tangannya belanja berkurang-kurang.
<br>Sekianlah cerita saya; bagi Adik janganlah terjadi demikian dan jangan pula mendapat suami seperti saya katakan itu kelak. Saya berharap, moga-moga Adik bersuamikan seorang laki-laki yang sebenarnya laki-laki. Dapat hendaknya Adik suami istri hidup sandar-menyandar sebagai aur dengan tebing. Di dalam segala hal sepakat dan sesuai, percaya-mempercayai seorang dengan yang lain. Sakit susah sama ditangguhkan, senang suka sama dirasai. Dan dalam pergaulan selalu berkasih-kasihan dan beramah-ramahan hendaknya. Dengan hal itu tak dapat tiada kekallah suami istri. Tidaklah bercerai hidup, melainkan bercerai tembilang."
<br>Midun menatap muka Halimah, seakan-akan mengajuk bagaimana pikiran gadis itu tentang perkataannya yang penghabisan itu. Nyata kepadanya pada muka Halimah, terbayang hati suka dan riang, seolah-olah seseorang mendapat suatu barang yang tidak ternilai harganya. Halimahtidak berkata sepatah jua pun. Kemudian sebagai terpaksa, ia pun berkata juga dengan kemalu-maluan, katanya, "Mudah-mudahan dapatlah sebagai yang Udo cita-citakan itu. Jika untung, ikan di laut asam di gunung, lamun akan bertemu takkan dapat disangkal. Sungguhpun demikian, hanya bergantung kepada nasib jua, Udo!"
<br>Setelah habis perkataan Halimah, maka ia memandang
<br>kepada Midun dengan manis, tetapi mengandung pengharapan. Kemudian dengan senyum yang amat dalam pengertiannya, Halimah pura-pura melayangkan pemandangannya ke laut lepas, melihat ombak Tanjung Cina yang segunung-gunung tingginya itu. Midun maklum akan arti perkataan dan pemandangan Halimah. Rasa di awing-awang perasaannya ketika itu. Napasnya surut lalu semakin cepat, sebentar pula lambat. Kemudian Midun menarik napas, sebagai orang yang hendak memutuskan kenang-kenangannya.
<br>Dengan tidak kurang suatu apa, kedua mereka pun sampailah ke Tanjung Priok, di pelabuhan kota Betawi. Midun dan Halimali turun dari kapal, lalu terus ke stasiun. Karena hari masih pagi dan kebetulan ada kereta api ke Bogor, maka Halimah pun membeli karcis, terus ke negerinya.(Bersambung Ke Bagian 12)
<br>Jalut Sugra<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0Padang, Padang-0.95 100.35306tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-41863553006907202392012-12-10T22:13:00.000-08:002013-09-09T10:24:14.670-07:00Cerita Sengsara Membawa Nikmat (Bagian 10)<p class="mobile-photo"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-NwJ5R8J9d8k/UMbPmUVAyeI/AAAAAAAAAaQ/m5X_M3jpHEk/s1600/1592678-753175.jpg"><img src="http://2.bp.blogspot.com/-NwJ5R8J9d8k/UMbPmUVAyeI/AAAAAAAAAaQ/m5X_M3jpHEk/s320/1592678-753175.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5820567825621764578" /></a></p>''Sambungan Dari Bagian 9''
<br>10. Lepas dari Hukuman
<br>SETELAH dibacanya, surat itu dikembalikan anak itu. Maka Midun meminta terima kasih kepada anak itu, lalu berjalan pula. Ia maklum, bahwa surat itu dari Halimah. Hati Midun bertambah kabut, pikirannya makin kusut mendengar bunyi surat itu. Amat kasihan ia mengenangkan Halimah. Sampai di penjara, pikirannya sudah tetap akan menolong gadis itu sedapat-dapatnya. Tetapi bagaimana akan menolong, karena ia masih dalamhukuman? Sampai di kamarnya, Midun menghitung-hitung hari, bila ia akan dilepaskan. Dalam pada itu datang seorang tukang kunci memanggil, lalu ia dibawanya kepada sipir. Hati Midun mulai tidak senang pula, karena sudah 4 bulan ia dihukum, belum pernah dipanggil sipir. Sampai di kantor, sipir berkata, "Midun, tadi saya dapat perintah, bahwa engkau sudah bebas dari hukuman. Besok pagi engkau dapat surat dari saya, supaya perai ongkos kereta api untuk pulang ke kampungmu."
<br>Mendengar perkataan itu hampir tidak dapat Midun menjawab, karena sangat girang hatinya mendengar kabar itu. Ia bergirang hati bukannya karena hendak pulang ke kampung, melainkan berhubung dengan surat Halimah. Tetapi kegirangan hatinya itu tidak lama, karena sipir menyuruh dia pulang ke kampung. Cemas hatinya memikirkan hal itu, takut kalau-kalau dipaksa sipir mesti pulang juga. Hati Midun memang agak malaspulang, mengingat permusuhannya dengan Kacak.
<br>Tentu saja kalau ia pulang Kacak tidak bersenang hati, dan mencari ikhtiar supaya ia binasa juga. Midun berkata dengan lemah lembut sambil memohon permintaan, katanya, "Jika ada kemurahan Engku kepada saya, harap Engku mengizinkan saya tinggal di sini. Saya tidak hendakpulang, biarlah saya mencari penghidupan di kota ini saja. Dan kalau tak ada keberatan kepada Engku, saya bermaksud hendak keluar sekarang."
<br>"Tidak boleh, karena orang hukuman yang sudah bebas mesti pulang kembali ke kampungnya."
<br>"Atas rahim dan belas kasihan Engku kepada saya, sudi apalah kiranya Engku mengabulkan permintaan saya itu. Saya takut pulang, karena saya dimusuhi orang berpangkat di negeri saya. Yang menghukum saya kemari pun, sebab orang itulah.
<br>Oleh sebab itu, saya berniat hendak tinggal di Padang ini saja mencari pekerjaan."
<br>Karena Midun meminta dengan sungguh-sungguh dan dengan suara lemah lembut, maka timbul juga kasihan sipir kepadanya. Ia pun berkata, katanya,"Sebetulnya hal ini tidak boleh. Tetapi sebab engkau sangat meminta, biarlah saya kabulkan. Jika engkau bebas sekarang, di mana engkau akan tinggal? Bukankah engkau tidak berkenalan di sini dan hari pun sudah petang pula."
<br>"Di rumah Pak Karto, tempat Engku menyuruh mengantarkan cucian kepada saya tiap pekan. Orang itu suka menerima saya tinggal di rumahnya. Dan ia pun mau pula menerima saya bekerja dengan dia."
<br>"Baiklah, tunggu sebentar, saya buat sebuah surat kepada Penghulu Kampung Ganting. Besok pagi-pagi hendaklah engkau berikan surat saya kepadanya, supaya engkau jangan beralangan tinggal di sini."
<br>Midun bebas, lalu ia pergi menukar pakaian. Uangnya yang f15,- dahulu diberikan tukang kunci kembali kepadanya. Sudah itu ia pergi kepada sipir mengambil surat yang dijanjikan kepadanya itu. Kemudian ia pergi kepada Turigi akan meminta maaf dan memberi selamat tinggal. Setelah Midundinasihati Turigi, mereka kedua bertangis-tangisan, tak ubahnya sebagai seorang bapak dengan anaknya yang bercerai takkan bertemu lagi. Setelah itu Midun bersalam dengan kawannya sama orang hukuman, lalu terus berjalan ke luar penjara.
<br>Midun terlepas dari neraka dunia. Ia berjalan ke Ganting akan menemui tukang menatu Pak Karto. Memang Midun sudah berjanji dengan Pak Karto, manakala lepas dari hukuman akan bekerja menjadi tukang cucinya.
<br>Sepanjang jalan pikiran Midun kepada Halimah saja, maka ia pun berkata dalam hatinya, "Bahaya apakah yang menimpa Halimah? Jika saya tidak tolong, kasihan gadis itu. Akan tetapi bila saya tolong, boleh jadi hidup saya celaka pula. Saya belum tahu seluk beluk perkaranya dan dalam bahaya apa dia sekarang. Lagi pula dia seorang gadis, saya bujang, bukankah ini pekerjaan sia-siasaja. Ya, serba salah. Tetapi lebih baik saya bertanya kepada Pak Karto, bagaimana pikirannya tentang Halimah itu. Perlukah ditolong atau tidak?"
<br>Pikiran Midun bolak-balik saja, hingga sampai ke muka rumah Pak Karto. Didapatinya Pak Karto sedang makan, lalu
<br>Midun dipersilakan orang tua itu makan bersama-sama. Sudah makan hari baru pukul 8 malam. Mereka itu bercakap-cakap menceritakan ini dan itu. Setelah beberapa lamanya, Midun lalu menceritakan hal Halimah dan surat yang diterimanya itu. Mendengar cerita Midun, apalagi gadis itu berasal dari tanah Jawa, sebangsa dengan dia, Pak Karto sangat belas kasihan. Pak Karto sepakat menyuruh Midun membela Halimah, sebab gadis itu sebatang kara saja di kota Padang. la tidak lupa menasihati Midun, supaya pekerjaan itu dilakukan dengan diam-diam, janganhendaknya orang tahu. Bahaya yang boleh menimpa Midun diingatkannya pula oleh Pak Karto.Midun disuruhnya hati-hati melakukan pekerjaan itu, sebab Halimah seorang gadis. Kira-kira pukul 10 malam, Midun berangkat dari rumah Pak Karto akan menepati apa yang dikatakan dalam surat itu.
<br>Karena hari baru pukul 10, pergilah ia berjalan-jalan ke kampung Jawa akan melihat keadaan kota itu pada malam hari. Setelah lewat pukul 11, Midun berjalan menuju arah ke Pondok. Hari gelap amat sangat, jalan sunyi pula. Karena pakaian Midun disuruh ganti oleh Pak Karto dengan pakaian yang segala hitam, maka ia tiada lekas bertemu oleh nenek suruhan Halimah yang telah menantikannya. Midun sangat berhati-hati dan selalu ingat melalui jalan itu. Tiba-tiba kedengaranolehnya orang memanggil namanya. Maka ia pun berhenti, lalu berjalan ke arah suara itu.
<br>"Engkau ini Midun?" ujar orang itu dengan suara gemetar, sebagai orang ketakutan. "Saya ini nenek, turutkanlah saya dari belakang."
<br>Midun sebagai jawi ditarik talinya menurutkan nenek itu dari belakang. Entah ke mana ia dibawa nenek itu, tidaklah diketahuinya, karena hari amat gelap. Hanya yang diketahuinya, ia dua kali menyuruki pagar dan menempuh jalan yang bersemak-semak. Sekonyong-konyong tertumbuk pada sebuah dinding rumah.
<br>"Neeeek?" bunyi suara perlahan-lahan dari jendelarumah. "Ada Udo Midun? Sambutlah barang-barang ini!"
<br>"Ada, ini dia bersama nenek," ujar nenek itu perlahan-lahan. "Midun, tolonglah sambut Halimah dari jendela."
<br>Midun lalu mengambil pinggang Halimah, dipangkunya ke bawah. Sampai di bawah, Halimahberkata, "Ingat-ingat, Udo! Boleh jadi Udo dipukul orang. Bawalah saya ke mana Udo sukai,
<br>tapi jangan dapat hendaknya kita dicari orang."
<br>Midun yang dalam kebingung-bingungan dan tidak mengerti suatu apa perkara itu, lalu menjawab,"Ke mana Uni akan saya bawa, karena saya belum berkenalan di sini. Lain daripada ke Ganting, tak ada lagi rumah lain. Maukah Uni ke sana?"
<br>"Baiklah, asal saya terhindar dari rumah ini, " ujar Halimah dengan berbisik.
<br>Mereka itu berjalan perlahan-lahan, takut akan diketahui orang. Tangan Halimah dipegang oleh Midun, lalu dipimpinnya ke jalan besar. Ketika hampir sampai di jalan besar, Midun menyuruh Halimah dan nenek berundung-rundung dengan kain, supaya mukanya jangan dilihat orang. Dan Midun membenamkan kopiahnya dalam-dalam menutupi telinganya, supaya jangan nyata mukanya kelihatan. Sampai di jalan, kebetulan lalu sebuah bendi. Bendi itu ditahan oleh Midun, mereka ketiga lalu naik ke atas bendi itu.
<br>"Ke Alanglawas," ujar Midun kepada kusir bendi itu.
<br>Di atas bendi seorang pun tak ada yang berani berkata sepatah kata jua pun. Mereka itu di dalamketakutan, takut akan dilihat orang lalu lintas di jalan. Ketika bendi itu sampai di Alanglawas, Midunberkata, katanya, "Berhenti di sini, Mamak!"
<br>Mereka itu pun turun dari atas bendi. Belum jauh berjalan, Halimah berkata, "Mengapa kita di sini turun? Tadi Udo mengatakan ke Ganting."
<br>"Ya, dari sini kita berjalan kaki saja. Bukankah tidak berapa jauh dari sini ke Ganting? Maka kita turun di sini, supaya jangan diketahui kusir bendi tadi ke mana tujuan kita."
<br>Setelah sampai di muka rumah Pak Karto, Midun berseru perlahan-lahan menyuruh membukakan pintu. Baru sekali saja ia berseru, pintu sudah terbuka. Memang Pak Karto tidak tidur, karena menanti-nanti kedatangan Midun. Setelah naik ke rumah, barulah nyata kepada Midun wajah Halimah yang sangat pucat dan kurus itu. Midun tidak berani bertanya, karena ia tahu bahwa Halimah masih di dalam ketakutan.
<br>"Udo Midun!" ujar Halimah, setelah kurang takutnya. "Saya mengucapkan terima kasih atas pertolongan Udo kepada saya, anak dagang yang telah dirundung malang ini. Saya berharap, jika Udo ada belas kasihan kepada saya, tolonglah saya antarkan ke Betawi, kepada bapak saya di Bogor. Jika di sini juga, tak dapat tiada hidup saya celaka."
<br>"Janganlah Uni khawatir, saya siap akan menolong Uni bila-
<br>mana perlu," ujar Midun. "Permintaan Uni itu insya Allah akan saya kabulkan. Sungguhpun demikian, cobalah ceritakan hal Uni, supaya dapat kami ketahui. Lagi pula jika Uni ceritakan, dapat kami memikirkan jalan mana yang harus kami turut untuk menjaga keselamatan diri Uni. Sebabnya maka saya ingin tahu, pekerjaan saya ini sangat sia-sia, karena Uni seorang anak gadis."
<br>"Sebab hati saya masih di dalam gusar, tak dapat saya menceritakan hal saya ini dengan panjang lebar," ujar Halimah. "Oleh sebab itu Udo dan Bapak tanyakan sajalah kepada nenek ini. Nenek dapat menerangkan hal saya, sejak dari bermula sampai kepada kesudahannya."
<br>Pak Karto pun bertanyalah kepada nenek itu tentang hal gadis itu. Maka nenek itu menerangkan dengan pendek sekadar yang perlu saja, yaitu hal Halimah akan diperkosa oleh bapak tiri dan orang Tionghoa yang mula-mula pura-pura hendak menolong gadis itu.
<br>Setelah sudah nenek itu bercerita, Pak Karto berkata, "Midun, hal itu memang sulit. Jika kurang ingat, kita boleh pula terbawa-bawa dalam perkara ini. Bahkan boleh jadi diri kita celaka karenanya. Oleh sebab itu hendaklah kita bekerja dengan diam-diam benar, seorang pun jangan orang tahu. Biarlah sekarang juga nenek ini saya antarkan ke rumahnya."
<br>"Jangan, Bapak," ujar Midun, "kalau nenek bertemudi jalan dengan orang yang dikenalinya, tentu kurang baik jadinya. Tak dapat tiada orang akan heran melihat Bapak berjalan bersama-sama dengan nenek. Apalagi rumah Bapak diketahui orang di Padang ini. Biarlah saya saja mengantarkan nenek ke rumahnya."
<br>"Benar juga kata Midun itu!" ujar Pak Karto pula."Pergilah engkau antarkan nenek sekarang juga. Lekas balik!"
<br>Sesudah Halimah bermaaf-maafan dengan nenek itu, maka Midun pergilah mengantarkan nenek itu ke rumahnya. Di tengah jalan, Midun berkata kepada nenek itu, bahwa hal itu jangan sekali-kali dibukakan kepada seorang juga. Setelah sampai di muka rumah nenek itu, Midun memberikan uang f5,-kepadanya. Nenek itu pun berjanji, biar nyawanya akan melayang, tidaklah ia akan membukakan hal itu.
<br>Tidak lama antaranya, Midun sudah kembali dari mengantarkan nenek itu. Halimah disuruh mereka itu bersembunyi dalam bilik Pak Karto. Baik siang atau pun malam, Halimah
<br>mesti tinggal di dalam bilik saja untuk sementara.
<br>Semalam-malaman Midun dan Pak Karto mufakat tentang diri Halimah. Sudah padat hatinya hendak mengantarkan Halimah ke Bogor. Karena hari sudah jauh larut malam, mereka pergi tidur.
<br>Halimah tidur dengan istri Pak Karto. Midun tak dapat tidur, sebab pikirannya berkacau saja. Kemudian Midun berkata dalam hatinya, "Jika sayapulang, tentu hidup saya makin berbahaya lagi. Sekarang telah ada jalan bagi saya akan menghindarkan kampung. Bahkan saya pergi ini, akan menolong seorang anak gadis. Apa boleh buat, biarlah, besok saya tulis surat kepada ayah di kampung."
<br>Pagi-pagi benar Midun sudah bangun, lalu pergi mandi. Sudah mandi ia menulis surat ke kampung, ditulisnya dengan huruf Arab, demikian bunyinya,
<br>Padang, 12 Januari 19..
<br>Ayah bundaku yang mulia, ampunilah kiranya anakanda! Sekarang anakanda sudah bebas dari hukuman dengan selamat. Menurut hemat anakanda, jika anakanda pulang, tak dapat tiada akan binasa juga oleh musuh anakanda yang bekerja dengan diam-diam itu. Sebab itu agar terhindar daripada malapetaka itu, Ayah bunda izinkan apakah kiranya anakanda membawa untung nasib anakanda barang ke mana. Nanti manakala hati musuh anakanda itu sudah lega dan dendamnya sudah agak dingin, tentu dengan segera jua anakanda pulang. Bukankah setinggi-tinggi terbang bangau, surutnya ke kubangan juga,Ayah!
<br>Ayah bunda yang tercinta! Nyawa di dalam tangan Allah, tidak tentu besok atau lusa diambil oleh yangpunya. Karena itu anakanda berharap dengan sepenuh-penuh pengharapan, sudilah kiranya Ayah bunda merelakan jerih lelah Ayah bunda kepada anakanda sejak anakanda dilahirkan. Baikpun segala kesalahan anakanda, yang bakal memberati anakanda di akhirat nanti, Ayah bunda maafkan pula hendaknya.
<br>Sekianlah isi surat ini, dan dengan surat ini pula anakanda mengucapkan selamat tinggal kepada Ayah bunda, karena anakanda akan berlayar ke tanah Jawa. Kepada Bapak Haji Abbas dan Bapak Pendekar Sutan tolong Ayahanda sampaikan sembah sujud anakanda. Dan wassalam anakandakepada Maun, sahabat anakanda yang tercinta itu. Jangan hendaknya Ayah
<br>bunda perubahkan Maun dengan anakanda, karena dialah yang akan menggantikan anakanda selama anakanda jauh dari negeri tumpah darah anakanda.
<br>Peluk cium anakanda kepada adik-adik!
<br>Sembah sujud anakanda, MIDUN
<br>Setelah sudah surat itu dibuatnya, lalu ia minta tolong kepada Halimah membuatkan alamatnya. Sudah memasukkan surat, pergilah Midun mengantarkan surat yang diberikan sipir itu untuk Penghulu Kampung Ganting. Setelah Penghulu Kampung itu membaca surat sipir, diceritakannyalah Midun sebagai anak buahnya di kampung itu. Midun bekerjalah sebagai tukang cuci Pak Karto.
<br>Pada malam hari, Midun berkata, katanya, "Pak Karto, bagaimana akal saya akan mengantarkan Halimah ke negerinya? Jika ditahan lama-lama di sini, tentu diketahui orang juga."
<br>"Benar katamu itu, sehari ini sudah saya pikirkan benar-benar hal ini;" ujar Pak Karto. "Midun dan Halimah mesti ada surat pas. Kalau tidak, tentu ia tidak dapat berlayar ke Jawa."
<br>Mendengar perkataan Pak Karto demikian itu, Midun terperanjat amat sangat. Dalam pikirannyatak ada terbayang-bayang perkara surat pas itu. Maka ia pun berkata, "Jika tidak memakai surat pas, tidakkah boleh berlayar, Bapak?"
<br>"Tidak boleh! Jika berlayar juga, ditangkap polisi." Midun termenung, pikirannya berkacau memikirkan hal itu. Tentu saja tidak dapat memintasurat pas untuk Halimah, jika dimintakan surat pasnya, tak dapat tiada halnya diketahui orang. Padahal ia sengaja menyembunyikan gadis itu. Darah Midun tidak senang, takut dan khawatir silihberganti dalam hatinya. Dalam pada ia termenung-menung itu, Pak Karto berkata pula, katanya, "Jangan engkau susahkan hal itu, Midun. Sayalah yang akan berikhtiar mencarikan surat pas untuk engkau dan Halimah. Engkau tidak sebangsa dengannya, mau menentang bahaya untuk menolong Halimah. Apalagi saya sebangsa dengan gadis itu. Tentu saja sedapat-dapatnya akan saya tolong pula mengusahakan surat pas itu. Sabarlah engkau dalam tiga empat hari ini. Barangkali saya dapat mengusahakannya. Banyak orang yang akan menolong saya di sini, sebab saya banyak berkenalan. Penghulu Kampung di sinipun berkenalan baik dengan
<br>saya. Sebab itu biarlah saya pikirkan dahulu, bagaimana jalan yang baik mencari surat pas. Seboleh-bolehnya nama Halimah jangan tersebut-sebut."
<br>"Terima kasih, Bapak!" jawab Midun. "Bagi saya, gelap perkara surat pas itu. Sebab itu saya harap Bapaklah yang akan menolong perkara itu."
<br>Sepekan kemudian daripada itu, pada malam hari Pak Karto pulang dari berjalan. Sampai di rumah, ia pun berkata kepada Midun, katanya, "Ini surat pas dua buah sudah dapat saya ikhtiarkan. Besok pergilah Midun tanyakan ke kantor K. P.M., bila kapal berangkat ke Betawi."
<br>Midun dan Halimah sangat berbesar hati mendapat surat pas itu. Mereka kedua minta terima kasih akan pertolongan Pak Karto. Midun lalu bertanya, katanya, "Bagaimana Bapak dapat memperoleh surat pas ini?"
<br>"Hal itu tak usah Midun tanyakan, karena kedua surat pas ini dengan jalan rahasia makanya saya peroleh. Asal kamu kedua terlepas, sudahlah."
<br>Midun tidak berani bertanya lagi. Dalam hatinya iameminta syukur kepada Tuhan, karena kedua surat pas itu dengan mudah dapat diikhtiarkan oleh Pak Karto.
<br>Keesokan harinya Midun pergi menanyakan bila kapal berangkat ke Betawi. Ketika ia akan pergi, Halimah memberikan sehelai uang kertas f 50,-, lalu berkata, "Bawalah uang ini, Udo! Siapa tahu barangkali ada kapal yang akan berangkat ke Betawi. Jika ada, belilah tiket kapal sekali."
<br>Sambil menerima uang itu, Midun berkata,"Maklumlah Uni, saya baru lepas dari hukuman. Sebab itu uang ini saya terima saja." Halimah tersenyum sambil memalingkan mukanya. Midunpun pergi menanyakan kapal. Setelah ditanyakannya, kebetulan besoknya ada kapal yang akan berangkat ke Betawi. Dengan segera Midun membeIi dua buah tiket kapal, lalu pulang keGanting.
<br>Pada keesokan harinya Midun dan Halimah bermaaf-maafan dengan Pak Karto laki istri. Setelah itu mereka berangkat ke Teluk Bayur.
<br>Dengan tiada kurang suatu apa, mereka itu selamat naik kapal. Tidak lama menanti, kapal pun bertolak meninggalkan pelabuhan Teluk Bayur. Penumpang di kapal itu menyangka Midun dan Halimah dua laki istri. Sebab itu seorang pun tak ada yang menghiraukannya.(Bersambung Ke Bagian 11
<br>Jalut Sugra<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-37284658109140635592012-12-10T21:13:00.000-08:002013-10-06T22:23:36.730-07:00Cerita Sengsara Membawa Nikmat (Bagian 9) <p class="mobile-photo"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-PLAIsz0jQIA/UMbBvlBIB-I/AAAAAAAAAZ4/WDo3x83bRxo/s1600/1592678-706052.jpg"><img src="http://3.bp.blogspot.com/-PLAIsz0jQIA/UMbBvlBIB-I/AAAAAAAAAZ4/WDo3x83bRxo/s320/1592678-706052.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5820552591557789666" /></a></p>'' Sambungan Dari Bagian 8''
<br>9. Pertolongan dan Kalung Berlian
<br>ALKISAH maka tersebutlah perkataan bahwa di dalam penjara itu adalah bermacam-macam bangsa orang hukuman. Mereka itu tidak ada yangkurang hukumannya dari setahun. Demikianlah, di antara orang hukuman yang banyak itu ada seorang Bugis, yang dapat hukuman seumur hidup.Namanya Turigi, umurnya lebih kurang 50 tahun. Turigi adalah seorang yang baik, sabar, dan ramah-tamah. Amat dalam ilmunya, dan banyak pengetahuannya orang tua itu. Dalam hal agama Turigi alim pula. Konon kabarnya ia seorang bangsawan di negerinya, dan menjadi penasihat dan dukun. Tetapi kalau ia marah, tak ada yang berani bertentangan dengan Turigi. Agaknya entahkarena ia dibuang selama hidup itu gerangan. Jika Turigi marah tidak membilang lawan dan tidak takut kepada siapa pun jua. Segala orang hukuman itu takut kepada Turigi. Bukan karena beraninya saja ia ditakuti orang, tetapi terutama ialah karena sudah orang tua; kedua, dalam pengetahuannya; dan ketiga, amat baik budi pekertinya. Sipir penjara itu sendiri segan kepadaTurigi, apalagi tukang kuncinya. Sebab itu Turigi di dalam penjara tidak ada yang berani memerintahi,dan ia bekerja sesuka-suka hatinya saja. Sekalipun Turigi orang hukuman, tapi keadaannya di penjara tidak ubah seperti di rumahnya sendiri, bahkan lebih agaknya. Makannya dilainkan, diberi tempat tidur yang baik, dan lain-lainnya. Pendeknya, segala keperluan Turigi dicukupkan.
<br>Ketika Midun berkelahi dengan Ganjil kemarin, Turigi ada pula melihat. Senang benar hati Turigi melihat orang muda yang tangkas dan berani itu. Menurut ilmu firasatnya, Midun seorang anak yang amat baik tingkah laku dan tertib sopannya. Sebab itu ia amat heran, dan berkata dalam hati,"Apakah sebabnya orang yang sebaik itu dapat hukuman? Kesalahan apakah yang telah diperbuatnya? Kasihan, biarlah besok atau lusa tentu saya ketahui juga kesalahan orang muda itu maka dihukum. Ingin benar saya hendak berkenalan dengan dia."
<br>Pada keesokan harinya dilihat Turigi, Midun bekerja paksa.
<br>Hampir-hampir tidak terderita oleh Midun pekerjaan yang di kerjakannya itu. Apalagi melihatMidun mengerjakan pekerjaan yang amat hina, timbul kasihan Turigi. Tampak nyata oleh
<br>Turigi, Midun hampir tidak kuat lagi menahan siksaan pegawai penjara. Melihat hal itu, Turigi menarik napas, akan melarang tidak berani, karena dia sendiri orang hukuman pula. Tetapi melihat Midun sudah payah bekerja sehari itu sekarang dipersama-samakan orang pula, Turigi tak dapat lagi menahan hati.
<br>Pada pikiran Turigi, "Perbuatan itu tidak pantas, dan tidak boleh dibiarkan. Seorang anak muda sesudah disiksa, disuruh perkelahikan pula oleh tiga orang."
<br>Dengan tidak berkata sepatah kata jua, Turigi melompat ke tengah perkelahian itu. Ia berkata dengan geram, "Berhenti berkelahi! Jika tidak, biarsiapa saja saya patahkan batang lehernya. Tidak adil!"
<br>Mendengar perkataan itu, segala orang hukuman menepi. Sipir dan tukang kunci undur, karena melihat Turigi sangat marah. Dari ketiga orang yang mempersama-samakan itu, dua sudah jatuh dikenai Midun. Yang seorang lagi, ketika mendengar suara Turigi, melompat lari. Orang itu sudah berniat juga hendak lari, karena selalu kena saja tiap-tiap mendatangi Midun. Maka ia melawan juga, hanyalah karena malu. Untung benar ia, Turigi datang memisahkan perkelahian itu. Midun tidak lari, ia tegak berdiri di.tengah medan perkelahian itu. Amat heran ia melihat orang itu. Midun tidak mengerti, apa sebabnya orang habis lari dan sipir, tukang kunci undur ke belakang mendengar perkataannya.
<br>"Siapakah orang ini?" kata Midun dalam hatinya."Malaikatkah atau manusiakah yang hendak menolong saya dalam bahaya ini? Atau bapakku Haji Abbaskah yang terbang kemari hendak menolong anaknya? Amboi, jika datang seorang lagi menyerang saya, tak dapat tiada nyawaku melayang. Untung ... ia datang menolongku."
<br>Sedang pikiran Midun melayang-layang dan ragu-ragu melihat orang tua itu, Turigi menghampiri Midun, lalu berkata, "Apa anakkukah yang kena? Bapak lihat pucat benar!" Mendengar perkataan itu semangat Midun rasa terbang. Pada pikirannya, pasti bapaknyalah vang datang membela dia. Pemandangan Midun tidak terang akan melihat benar-benar rupa orang itu. Pertama hari sudah samar muka, kedua ia sangat payah. Midun terduduk karena sangat lelah, lalu berkata, "Tidak, Pak, hanya badan saya yang letih."
<br>Turigi segera memangku Midun, lalu dibawanya ke
<br>kamarnya. Midun pingsan, tiada tahu lagi akan dirinya. Dengan perlahan ia ditidurkan Turigi di atas tempat tidur. Setengah jam kemudian daripada itu, Midun mulai sadar. Ketika ia membukakan mata, terlihat kepadanya cahaya terang. Ia meraba-aba, terasa olehnya bahwa ia tidur di atas kasur. Midun menggerakkan kepala akan melihat sekeliling kamar itu. Tiba-tiba tampak kepadanya seorang tua sedang sembahyang.
<br>"Hai, bermimpikah aku ini?" pikir Midun dalam hatinya. "Di manakah saya sekarang? Siapakah yang membawa saya kemari?" Midun menggosok mata, seolah-olah tidak percaya kepada matanya. Biar bagaimana juga Midun menggosok mata, tetapi pemandangannya tetap demikian juga, tiada berubah. Dengan segera Midun bangun, lalu duduk. Dilihatnya orang tua itu sudah sembahyang. Maka Midun pun berkatalah, "Di manakah saya ini, Bapak?"
<br>Turigi menyahut, katanya, "Di penjara, tetapi samajuga dengan di rumah sendiri, bukan? Sudah baik benarkah, Anak?"
<br>"Sudah, Bapak," ujar Midun. "Siapakah Bapak dan mengapa Bapak di sini?"
<br>"Bapak ini orang hukuman, sama juga dengan Anak," ujar Turigi. "Tetapi bapak dihukum selama hidup. Bapak bukan orang sini, negeri bapak di Bugis. Sudah sepuluh tahun dengan sekarang, bapak dibuang kemari. Sebab itu bapak pandai berbahasa orang sini. Nama Anak siapa dan orang mana? Apakah kesalahan Anak, maka sampai kemari?"
<br>Midun baru insaf, di mana dia dan dengan siapa ia berhadapan. Tahulah ia, bahwa orang tua itulah yang memisahkan perkelahian tadi. Midun berkatapula katanya, "Nama saya Midun, negeri saya di Bukittinggi. Sebabnya saya kemari, sekali-kali tidaklah kesalahan saya, Bapak."
<br>Maka Midun menceritakan hal ihwalnya kepada Turigi sejak bermula sampai ia dimasukkan ke dalam penjara itu. Setelah tamat Midun bercerita,Turigi mengangguk-anggukkan kepala. Ia sangat belas kasihan kepada Midun, karena masih muda sudah menderita siksa dan malapetaka yang demikian. Tiba-tiba Midun berkata pula, katanya,"Saya amat heran, Bapak! Ada pulakah hukuman selama hidup? Apakah kesalahan Bapak, maka dapat hukuman yang amat berat itu?"
<br>"Bapak dihukum selama hidup, ialah karena terdakwa membunuh Kepala Negeri, ketika terjadiperusuhan di negeri bapak dua belas tahun yang sudah!" ujar Turigi. "Sebelum bapak
<br>dihukum, pekerjaan bapak jadi dukun dan menjadi ketua kampung. Apa boleh buat Midun, karena sudah nasib bapak demikian. Hanya sekian lama cerita bapak kepada Midun. Tak ada gunanya bapak ceritakan panjang-panjang hal bapak, karena menyedihkan hati saja, padahal nasib bapak akan tetap begini juga. Di sini bapak sudah sepuluh tahun lebih. Selama di dalam penjara ini telah banyak bapak melihat kejadian-kejadian yang menyedihkan. Siksaan dan ancaman pegawai-pegawai penjara di sini sungguh terlalu. Mereka berbuat sekehendak hatinya saja kepada orang hukuman. Tidak ubah sebagai binatang orang hukuman itu dibuatnya. Dirotan, ditendang, ditinju, disegalamacamkannya saja. Orang hukuman yang keluar dari sini agaknya jarang yang selamat hidupnya. Sebab itu bapak harap kepada Midun, ingat-ingat menjaga diri. Jangan Anak lengah semenit jua. Bapak bersenang hati sungguh melihat Midun. Bapak percaya, takkan dapat orang berbuat semau-maunya saja kepadamu. Ganjil, yang berkelahi dengan Midun kemarin, adalah seorang hukuman yang sangat berani. Semua orang hukuman di sini takut kepadaGanjil. Kepada bapak seorang ia agak segan sedikit. Tetapi Midun gampang saja menjatuhkan Ganjil. Lebih-lebih ketika bapak melihat perkelahian Midun tadi, sungguh heran benar hati bapak. Bapak rasa tidak akan berani lagi orang mengganggu Midun, karena sudah dilihat mereka sendiri dengan mata kepalanya bagaimana ketangkasan Midun. Hanya yang bapak takutkan, Midun ditikam orang dari belakang dengan tiba-tiba. Karena itu, hati-hatilah menjaga diri yang akan datang."
<br>"Nasihat Bapak itu saya junjung tinggi," ujar Midun."Tentu saya akan lebih ingat, karena musuh saya satu dua orang lagi di penjara ini. Dan saya mengucapkan terima kasih banyak-banyak atas pertolongan Bapak tadi. Jika Bapak tidak datang memisahkan perkelahian itu, boleh jadi saya tewas karena tidak satu-dua orang yang menyerang saya. Apalagi dari pagi sampai petang saya selalu bekerja paksa."
<br>Sejak terjadi perkelahian itu, Midun sudah agak senang bekerja sedikit. Sekalipun berat, tetapi tidak mengerjakan pekerjaan yang hina lagi. Sebab sudah biasa dari sehari kemari, tidak lagi terasa berat oleh Midun. Orang hukuman seorang pun tak ada pula yang berani mengganggunya. Biar bagaimana jua pegawai penjara mengasut akan berkelahi dengan Midun, mereka tidak mau. Apalagi Midun dengan Turigi sudah seperti
<br>anak dengan bapak, makin menambah takut orangkepada Midun. Setiap petang Midun datang kepada Turigi belajar ilmu obat-obatan dan lain-lain yang berguna kepadanya kelak. Demikianlah pekerjaan Midun tiap-tiap hari.
<br>Pada suatu hari, kira-kira pukul sebelas lewat, Midun duduk-duduk dengan Turigi, karena sudah hampir waktu makan. Tiba-tiba kelihatan oleh Midun seseorang dibelenggu masuk penjara. Darah Midun tersiap pula, karena orang itu ialah Lenggang yang akan dikirim ke negeri tempatnya menjalankan hukuman. Menanti kapal mesti Lenggang bermalam di penjara. Ia terus dimasukkan tukang kunci ke dalam sebuah kamar. Midun tidak kelihatan olehnya waktu masuk ke dalam. Ketika Lenggang dibawa tukang kunci, Midun berkata kepada Turigi, "Bapak! Itulah orang yang hendak membinasakan saya di pacuan kuda Bukittinggi dahulu. Rupanya baru sekarang ia dikirim ke negeri tempatnya dibuang."
<br>Ketika Turigi melihat Lenggang itu, timbul pikirannya hendak bertanya, bagaimana pikiran Midun terhadap kepada musuh yang hampir menewaskan nyawanya itu. Turigi berkata, katanya, "Midun, orang itu barangkali ada seminggu di sini menanti kapal. Jika engkau hendak membalaskan sakit hatimu, sekaranglah waktunya. Maukah engkau, boleh bapak katakan kepada tukang kunci?"
<br>"Kasihan, Bapak, jika begitu tentu dia jatuh ditimpa tangga, dalam basah kehujanan pula," ujar Midun."Sungguhpun ia seorang jahat, tetapi sekarang tentu ia menyesal atas perbuatannya itu. Ia bukan musuh saya, melainkan karena makan upah. Sebab tamak akan uang, mau ia membunuh orang.Sekarang ia tentu menyesal amat sangat, dibuangsekian lama ke negeri lain, meninggalkan negeri tumpah darahnya. Jika saya hendak membalas tentu boleh, tetapi tak ada angan-angan saya macam itu. Cukuplah sudah ia menerima hukuman atas kesalahannya karena loba akan uang, tidak usah ditambah lagi."
<br>Turigi terdiam diri mendengar perkataan Midun. Dalam hatinya ia amat memuji pikiran Midun yang mulia itu. Sudah hampir sebulan Turigi bergaul dengan dia nyata kepadanya, bahwa Midun, biarpun masih anak muda, amat baik dan lanjut pikirannya. Sedang Turigi berpikir-pikir itu, datang tukang kunci kepada Midun, mengatakan ada opas dari Bukittinggi hendak bertemu sebentar dengan dia. Midun maklum, tak dapat tiada Gempa Alam yang hendak bertemu itu. Ia segera
<br>keluar mendapatkan Gempa Alam.
<br>"Saya kira engkau telah mati, Midun, kiranya tidak kurang suatu apa," ujar Gempa Alam. "Adakah selamat saja engkau di sini?"
<br>"Berkat doa Mamak, insya Allah adalah baik saja, " ujar Midun. Karena Midun hanya diizinkan sebentar saja boleh bertemu, dengan ringkas sajaia menceritakan penanggungannya selama di dalam penjara Padang itu. Gempa Alam memuji dan bersenang hati melihat Midun selamat. Kemudian diceritakan Gempa Alam sesalan Lenggang telah menganiaya Midun. Setelah itu Gempa Alam bersalam memberi selamat tinggal.
<br>Keesokan harinya pagi-pagi, sedang Midun menyapu di dalam penjara, dilihatnya Lenggang sudah berkelahi dengan Ganjil. Midun berhenti menyapu, karena ingin hendak melihat Lenggang berkelahi, seorang yang sudah masyhur jahat itu. Dalam perkelahian itu Lenggang amat payah. Tiap-tiap Lenggang mendatangi Ganjil, selalu ia jatuh. Sungguhpun demikian, Lenggang tak ubah seperti orang kebal. Setelah ia jatuh, bangun dan menyerang pula. Demikianlah berturut-turut beberapa kali. Ketika itu nyata kepada Midun, bahwa Ganjil seorang yang tangkas, dan patut terbilang berani di penjara itu. Melihat Lenggang jatuh dan tidak bergerak lagi kena kaki Ganjil, Midun amat kasihan. Biarpun Lenggang musuhnya, tetapi dapat ia menahin hati. Midun segera melompat, lalu berkata, "Ini dia yang lawanmu, Ganjil! Mari kita ulang sekali lagi, sebab tempo hari belum sam-sama puas hati kita!"
<br>Ganjil menganjur langkah surut, sambil memandang kepada tukang kunci yang melihat perkelahian itu dari jauh. Setelah itu dengan tidak berkata sepatah jua, Ganjil berjalan. Ia tidak berani lagi bertentangan dengan Midun, sebab sudah dirasainya bekas kaki orang muda itu bulan yang lalu. Midun dengan segera mengambil tanganLenggang, lalu dibimbingnya ke kamar. Lenggang amat malu melihat muka Midun. Dengan memberanikan diri, maka iapun meminta maaf akan segala kesalahannya kepada Midun. Setelahia meminta terima kasih atas pertolongan Midun kepadanya, maka diceritakannyalah sejak bermula sampai kesudahan akan halnya diupah oleh Kacak hendak membunuh Midun dahulu itu. Bahkan Midun diberinya pula nasihat, supaya jangan pulang ke kampung, karena Kacak sangat benci kepadanya.
<br>Mendengar cerita Lenggang itu, Midun baru insaf benar-
<br>benar, bahwa Kacak itu sudah menjadi musuh besar kepadanya, hingga hendak menewaskan jiwa orang.
<br>Setelah dua bulan lebih Midun menjalankan hukuman, ia disuruh bekerja di luar. Dalam pekerjaan itu dimandori oleh Saman yang bengis itu juga. Tetapi mandor Saman tidak berani memukuli Midun, sebab ia sudah melihat keberanian anak muda itu berkelahi. Lagi ia takut kepada Turigi, yang sangat mengasihi Midun itu. Sungguhpun demikian, Midun selalu dapat ancaman jua. Ia disuruh mandor Saman bekerja paksa. Bila Midun lalai sedikit saja atau berhenti sebentar, ia sudah menghardik dan mengatakan,"Midun lalai, nanti aku adukan kepada sipir, supayabertambah hukumanmu." Dengan hal yang demikian Midun tiap-tiap hari bekerja keras, berhujan berpanas dengan tidak berhenti-hentinya. Kadang-kadang timbul pikiran Midun hendak melawan, tetapi ia takut hukumannya akan bertambah. Sedang hari yang telah dua bulan lebih itu, seraso dua abad kepada Midun. Rasakanditariknya hari supaya sampai 4 bulan, supaya lekas ia bertemu dengan ibu bapak, adik, dan kawan-kawannya.
<br>Tidak sanggup Midun melihat beberapa hal yang sangat menyedihkan dalam penjara jahanam itu. Ngeri dan tegak bulu romanya melihat penganiayaan yang dilakukan oleh pegawai penjaga kepada orang-orang hukuman.
<br>Sebulan Midun bekerja menyapu jalan di kota Padang. Mula-mula ia menyapu di Kampung Jawa.Kemudian dipindahkan pula ke Muara, pada jalan di tepi laut. Di sana Midun agak senang sedikit, sebab jalan-jalan di situ tidak kotor benar, karenasunyi dan jarang orang lalu lintas. Tetapi meskipun senang ia bekerja, hatinya bertambah sedih. Memang laut lepas itu jauhlah pikiran Midun daii timbullah beberapa kenang-kenangan dalam hatinya. Apalagi pagi-pagi matahari yang baru terbit, tersembul dari muka air, menyinari segala alam jagat ini, amat memilukan hatinya. Perahu pengail yang dilamun-lamun ombak di tengah lautan dan gelombang turun naik ber-alun dan sabung-menyabung, seakan-akan memanggil Midun akan membawanya ke seberang lautan.
<br>Sekali peristiwa hari amat cerah, langit pun hijau laksana tabir wilis tampaknya. Panas terik amat sangat, hingga orang tidak ada yang tahan tinggal di dalam rumah. Baik laki-laki, baik pun perempuanbanyak keluar dari rumah akan mendinginkan badan. Orang yang tinggal dekat-dekat Muara itubanyak
<br>datang ke tepi laut, berlindung sambil bermain di bawah pohon-pohon. Sungguh senang dan sejuk berlindung di bawah pohon kayu waktu hari panas.Apalagi jika diembus angin timur yang datang dari laut dengan lunak lembut. Segala orang hukuman sudah berhenti menyapu, karena waktu makan sudah datang. Setelah matahari turun dan panas kurang teriknya, mereka yang berlindung itu kembali ke rumahnya masing-masing. Midun dan orang hukuman yang lain mulai pula menyapu. Ketika Midun menyapu di bawah sebatang pohon kenari, kelihatan olehnya sebuah kalung berlian terletak di atas urat kayu yang tersembul ke atas. Barang itu segera diambilnya, lalu dimasukkannya ke dalam saku bajunya. Ia berniat hendak mengembalikan barang itu kepada yang punya. Tetapi timbul pula pikiran lain dalam hati Midun. Melihat berlian itu, bolak-balik pikirannya akan mengembalikannya. Sedang Midun termenung mengenangkan barang itu, lalu ia berkata dalam hatinya, "Kalau saya tidak salah, yang duduk di sini tadi, ada seorang perempuan cantik. Melihat kepada tampan perempuan itu, rupanya ia anak gadis. Benarlah dia dan saya kenal tempat tinggalnya ketika saya menyapu jalan di muka gedung itu. Rumah gadis itu gedung yang amat indah. Orang Belandakah gadis itu? Tetapi jika saya jual barang ini, tentu banyak juga saya beroleh uang dan berapakah gerangan harganya?Seratus rupiah tentu dapat. Boleh aku pakai jadi pokok berniaga, bila hukumanku habis. Tetapi, ah, rupanya pikiran saya sesat. Apa gunanya saya beragama, jika takkan pandai menahan hati kepada pekerjaan yang salah. Hak milik orang harus saya kembalikan. Lagi pula orang hukuman mempunyai barang macam ini, tentu mudah orang mempeduli saya mencuri. Mudah-mudahan karena dia orang kaya, kalau saya menanam budi ada juga baiknya kelak."
<br>Midun melihat kian kemari, sebagai ada yang dicarinya. Setelah diketahuinya mandor Saman pergi ke Kampung Jawa, Midun segera berjalan ke gedung tempat gadis itu tinggal. Sampai di pintu gapura, Midun disalak anjing. Tidak lama keluar seorang perempuan, amat pucat dan kurus rupanya. Payah benar perempuan itu berjalan, agaknya dalam sakit atau baru sembuh dari sakit. Perempuan itn dipimpin oleh seorang gadis yang amat cantik, yaitu gadis yang dilihat Midun di bawah pohon kenari tadi. Ketika kedua perempuan itu melihat orang hukuman, mereka itu terkejut ketakutan. Dengan gagap,
<br>perempuan pucat itu berkata, "Masuklah, apa kabar?"
<br>"Bukan orang Belanda kiranya orang ini!" pikir Midun dalam hatinya. Ia maklum bahwa perempuan itu dalam ketakutan melihat dia seorang hukuman. Midun berkata sambil masuk pekarangan rumah, katanya, "Kabar baik, orang kaya. Meskipun saya orang hukuman, tak usah orang kaya khawatir, karena saya membawa kabar baik. Kalau saya tidak salah, Unikah yang datang ke Muara tadi dan berlindung di bawah pohon kenari?"
<br>"Benar," ujar gadis itu dengan heran bercampur takut, karena ia tidak mengerti apa maksud pertanyaan orang hukuman itu kepadanya.
<br>"Adakah Uni ketinggalan apa-apa di bawah pohon itu ketika hendak kembali?" ujar Midun sambil memandang gadis itu dengan sopan.
<br>Gadis itu meraba lehernya, lalu lari ke dalam seolah-olah ada yang dicarinya. Tidak lama ia kembali, mukanya pucat, lalu berkata, "Ibu, kalung berlian hamba tidak ada lagi. Sudah hamba cari di lemari dan di bawah bantal tidak bertemu. Tadi rasanya hamba pakai bermain-main ke Muara. Waktu balik ke rumah, entah masih hamba pakai entah tidak, hamba tidak ingat. Adakah Ibu melihatnya?"
<br>"Tidak," ujar perempuan itu dengan cemas, ibu darigadis itu agaknya. "Ketika kau pulang tadi, tidak memakai kalung saya lihat. Aduhai, cukuplah rasanya saya makan hati dan menahan sedih selama bercerai dengan bapakmu, tetapi sekarang ada-ada pula yang terjadi. Tak dapat tiada, jika bapak tirimu tahu hal ini, alamat tidak baik jadinya. Sedangkan perkara kecil saja boleh menjadikan sengketa di rumah ini, apalagi kehilangan kalung berlian yang semahal itu harganya."
<br>Ketika Midun melihat ibu dan anak itu dalam kecemasan, ia pun berkata sambil mengeluarkan kalung itu dari saku bajunya, katanya, "Janganlah Orang kaya dan Uni cemas, sebab saya ada mendapat kalung itu. Inikah kalung itu, Uni?"
<br>Midun lalu memberikan kalung itu kepada gadis itu.Serta gadis lalu melihat, diambilnya kalung itu dan segera dikenalinya; lalu ia pun berteriak, melompat-lompat karena riang seraya berkata,"Betul, inilah kalung saya. Terima kasih, Udo. Terima kasih banyak-banyak. Untung Udo yang mendapatkannya, jika orang lain barangkali tidak akan dikembalikannya."
<br>Gadis itu memandang kepada ibunya, sebagai adayang hendak dikatakannya. Ibu itu rupanya mengerti apa maksud
<br>anaknya. Maka ia pun berkata kepada Midun,"Masuklah dulu, orang muda!"
<br>"Tak usah lagi, Orang kaya," ujar Midun. "Saya orang hukuman, tidak boleh lama-lama di sini. Saya mohon permisi hendak balik ke tempat saya bekerja."
<br>Sambil mengeluarkan uang kertas lima rupiah, ibu gadis itu berkata, "Jika orang muda tidak mau masuk, baiklah. Sebagai tanda kami bergirang hati mendapat barang itu kembali dan tanda terima kasih saya, saya harap uang yang sedikit iniorang muda terimalah dengan suka hati."
<br>Perempuan itu memberikan uang kepada Midun. Tetapi Midun tidak mau menerimanya, lalu berkata, "Terima kasih banyak! Saya harap Orangkaya jangan gusar, karena saya belum pernah menerima uang hadiah macam ini. Saya wajib mengembalikan barang ini kepada yang punya, karena bukan hak saya. Dan saya tidak mengharapkan sesuatu dari perbuatan saya itu. Yang saya lakukan ini adalah menurut agama dan kemauan Tuhan, karena itu saya harap janganlah orang kaya memberi saya hadiah."
<br>Biar bagaimana jua mereka itu keduanya menyuruh meng-ambi uang itu, Midun selalu menolak. Setelah itu ia pun kembali ke tempatnya bekerja, lalu menyapu pula. Sedang menyapu jalan, Midun terkenang akan perkataan perempuan itu kepada anaknya. Maka ia berkata dalam hatinya, "Sungguh ajaib dunia ini. Apakah sebabnya perempuan itu makan hati? Apakah yangdisedihkannya? Ia tinggal dalam sebuah gedung yang indah di tepi jalan besar. Kehendaknya boleh,pintanya berlaku, sebab uang banyak di peti. Berjongos dan berkoki, beranak seorang permainan mata. Keinginan apakah lagi yang dikehendakinya dengan hidup cara demikian? Sungguh heran, siapa yang akan menyangka orang yang sesenang itu ada menanggung kesedihan? Benarlah ada juga seperti kata pepatah: ayam bertelur dalam padi mati kelaparan, itik berenang dalam air mad kehausan."
<br>Dalam berpikir-pikir hari sudah petang, lalu Midunkembali ke perkara. Malam itu ia amat bersenang hati, karena meskipun dia orang hukuman, dapat juga berbuat pahala. Tampak-tampak dalam pikiran Midun wajah gadis itu bergirang hati setelah barangnya dikembalikan.
<br>"Orang manakah gadis itu? Siapakah bapak tirinya? Sungguh cantik dan elok rupanya, sukar didapat, mahal dicari."
<br>Pertanyaan itu timbul sekonyong-konyong dalam pikiran Midun. Kemudian ia tertidur dengan nyenyaknya sampai pagi.
<br>Hukuman Midun sudah hampir habis. Menurut hematnya tingga115 hari lagi. Rasakan dibelanya hari yang 15 hari itu, karena ingin hendak pulang menemui keluarganya. Makin dekat hari ia akan dilepaskan, makin rajin Midun bekerja. Kemauan mandor Saman diturutnya belaka, biar apa saja yang disuruh-kannya. Midun amat sabar, dan harapan jangan hendaknya terjadi apa-apa sampai ia bebas. Tengah hari ketika Midun hendakpergi mengambil ransum, tibatiba datang seorang perempuan tua kepadanya, lalu berkata, "Ibu Halimah menyuruh mengantarkan nasi untuk orang muda."
<br>"Halimah?" ujar Midun dengan heran, "Siapa Halimah itu, Nek? Saya belum ada berkenalan di sini. Barangkali nenek salah, bukan saya yang dimaksud ibu Halimah itu agaknya."
<br>Orang tua itu bingung, karena tidak tentu akan jawabnya. Ia hanya disuruh orang mengantarkan nasi kepada Midun, diantarkannya. Bagaimana seluk-beluk ibu Halimah dengan Midun, sedikit pun ia tidak tahu. Sebab itu ia melihat ke sana kemari, seakan-akan Ada yang dicari orang tua itu.
<br>"Ibu saya menyuruh mengantarkan nasi untuk Udo,"ujar Halimah, sambil keluar dari balik pohon kenari,sebab dilihatnya nenek itu dalam keragu-raguan akan menjawab pertanyaan Midun.
<br>"O, Uni gerangan yang bernama Halimah!" ujar Midun dengan hormat. "Maaf, Uni, karena saya belum tahu nama Uni, saya katakan tadi kepada nenek ini, bahwa saya belum berkenalan seorang jua di sini. Mengapakah ibu Uni menyuruh mengantarkan nasi benar untuk saya, orang hukuman ini? Saya harap jangan Uni berkecil hati, karena saya tidak sanggup menerima pembawaanini. Terima kasih banyak, sudilah kiranya Uni membawa nasi ini pulang kembali!"
<br>"Benar,h sayalah yang bernama Halimah," ujar gadis yang kehilangan kalung kemarin itu. "Ibu meminta benar dengan sangat, supaya Udo suka memakan nasi ini. Saya harap janganlah Udo bertangguh seperti, kemarin pula!"
<br>"Tidak, Uni, sekali-kali tidak," ujar Midun pula."Saya mengucapkan terima kasih banyak saja atas kemurahan Uni dan ibu itu. Takut saya akan terbiasa, sebab orang hukuman hanya makan nasi dengan garam. Bawalah balik pulang!"
<br>"Saya sudah payah memasak, tetapi Udo tidak mau pula me-
<br>makan," ujar Halimah sebagai orang beriba hati dan merayu. "Perkataan Udo mengenai hati saya. Tidak baik begitu, Udo! Jika Udo tak hendak memakan nasi ini, buangkan sajalah ke laut itu! Ikan di laut barangkali ada yang suka memakannya."
<br>"Marilah kita pulang, Nenek!" ujar Halimah pula kepada orang tua itu. "Sebentar lagi kita ambil rantang ini kemari."
<br>Halimah dan nenek itu pulang. Midun tinggal seorang diri dengan rantang terletak di hadapannya. Ia duduk sebagai orang teringa-inga. Perkataan Halimah sebagai bunyi buluh perindu masuk ke telinganya. Merdu sungguh, entah di mana perasaan Midun ketika itu. Akan menolak permintaan Halimah sekali lagi, ia rasa tak sanggup. Lagi pula Halimah sudah bergulut saja pulang, sesudah habis berkata tadi.
<br>"Ah, kalau saya .... Tidak boleh jadi, tak dapat tiadasebagai si pungguk merindukah bulan. Dan mustahil makanan enggang akan tertelan oleh pipit," demikianlah pikir Midun dalam hatinya.
<br>Ketika Midun hendak membuka rantang, tiba-tiba bahunya '' ditarik orang dari belakang dengan kuat. Sambil menghardik, orang itu berkata, "Eh, binatang, engkau tidak tahu, orang hukuman sekalikali tidak boleh bercakap dengan orang preman? Berani sungguh, itu siapa? Ingat! Hukumanmu boleh bertambah lagi!"
<br>Mendengar perkataan itu, Midun rasa disambar petir, sebab terkejut. Kerongkongannya tersumbat, napasnya turun naik menahan hati, ketika dilihatnya mandor Saman yang menarik dia.Hampir tidak dapat Midun menahan marahnya mendengar cerita yang amat keji itu. Lama baru Midun dapat menjawab perkataan mandor Samanitu. Maka ia pun berkata, "Jangan terlampau penaik darah, Mamak! Marah gampang, semua orang dapat berbuat demikian. Tanyakan dulu sebab-sebabnya, kemudian kalau nyata saya bersalah, biar sepuluh tahun lagi hukuman saya bertambah, apa boleh buat. Bukan saya yang membawa orang itu bercakap, melainkan dia yangdatang kepada saya."
<br>Mandor Saman undur ke belakang mendengar perkataan Midun yang lunak, tetapi pedas itu. Biasanya bila ia melihat orang hukuman berbuat salah tidak ditanyainya lagi, melainkan pukulan saja yang tiba di punggung. Tetapi kepada Midun, mandor Saman agak gentar, karena sudah dilihatnya ketangkasan anak muda itu. Maka katanya, "Ya, siapa, ini apa? Dan jalan
<br>apa kepadamu orang itu?" Midun menerangkan dengan pendek, apa yang telah terjadi maka ia mengenali anak gadis itu, lalu berkata sambil membuka rantang, katanya, "Maafkanlah saya, Mamak! Bukankah selera Mamak juga yang akan puas. Bagi saya lebih-lebihnya saja jadilah. Kita tidak usah berjerih payah lagi mengambil ransum ke penjara."
<br>Melihat goreng ayam, semur, sambal petai, dan lain-lain itu, mandor Saman lekas-lekas menelan air liurnya yang hendak berleleran. Sudah 10 tahundia menjalani hukuman, dan karena dipercayai sipir sampai diangkat menjadi mandor, lamun makanannya sama juga dengan orang hukuman yang lain. Tetapi melihat nasi dengan lauk-pauknya itu, lekum mandor Saman turun-naik, hampir makanan itu dirampasnya. Maka ia berkata dengan pendek, "Baiklah, asal setiap hari begini. Tetapi saya menyesal kalung itu engkau kembalikan. Bodoh benar, jika dijual betapa baiknya...."
<br>Bukan main mandor Saman mencaruk nasi dengan lauknya. Hampir tidak dikunyah, terus masuk perutnya. Setelah kenyang ia pergi. Midun mengangguk-anggukkan kepala saja melihat mandor Saman yang tamak itu. Bagiannya tinggal sedikit lagi, tetapi tidak pula dimakannya. Midun merasa malu jika isi rantang itu habis sama sekali. Mengetahui nama anak gadis itu saja lebih mengenyangkan daripada makan nasi pada perasaan Midun. Maka rantang itu disusunnya baik-baik. Ketika orang hukuman akan pergi mengambil ransum, ia meminta tolong saja kepadatemannya menyuruh bungkus ransum bagiannya. Tengah hari Halimah kembali pula dengan nenek akan mengambil rantang. Masa itu Midun masih duduk-duduk, karena waktu kerja belum tiba. Baru saja Halimah dekat, Midun berkata, "Terima kasih, Uni! Bersusah payah benar rupanya Uni memasak, tidak ubah sebagai makanan engku-engku. Segala isi rantang ini sudah hampir habis oleh saya. Maklumlah, Uni, tiap-tiap orang suka kepada yang enak, apalagi yang belum dirasainya.Tolonglah sampaikan salam saya kepada ibu Uni, dan terima kasih saya atas kemurahan beliau kepada anak dagang yang daif ini."
<br>"Terima kasih kembali, " ujar Halimah. "Janganlah membalikkan hujan ke langit itu, Udo! Sementara saya orang dagang, jangan terlampau benar menyindir. Udo nyata kepada saya orang sini, tetapi saya orang jauh-jauh di seberang laut."
<br>"Sebenarnya, Uni, sekali-kali saya tidak menyindir!" ujar
<br>Midun dengan heran. "Negeri saya di Bukittinggi, saya dihukum kemari. Uni siapa dan orang mana?"
<br>"Bukittinggi itu bukankah sudah Padang juga namanya," ujar Halimah. "Tetapi kami orang dari tanah Jawa, dagang larat yang sudah 10 tahun dibawa untungnya kemari. Jika tidak beralangan kepada Udo, sudilah Udo menerangkan apa sebabnya Udo dihukum ini? Ibu pun heran, karena Udo berlainan dengan orang hukuman yang biasa beliau lihat."
<br>"Benar, sungguhpun Bukittinggi Padang juga, tetapibukankah saya sudah meninggalkan kaum keluarga."
<br>Midun menerangkan dengan pendek halnya sampai dihukum ke Padang itu. Ketika Midun hendak bertanyakan asal dan siapa bapak tiri Halimah, mandor Saman berkata pula, "Midun, ayoh kerja, waktu sudah habis."
<br>Hingga itu percakapan mereka terhenti. Halimah dan nenek itu pulang ke rumahnya. Halimah tahu sudah nama anak muda itu, ketika mandor Saman memanggil namanya. Demikianlah hal Midun, setiap hari diantari nasi oleh Halimah ke Muara. Halimah hanya tiga kali datang, sebab sakit ibunya semakin keras. Ia perlu menjaga ibunya, sebab itu nenek itu saja yang pergi ke Muara mengantarkannasi. Tetapi yang memakan nasi itu boleh dikatakan mandor Saman saja. Yang dimakan Midun hanya sisa-sisa mandor Saman. Kadang-kadang timbul pikiran Midun hendak melawan, karena tingkah laku mandor Saman yang tidak senonoh itu. Tetapi mengingat hukumannya yang hanya tinggal beberapa hari lagi, terpaksa ia sabar dan menurut kemauan mandor itu saja.
<br>Setelah sepekan lamanya, Midun tidak diantari Halimah nasi lagi. Nenek itu pun tidak pula datang-datang ke Muara. Hal itu pada pikiran Midun tidak menjadikan apa-apa, karena tentu tidak boleh jadi ia akan terus-menerus saja diantari orang nasi. Sungguhpun demikian hatinya tidak senang karena kabar tidak beripa pun tidak. Berdebar hatinya ketika terkenang olehnya bahwa ibu Halimah dalam sakit-sakit. Oleh sebab itu pada suatu pagi Midun lalu pada jalan di muka rumah Halimah. la ingin hendak mengetahui keadaan mereka itu. Setelah sampai di muka rumah, dilihatnya pintu tertutup, seorang pun tidak ada kelihatan. Ketika seorang babu keluar dari gedungsebelah rumah itu, Midun bertanya, "Uni, bolehkah saya bertanya sedikit? Gedung ini mengapa bertutup saja? Ke manakah orang di gedung ini? Pindah rumahkah dan atau tidak di sini lagi?"
<br>"Yang tinggal di gedung ini Nyai Asmanah, baru tigahari ini meninggal dunia," ujar babu itu. "Anaknya Halimah kemarin ada juga saya lihat, tetapi pagi ini, ketika saya hendak menumpang mandi, tidak ada lagi."
<br>Babu itu masuk, sebab dipanggil induk semangnya ke dalam. Midun sebagai terpaku di muka jalan itu.Ia amat kasihan mengenangkan gadis itu ditinggalkan ibunya di negeri orang pula. Ketika babu menyebutkan Nyai Asmanah, Midun maklum bahwa bapak tiri Halimah itu orang putih, tidak sebangsa dengan dia.
<br>"Ah, apakah jadinya gadis itu? Kemanakah dia? Kasihan!" Demikianlah timbul pertanyaan dalam pikiran Midun. Dengan tidak disangka-sangka ia telah sampai ke tempatnya bekerja setiap hari. Dalam pekerjaan, pikiran Midun kepada anak gadis yang baru kematian ibu saja. Biar bagaimana jua pun ia menghilangkan, tetapi seakan-akan tampak-tampak oleh Midun penanggungan Halimah.
<br>Tengah hari ia duduk di bawah pohon kayu yang rindang sambil merenung ke laut lepas. Sekonyong-konyong bahunya diraba orang dari belakang. Midun melihat kiranya nenek itu suruh-suruhan Halimah. Ketika ia hendak bertanya, nenekitu meletakkan jari telunjuk ke bibirnya, lalu memberikan sepucuk surat. Kemudian ia berjalan dengan tergopoh-gopoh sebagai ketakutan.
<br>Melihat tingkah nenek yang ganjil itu, Midun amat heran dan bingung. Ia tidak mengerti sedikit jua akan perbuatan nenek yang demikian itu. Surat itu segera dibukanya, tetapi Midun tidak pandai membaca, karena bertulis dengan huruf Belanda. Hatinya ingin benar mengetahui isi surat itu, tetapi apa daya badan tidak bersekolah. Amat sakit hati Midun, karena ia terpaksa menyimpan surat itu, menanti orang yang akan menolong membacakannya. Ketika pulang ke penjara, ia berjalan memencil di belakang. Tiba-tiba kelihatanolehnya seorang anak sedang membaca buku sepanjang jalan. Midun lalu menghampirinya, serta ditegurnya, "Buyung, bolehkah saya memintatolong sedikit? Tadi saya ada menerima sepucuk surat. Sukakah Buyung menolong membacakannyasebentar, supaya kuketahui isinya? Saya tidak pandai membaca tulisan macam ini."
<br>Midun mengunjukkan surat, lalu diambil anak itu. Demikianlah bunyinya:
<br>Udo Midun!
<br>Tolong, Udo, saya di dalam bahaya. Saya harap dengan sungguh, Udo datang mengambil saya ke rumah No. 12 di Pondok. Jika Udo datang ke sana, hendaklah antara pukul 11 dan 12 malam. Nenek akan menantikan Udo di rumah itu. Kasihanilah saya; kalau Udo tidak datang saya binasa.
<br>Wassalam saya.(Bersambung Ke Bagian 10)<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-476208468672620002012-12-07T06:09:00.000-08:002013-09-09T10:24:57.050-07:00Cerita Sengsara Membawa Nikmat (Bagian 8)<p class="mobile-photo"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-Hh8PiVKq6h0/UMH6iDUKQ_I/AAAAAAAAAZc/voCEtSACgFE/s1600/1592678-763935.jpg"><img src="http://2.bp.blogspot.com/-Hh8PiVKq6h0/UMH6iDUKQ_I/AAAAAAAAAZc/voCEtSACgFE/s320/1592678-763935.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5819207656451752946" /></a></p>''Sambungan Dari Bagian 7''.
<br>8. Menjalani Hukuman
<br>SETELAH dua bulan lebih kemudian daripada itu, Maun terpanggil datang ke Bukittinggi. Maka iapun datanglah bersama-sama dengan Pak Midun, Haji Abbas, dan Pendekar Sutan yang hendak mendengar keputusan perkara itu.
<br>Tiga hari berturut-turut Landraad memeriksa perkara itu dengan hemat. Pada hari yang keempat, baru dijatuhkan hukuman masing-masing. Midun dihukum enam bulan. Sebab menjalankan hukuman. Hukuman itu dijalankannya tidak di Bukittinggi, melainkan di Padang. Lenggangdihukum setahun penjara dan dibuang ke Bangkahulu. Ia disalahkan mengamuk, karena pisaunya berlumur darah.
<br>Setelah Midun keluar dari kantor Landraad, diceritakannya-lah kepada ketiga bapaknya, bahwa ia dihukum ke Padang lamanya empat bulan. Dan dikatakannya pula besoknya ia mesti berangkat menjalankan hukuman itu. Midun meminta dengan sangat kepada ketiga bapaknya itu menyuruh pulang hari itu juga, jangan ia diantarkan ke stasiun besoknya. Permintaan itu dikabulkan oleh mereka itu. Pak Midun berkata dengan air mata berlinang-linang, katanya, "Baik-baik engkau di negeri orang, Midun! Ingat-ingat menjaga diri! Engkau anak laki-laki, sebab itu beranikanlah hatimu. Mudah-mudahan janganlah hendaknya kurang suatu apa engkau menjalankan hukuman. Jika engkau sudah bebas, lekas pulang. Segala nasihat kami yang sudah-sudah, pegang erat-erat, genggam teguh-teguh."
<br>Baru sekian perkataan Pak Midun, air matanya sudah bercucuran. Ia tidak dapat lagi meneruskan perkataannya, karena amat sedih hatinya bercerai dengan anaknya yang sangat dikasihinya itu. Sambil bersalam dengan Midun, lalu didekapnya anaknya. Ia pun berjalan dengan tidak menengok-nengok lagi ke belakang ke lepau tempat ia menumpang. Demikian pula Haji Abbas dan Pendekar Sutan, hanya sepatah-dua patah saja menasihati Midun. Setelah bermaaf-maafan,mereka itu berjalan dengan sedih yang amat sangat.
<br>Hancur luluh hati Midun ketika ditinggalkan ketiga bapaknya itu. Tetapi dengan kuat ia menahan hati, supaya air matanya jangan keluar. Ketika Maun bersalam akan meminta maaf kepadanya, iapun berkata, katanya, "Saudaraku Maun! Sekarang
<br>kita akan bercerai. Nyawa di dalam tangan Allah, tidak tentu besok atau lusa diambil yang punya. Siapa tahu perceraian kita ini entah untuk selama-lamanya. Tetapi mudah-mudahan janganlah hendaknya terjadi demikian. Lekas jua kita dipertemukan Tuhan kembali."
<br>Suara Midun tertahan karena menahan sedih. Air matanya bercucuran, seolah-olah tidak sanggup ia bercerai dengan sahabatnya yang akrab sejak dari kecil itu. Kemudian Midun menyambung perkataannya pula, katanya, "Sejak kecil kita bergaul, belum pernah engkau mengecewakan hatiku. Dalam segala hal hidup bertolong-tolongan, tidak pernah berselisih paham, melainkan sepakat saja. Hanya saya yang banyak berutang budi kepadamu. Perbuatanku selama ini terhadap kepadamu, belum ada yang menyenangkan hati engkau. Saya ulang sekali lagi akan menyatakan terima kasih saya tentang perkelahian di pacuan kuda itu. Jika engkau tidak menangkap pisau teman Lenggang, barangkali jiwaku melayang, karena saya ditikamnya dari belakang. Untung engkau selalu ingat dan dapat menangkis. Jadi adalah seakan-akan jiwaku yang seharusnya telah bercerai dengan badanku, engkau pulangkan kembali.
<br>Lain daripada itu, Maun! Ibu bapakmu ialah ibu bapak saya. Thu bapakku saya harap engkau sangka ibu bapakmu pula. Bagaimana engkau mengasihi ibu bapakmu, begitu pula hendaknya kepada orang tuaku. Engkaulah yang akan mengulang-ulangi beliau selama saya jauh dari kampung. Jangan engkau perubahkan, buatlah seperti di rumahmu sendiri di rumah ibu bapakku. Sekianlah petaruh saya kepadamu kembali. Sambutlah salamku dan maafkanlah saya, Saudara!"
<br>Maun tidak dapat menjawab perkataan sahabatnya itu, karena sudah didahului oleh air mata yang tak dapat ditahannya lagi. Ia menangis, hatinya remuk dan sedih amat sangat. Setelah beberapa lamanya mereka itu bertangis-tangisan, berkatalah Maun dengan putus-putus suaranya, "Saya membela sanakku, tidak usah engkau meminta terima kasih pula. Kesalahanmu tidak ada kepadaku. Jika tidak memikirkan ibu bapak kita di kampung, tentu saya sama-sama terhukum dengan engkau. Bukankah mudah saja saya menjalankan jawab waktu ditanyai hakim, supaya dapat dihukum. Selamat jalan, Saudara, beranikanlah hatimu!"
<br>Maun mengambil tangan Midun, kemudian dilekaskannya,
<br>lalu berjalan lekas-lekas mengikuti Pak Midun ke lepau nasi tempat mereka itu menumpang. Dengan tidak menoleh-noleh ke belakang, ia berjalan terhuyung-huyung, karena sedih hatinya. Hari itu juga keempatnya terus pulang ke kampung. Mereka itu berjalan kaki saja, sambil memperbincangkan hal Midun. Tetapi Pak Midun sepanjang jalan tidak berkata sepatah juga pun. Hancur luluh hatinya mengenangkan perceraian dengan anak kesayangannya itu. Amat sakit hatinya memikirkan apa dan siapa yang menyebabkan perceraian dengan anaknya itu. Demikianlah hal mereka itu sampai pulang.
<br>Hal Midun dihukum itu tersiar di kampungnya. Segala orang di kampung itu amat bersedih hati kehilangan Midun, seorang anak muda yang baik hati dan sangat dicintai oleh segala orang di kampungnya. Banyak orang di kampung itu yang menyangka bahwa Midun dihukum itu tak dapat tiada bertali dengan si Kacak musuhnya. Sejak itu orang di kampung itu semakin benci kepada kemenakan Tuanku Laras itu. Melihat mukanya saja orang amat jijik, dan kalau bertemu sedapat-dapatnya dihindarkannya. Tetapi Kacak mendengar kabar itu sangat bergirang hati. Orang yang dibencinya tak ada lagi. Kalau ia bercakap-cakap dengan kawannya, selalu ia berjujat tentang perangai Midun. Dikatakannya bahwa Midun seorang-orang jahat, kalau tidak masakan dihukum. Tetapi di dalam hati Kacak merasa berang dan kesal, karena Midun tidak sampai tewas nyawanya dalam perkelahian di gelanggang pacuan kuda itu.
<br>Midun sangat bersedih hati, karena ia akan meninggalkan negerinya. Makin remuk redam lagi hati Midun, karena ia tidak dapat menemui bunda dan adik-adiknya yang sangat dikasihinya itu lebih dahulu. Sepanjang jalan ke penjara pikirannya tidak bertentu saja. Sebentar begini, sebentar pula begitu mengenangkan nasibnya yang malang itu. Kadang-kadang besar dan suka hati Midun dihukum, karena ia dapat menghindarkan musuhnya yang berbahaya itu. Jika ia di kampung juga, boleh jadi hidupnya lebih celaka lagi. Bermusuh dengan seorang kaya, keluarga orang berpangkat dan bangsawan tinggi pula, tentu saja mudah ia binasa. Asal Midun lengah sedikit saja, tentu Kacak dapat menerkam mangsanya. Sebelum Midun lenyap di dunia ini, tidaklah Kacak akan bersenang hati. Makin dikenang makin jauh, makin dipikirkan makin susah. Dengan pikiran demikian itu, lain tidak hasilnya sedih dan pilu, padahal
<br>nasibnya takkan berubah, tetap begitu juga. MakaMidun pun membulatkan pikirannya, lalu berkata didalam hatinya, "Ah, sudahlah, memang adat laki-laki sudah demikian. Tiap-tiap celaka ada gunanya. Tidak guna saya sesalkan, karena hal ini kemauan Tuhan dan kehendak Allah jua."
<br>Pagi-pagi waktu Midun akan berangkat, ia memohonkan perlindungan Tuhan, hubaya-hubaya selamat dalam hidup yang akan dijalaninya itu. Ketika itu hari masih gelap, kabut amat tebal. Angin tak ada, burung-burung seekor pun tidak kedengaran berbunyi, seolah-olah bersedih hati pula akan bercerai dengan Midun. Fajar mulai menyingsing di sebelah timur, tetapi amat suram, cahaya. Maka turunlah hujan rintik-rintik, angin berembus sepoi-sepoi basa. Segalanya itu seakan-akan berdukacita melepas orang muda yang amat baik hati itu, yang barangkali entah lama lagi akan dapat menjejak tanah airnya kembali. Tidak lama datanglah seorang opas, Gempa Alam namanya, yang akan mengantarkan Midun ke Padang hari itu. Baru saja opas itu datang, Midun berkata, "Apa kabar, Mamak? Sekarang saya berangkat ke Padang?"
<br>"Ya, kita sekarang berangkat, sudah siapkah Midun?" ujar Gempa Alam, sebagai orang yang telah kenal kepadanya, "kereta api berangkat pukul tujuh, sekarang sudah setengah tujuh lewat."
<br>"Sudah, Mamak," jawab Midun dengan pendek.
<br>"Kalau begitu, marilah kita berangkat sekarang juga. Sebetulnya Midun harus saya belenggu, karena begitu perintah saya terima. Tapi sudah tiga hari Midun saya kenali, saya jemput dan saya antarkan waktu perkara, nyata kepada saya bahwa Midun seorang yang baik. Saya percaya Midun tidak akan melarikan diri. Oleh sebab itu tadi sudah saya pohonkan kepada sipir, supaya engkau jangan dibelenggu ke Padang. Karena saya berani menjamin atau menanggung bahasa Midun tidak akan lari, permintaan saya itu dikabulkan oleh sipir."
<br>"Mamak bukankah sudah tahu bagaimana duduknya perkaranya. Tentang akan melarikan diriitu, janganlah Mamak khawatirkan. Sedikit pun tidak ada kenang-kenangan saya dalam hal itu. Apa yang seolah digerakkan Tuhan atas diri saya, harus dan wajib saya terima dengan segala suka hati. Kemurahan Mamak itu, asal tidak akan merusakkan kepada pekerjaan Mamak, saya ucapkan terima kasih banyak-banyak."
<br>"Midun, jika saya menaruh khawatir kepadamu, dengan
<br>tidak bertanya-tanya lagi belenggu ini sudah saya lekatkan di tangan Midun. Tetapi karena saya sudah maklum siapa dan bagaimana engkau, saya pohonkan supaya jangan dibelenggu. Marilah kita berangkat!"
<br>Maka kelihatanlah Midun dengan seorang opas menuju ke stasiun. Midun kelihatan sabar saja, sedikit pun tidak ada tanda ia dalam bersedih hati. Kendatipun pikiran Midun sudah tetap, tidak lagi akan mengenang-ngenangkan nasibnya, tetapi ketika lonceng tiga berbunyi, lain benar perasaannya. Pikiran Midun melayang kepada ayah bunda dan adik-adiknya. Tampak-tampak dalam pikiran Midun segala sahabat kenalannya dikampung. Pada perasaannya ia meninggalkan kampung 4 bulan itu, tak ubah sebagai seorang yang tidak akan balik-balik lagi atau pergi meranto bertahun-tahun. Demikianlah kesedihan yang selalu menggoda Midun, hingga dengan tidakdiketahui sudah dua buah halte kereta api terlampau.
<br>Melihat muka Midun muram sebagai orang bersedih ha I i Gempa Alam belas kasihan kepadanya. Akan menghalangkan duka Midun, maka Gempa Alam berkata, "Midun, sekalipun saya sudah maklum duduk perkara yang menghukum engkau ini, ingin juga saya hendak mendengar dari mulutmu sendiri, bagaimana asal mulanya perkara Midun berkelahi di pacuan kuda, dan apa yang menyebabkannya. Cobalah ceritakan kepada saya dari bermula sampai kita naik kereta api sekarang ini."
<br>"Saya dihukum ini tidak utang yang dibayar, dan tidak piutang yang diterima, " ujar Midun memulai perkataannya. "Saya adalah seorang yang teraniaya, Mamak. Dengarlah saya ceritakan daribermula sampai tamat. Setelah habis cerita saya, akan nyata kepada Mamak, bahwa saya teraniaya. Cerita saya ini tidak saya lebihi dan tidak pula dikurangi, melainkan sebagaimana yang terjadi atas diri saya saja."
<br>Maka Midun pun bercerita kepada Gempa Alam, mulai dari ia berdua belas di masjid, sampai ia dihukum itu. Satu pun tak ada yang dilampaui Midun, habis semua diceritakannya. Karena asyik mendengar cerita itu, dengan tidak diketahuinya kereta api sudah sampai di halte Kandangempat, lewat Padang panjang. Baru saja Midun tamat bercerita, Gempa Alam mengangguk-anggukkan kepala, sambil menarik napas panjang. Kemudian ia berkata, "Ceritamu itu hampir bersamaan benardengan nasib saya semasa muda. Hanya saja pada per-
<br>mulaannya yang agak berlainan sedikit. Sebab tidak tahan hidup di kampung, sudah 15 tahun lamanya saya meninggalkan negeri. Dalam 15 tahun itu belum pernah sekali jua saya menjejak kampung tempat kelahiran saya. Amat banyak penanggungan saya selama itu, macam-macam pekerjaan yang telah saya kerjakan untuk mengisi perut sesuap pagi, sesuap petang.
<br>Sekarang sebagai engkau lihat sendiri, saya telah menjadi komandan opas. Akan pulang ke kampung,takut... ya akan dapat malapetaka pula, sebab yang memusuhi saya itu masih memegang jabatannya."
<br>"Mamak, kalau saya tidak salah umur Mamak sudah lebih 40 tahun," ujar Midun. "Selama Mamak hidup, tentu telah banyak negeri yang Mamak lihat, dan sudah jauh rantau yang Mamak jelang. Saya rasa tidak sedikit pengetahuan Mamak bertambah. Tetapi saya, Mamak, umur baru setahun jagung, darah baru setampuk pinang, pomandangan belum jauh, pendengaran belum banyak, pengetahuan belum seberapa. Bahkan meninggalkan kampung barulah sekali ini. Sebab itu saya berharap, sudilah kiranya Mamak menceritakan hal Mamak itu. Mudah-mudahan dalam cerita Mamak itu ada yang berguna akan jadi teladan. Dengan cerita Mamak itu, tentu dapat saya membandingkan, bagaimana saya harus menjalankan penghidupan saya kelak."
<br>"Baik, dengarkanlah!" ujar Gempa Alam. "Dahulu waktu saya masih muda, pekerjaan saya berniagakecil saja di pasar. Dengan jalan demikian, dapat saya uang untuk pokok berniaga yang agak besar.Dengan rajin dan sungguh serta hemat, saya menjalankan periliagaan. Dalam dua tahun saja saya mendapat untung yang bukan sedikit jumlahnya. Uang itu dapat saya pergunakan untuk mengganti pondok orang tua saya dan pembeli sawah. Saya telah menjadi saudagar, dan nama saya di kampung sudah harum pula. Sungguhpun uang saya belum seberapa, tetapi karena sudah sanggup mengganti rumah orang tua dan membeli sawah, pada pikiran orang, saya sudah kaya raya.
<br>O ya, saya lupa, Midun! Ketika saya berniaga berkecil-kecil itu, umur saya sudah 16 tahun. Waktu itu saya sudah beristri. Sayang istri saya itu tidak lama umurnya. Belum cukup setahun saya bergaul dengan dia, ia sudah meninggalkan dunia. la meninggal itu karena kelulusan* (Beranak-muda, belum cukup bulannya),
<br>dan kata setengah orang sebabnya, karena ia terlampau muda kawin dengan saya. Perkataan orang itu boleh jadi benar, karena waktu ia kawin, paling tinggi umurnya 13 tahun. Sejak itu saya tidakmau kawin lagi. Saya beristri itu ialah karena terpaksa saja. Tidak boleh saya mengatakan tidakmau, melainkan mesti terima. Biarpun bagaimana saya mengatakan: saya belum hendak kawin, tetapi mamak saya memaksa juga. Maka demikianbelum ada dalam pikiran saya hendak kawin, karena ibu bapak saya orang miskin. Saya perlu membela ibu bapak dan adik-adik saya dulu. Jika tidak saya tolong, tentu sengsara penghidupan kami.
<br>Nah, setelah istri saya meninggal, saya berusaha, sehingga mencukupi untuk dimakan petang pagi, sebagai sudah saya katakan tadi. Saya pun terus juga berniaga menjual barang-barang hutan. Dengan permintaan kaum famili, saya mesti pula kawin sekali lagi. 'Patah tumbuh, bilang berganti,' katanya, 'jika tidak diganti malu kepada orang sekampung.' Permintaan itu saya terima, karena penghidupan saya telah mencukupi. Maka saya dikawinkan dengan seorang janda Tuanku Laras di negeri saya. Amat banyak janda Tuanku Laras itu, Midun! Yang saya ketahui masa itu, ada 15 orang. Padahal waktu itu ia baru 3 tahun diangkat menjadiTuanku Laras. Jika sudah 20 tahun ia memegang pangkatnya itu, entah berapa agaknya janda Tuanku Laras itu. Ada yang karena diminta orang, ada pula yang karena maunya sendiri. Manakala perempuan itu sudah beranak seorang atau sudahbosan ia memakainya, lalu diceraikannya saja. Tidak karena itu saja, kadang-kadang baru sebulan ia kawin sudah talak, sebab ia hendak kawin lagi. Sebabnya, ialah karena menurut agama hanya boleh beristri 4 orang. Jadi yang empat orang itu selalu berganti tiap-tiap tahun. Jika boleh beristri sampai 20 orang, barangkali hal itu akan terjadi pada Tuanku Laras di negeri saya itu. Apa yang akan disusahkannya, membelanjai tidak, membelikan pakaian istri pun tidak pula. Dan Tuanku Laras itu, jika pulang kepada salah seorang istrinya, disembah-sembah, dijunjung-junjung, sangat dihormati oleh famili si perempuan itu. Yang tidak ada diadakan, dan yang kurang dicukupkan, asal hati Tuanku Laras itu jangan tersinggung.
<br>Segala janda Tuanku Laras itu, jarang yang bersuami lagi, Midun! Orang takut akan ketulahan menggantikan istri rajanya. Oleh sebab itu, kebanyakan janda Tuanku Laras itu janda
<br>sampai tua, jarang yang bersuami lagi. Sebulan sudah kawin, saya dipanggil berjaga ke kantor Tuanku Laras. Ketika itu urusan perniagaan saya banyak benar. Sebab yang biasa boleh diupahkan berjaga itu saya upahkan saja. Tetapi Tuanku Laras tidak menerima, melainkan harus saya jalanisendiri. Berjaga itu ialah sebagai berodi juga maksudnya. Tetapi menjaga kantor itu, mengerjakan segala keperluan Tuanku Laras saja.Apa yang disuruhkannya mesti diturut. Pendeknya kita jadi budak benar-benar; lamanya seminggu. Ah, tak usah saya sebutkan lagi apa yang dikerjakan di sana, Midun! Engkau sendiri bukankah telah merasai sakitnya. Itu pun bagimu belum seberapa. Bagi saya, Allah yang akan tahu, tidak kerja lagi yang dikerjakan, tak ubah sebagai budak belian saya diperbuatnya. Bukan main azab yang saya terima masa itu; ngeri saya mengenangkannya. Tidak dari Tuanku Laras saja, lebih-lebih lagi dari familinya. Karena tidak tertahan, lebih dari azab api neraka rasanya, sayapun gelap mata. Saya... mengamuk, Midun! Seorang dari pada kemenakan Tuanku Laras itu saya tikam, untung tidak mati. Dan saya dihukum ke Padang, lamanya setahun. Tahukah Midun, apa sebab saya dibuatnya demikian?"
<br>"Tahu, Mamak," ujar Midun, "tentu saja karena Mamak berani menggantikan janda Tuanku Laras itu."
<br>"Benar demikian," ujar Gempa Alam pula, lalu meneruskan ceritanya. "Ini neraka yang kedua lagi,Midun! Engkau tentu akan merasai pula nanti. Di dalam penjara, tidak sedikit pula cobaan yang diterima. Siapa berani, siapa di atas. Jika kita berani, adalah agak disegani orang sedikit. Tetapi siksaan tidaklah kurang karena itu. Sedikit-sedikitkaki tiba di rusuk. Terlambat sedikit saja, kepala kena gada. Jika berbuat kesalahan, kita dipukul dengan rotan. Tidak ubahnya mereka sebagai memukul anjing saja. Tidak penjaga penjara saja yang mengazab kita, tetapi sama-sama orang hukuman pun begitu pula. Ada kalanya kita diadu pegawai penjara sebagai ayam. Sungguh, bengis dan ganas benar penjaga-penjaga penjara itu. Tidak sedikit jua berhati kasih mesra kepada sesama makhluk. Sudah berpancaran tahi orang, air ludah membuih keluar kena sepak terajang, tidak dipedulikan mereka, melainkan terus saja disiksanya. Sungguhpun demikian, janganlah Midun gusar. Boleh jadi sekarang, segala perbuatan yang bengis itu tidak ada lagi. Kalau ada sekalipun Midun jangan khawatir, beranikan hati
<br>tetapkan iman, insya Allah selamat. Apalagi Midun saya lihat seorang anak muda yang tangkas, takkan mudah diperbuat orang semau-maunya saja. Sekali lagi saya katakan, beranikan hatimu, jangan takut menentang bahaya apa pun jua. Tunjukkan tanda engkau laki-laki, bila perlu."
<br>Gempa Alam terkenang waktu ia di penjara dahulu. Amat sedih hatinya melihat Midun, anak muda yang remaja itu akan menanggung sengsarasebagai dia dahulu pula. Gempa Alam mengetahui, bahwa sampai masa itu di dalam penjara di Padang masih dijalankan orang keganasan yang demikian lebih-lebih lagi kepada orang hukuman yang datang dari sebelah Darat. Hanya ia mengatakan "barangkali sekarang tidak lagi" kepada Midun, untuk menyenangkan hati Midun saja. Dengan tidak diketahui, air mata Gempa Alam berlinang memikirkan Midun, seorang anak yang baik hati dan berbudi pekerti itu. Hampir-hampir keluar dari mulut Gempa Alam perkataan,"Lebih baik lari saja, Midun!" Sedang Gempa Alam berpikir-pikir, Midun berkata, katanya, "Atas nasihat Mamak, saya ucapkan banyak-banyak terima kasih. Jangan Mamak khawatir melihat saya. Saya maklum bahwa Mamak bersedih hati, lain tidak karena kasihan kepada saya akan masukpenjara, dan akan merasai seperti yang telah Mamak tanggungkan dahulu. Tentang diri saya tidak usah Mamak cemaskan, barangkali saya tidak akan demikian benar diperbuat orang. Tuhan ada bersama kita, tentu saja ia akan melindungi yang tidak bersalah. Jika telah tumbuh baru kita siangi, sebab itu tidak ada gunanya hal itu kita pikirkan sekarang."
<br>Baru habis Midun berkata, kedengaran condecteur berseru, "Padang; karcis!"
<br>Mereka kedua sudah hampir di stasiun Padang. Tidak lama kereta berhenti.
<br>"Di sini kita turun, Mamak?-" ujar Midun.
<br>"Tidak," jawab Gempa Alam, "kita turun di Pulau Air.Kalau di sini kita turun, jauh lagi ke penjara. Tetapi dari stasiun Pulau Air hanya kira-kira 10 menit perjalanan."
<br>Setelah sampai di stasiun Pulau Air, mereka keduapun turunlah. Sebelum pergi ke penjara, Gempa Alam mengajak Midun pergi makan ke lepau nasi. Sudah makan, Gempa Alam berkata,"Sekarang engkau terpaksa dibelenggu. Jika tidak, boleh jadi saya celaka. Tentu saja saya dipandang sipir lalai, atau mengabaikan pekerjaan."
<br>"Baik, Mamak," ujar Midun, "karena saya, jangan hendaknya terbawa-bawa Mamak pula."
<br>Midun dibelenggu oleh Gempa Alam. Ketika rumah penjara itu kelihatan oleh Gempa Alam, darahnya berdebar. Midun tersirap pula darahnya melihat rumah itu, tetapi lekas ia menghibur hati, sambil berkata, "Inikah penjara itu Mamak? Pantas Mamak katakan neraka No. 2, karena hebat sungguh rupanya."
<br>Gempa Alam tidak menyahut, sambil berjalan pikirannya entah ke mana. Sampai di penjara, Gempa Alam memberikan surat kepada sipir. Setelah selesai, ia bersalam dengan Midun akan memberi selamat tinggal. Kemudian Gempa Alam pun pergi. Sepanjang jalan tampak-tampak oleh Gempa Alam bahaya apa yang akan menimpa Midun dalam penjara.
<br>"Sambut, si pengamuk datang dari Darat," demikianlah seru sipir kepada tukang kunci yang tengah berdiri di pintu rumah penjara itu.
<br>Midun mengerti apa maksud perkataan itu, karenadilihatnya sipir itu berkata keras dan gagah. Sebab itu Midun berlaku ingat-ingat, lalu masuk ke dalam.
<br>"Ha, ha! Belum lagi tumbuh rambut di ubun-ubunmu,sudah berani mengamuk," kata tukang kunci dengan bengis sambil mengejekkan. "Berani sungguh ...." Pap, Midun melompat mengelakkan sepak yang sekonyong-konyong datangnya itu.
<br>"Benar, tangkas, nanti kita coba," ujar tukang kuncipula dengan bengis, sebab Midun berani mengelakkan sepaknya. "Ayoh, masuk ke dalam kamar ini, tukar pakaian, dan uangmu mari sini semua!"
<br>Sesudah belenggunya dibuka tukang kunci, dengan segera Midun mengambil uang dalam sakubaju, banyaknya Rp 15,- lalu diberikannya kepada tukang kunci itu. Pakaiannya ditukar dengan pakaian orang hukuman. Setelah itu Midun menurutkan tukang kunci dari belakang. Sampai di muka kamar, tukang kunci berkata pula, "Masuk, binatang! Lekas, anjing!"
<br>Mendengar perkataan itu tak dapat yang akan dikatakan Midun, karena sangat pedih hatinya. Tetapi ia terpaksa berdiam diri saja, lalu masuk kedalam kamar itu. Setelah kamar dikuncikan, maka tukang kunci itu berjalan, lalu berkata, "Hati-hati engkau, berani mengelakkan kaki saya."
<br>Midun dimasukkan ke dalam kamar sempit berdinding batu. Dekat pintu masuk ada sebuah jendela kecil yang berterali besi. Di dalam kamar itu ada sebuah bangku tempat duduk.
<br>Midun berkata dalam hatinya, "Aduhai, tak ubah saya sebagai perampok baru ditangkap. Bagaimanakah akan tidur di dalam kamar sebesar ini? Akan duduk sajakah saya siang malam di sini? Akan dipengapakannyakah saya, maka disuruhnya hati-hati?"
<br>Berkacau-balau pikiran Midun waktu itu. Tidak tentu apa yang akan dibuatnya, karena ia belum mengerti apa maksud orang atas dirinya. Dengan hal begitu, tiba-tiba terdengar pula suara orang,"Keluar!"
<br>Biarpun tidak disuruh, ketika pintu terbuka Midun hendak keluar juga, karena sangat panas dan pelak di dalam kamar itu. Tidak saja panas, tetapi napasnya berasa sesak sebab bau busuk. Sampaidi luar dilihatnya berpuluh orang hukuman bertinggung berjajar. Dengan tolakan yang amat keras, Midun disuruh pula bertinggung bersama orang-orang hukuman itu. Setelah disebutkan sipir nama masing-masing, lalu semuanya disuruh berdiri mengambil perkakas. Ketika Midun hendak berdiri pula, datang seorang hukuman melandanyadari belakang, hampir saja ia tersungkur. Karena Midun tahu bahwa ia dilanda itu dengan sengaja, ia pun berkatalah, "Lihat orang sedikit, Mamak, kita sama-sama orang hukuman, tidak baik begitu!"
<br>Midun tidak tahu bahwa orang tempat ia berkata itu, seorang yang telah masyhur karena keberaniannya. Sebelum kamar itu terbuka, orangitu sudah disuruh oleh sipir akan mencobanya. Maka ia pun berkata dengan geramnya, "Hai, anakkecil, berani engkau berkata begitu kepadaku?"
<br>Belum habis ia berkata, orang itu melompat sambilmenerjang lalu menangkap Midun hendak dihempaskannya. Midun menyambut dan mengelak badan, sambil merendahkan diri ia melompat ke tempat yang lapang. Orang hukumanyang banyak lalu menepi akan melihat perkelahian itu. Orang itu menyerang pula sekali lagi, menumbuk dan menyepak dengan sekaligus. Midun merendah, menyebelah diri menangkis, lalu membuang langkah arah ke kiri. Orang itu tertumbuk ke tonggak lampu, karena deras datangnya. Sudah dua kali ia hendak mengenai Midun, tetapi sia-sia. Mukanya merah karena marah, sebab Midun masih anak muda dan dia sudah termasyhur berani. Sambil tertawa, sipir berkata, "Cobalah, Ganjil, sekarang engkau sudahbertemu dengan lawanmu. Sungguhpun anak muda, tetapi lada padi, cabe rawit, kata
<br>orang Betawi."
<br>Midun maklum, bahwa ia diadu orang. Nyata kepadanya si Ganjil itu disuruh sipir. Ia ragu-ragu, karena terpikir olehnya orang itu sudah agak tua, dan karena tersuruh oleh kepala penjara. Tetapi melihat si Ganjil itu sungguh-sungguh hendak membinasakan dia, terpaksa ia mesti melawan untuk memelihara akan diri. Timbul pula pikiran Midun, bahwa ia sama-sama orang hukuman, dan perlu pula memperlihatkan lelaki-lakiannya sedikit. Sebab itu Midun bersiap menanti serangan, seraya berkata, "Rupanya kita diadu sebagai ayam, apa boleh buat, datangilah!"
<br>Si Ganjil mengendangkan tangan ke muka dan dengan lekas ia menyerang, sebab marahnya amat sangat. Dengan membabi buta ia mendesak Midun. Midun selalu menyalahkan serangan Ganjil,satu pun tidak ada yang mengena. Kemudian Midun berkata, "Tahan pula balasan dari saya, Mamak."
<br>Dengan tangkas Midun menangkis serangan Ganjil, lalu mengelik seakan-akan merebahkan diri. Kemudian sebagai kilat kaki Midun... pap, Ganjil tertelentang tidak, bergerak lagi, karena tepat benar kenanya. Segala orang hukuman itu tercengang dan amat heran melihat ketangkasan Midun berkelahi. Sipir dan segala tukang kunci takjub, karena belum pernah mereka melihat anak muda yang setangkas itu. Sambil berjalan, sipir berkata, "Tunggu sampai besok, boleh ia rasai."
<br>Ganjil dipapah orang ke kamarnya, dan Midun disuruh masuk ke dalam sebuah kamar lain, tetapi tidak kamar yang mula-mula tadi. Kamar itu agak lapang, di dalamnya ada sebuah pangkin, yang luas dengan tikar. Sampai di kamar itu, Midun menarik napas lalu berkata sendirinya, "Ya Allah, peliharakan apalah kiranya hambaMu ini. Telah engkau lepaskan saya dari bahaya yang pertama, begitulah pula seterusnya hendaknya. Sedih hatikumelihat si Ganjil saya kenai, tetapi apa boleh buat karena terpaksa. Kalau begini, tentu bermacam-macam siksaan yang akan saya terima..."
<br>Petang hari itu Midun tidak diganggu-ganggu orang. Kira-kira pukul lima, diantarkan orang nasi.Melihat nasi dengan lauknya itu, hampir Midun muntah. Nasinya kotor dan merah kehitam-hitaman. Di atas nasi itu ada sepotong daging setengah masak dan garam sedikit. Baru saja Midun menggigit daging itu, ia telah muntah. Daging itu tidak masak dan masih berbau. Tetapi karena perut Midun sudah meminta hendak makan, dimakannya
<br>juga nasi itu dengan garam, sekalipun kersik dalamnya hampir sama banyak dengan nasinya. Setelah hari malam, Midun tinggal seorang diri di dalam kamar itu. Lampu tidak ada, sebab itu ia bergelap-gelap saja. Tetapi tiadalah gelap benar,karena ada juga cahaya lampu dari luar melalui antara terali besi. Malam itu Midun tak dapat tidursekejap jua pun, karena hatinya tidak senang sedikit jua. Perkelahian hari itu tak dapat dilupakan Midun.
<br>"Musuhku sudah bertambah seorang lagi; " pikir Midun. "Tak dapat tiada, Ganjil dendam kepadaku.Jika saya lengah, tentu binasa. Saya harus ingat-ingat dalam hal apa juapun. Ah, sungguh malang benar saya ini. Di kampung badan tidak senang, di sini makin susah lagi."
<br>Setelah lonceng berbunyi dua kali, barulah Midun dapat menutupkan matanya. Bermacam-macam mimpi yang menggoda Midun malam itu. Sebentar-sebentar ia terbangun. Kira-kira pukul lima, kedengaran pintu kamarnya dibuka orang. Midun segera duduk, takut kalau-kalau musuh yang datang.
<br>"Keluar, ambil ransum!" ujar tukang kunci yang menerima dia kemarin juga.
<br>Midun keluar, lalu berbaris dengan orang-orang hukuman. Maka Midun mencari Ganjil dengan matanya, musuhnya kemarin di dalam orang hukuman yang banyak itu. Tetapi biar bagaimana ia mencari, Ganjil tidak juga kelihatan. Maka senanglah hatinya, karena pada pikiran Midun, tentu kakinya kemarin memberi bekas, mati tidak boleh jadi. Atau boleh jadi Ganjil dipisahkan, sebabbelum semua orang hukuman yang keluar. Midun membawa piring lalu pergi mengambil ransum. Bukan main ganas tukang-tukang kunci itu. Mereka itu main tempeleng, sepak, dan terajang saja kepada orang hukuman. Terlambat sedikit atau kurang beratur berjalan, par, tempelengnya telah tiba. Pendeknya, asal bersalah sedikit, dengan tidak ampun lagi, kaki tiba di rusuk. Midun sendiri dapat bagian pula, ketika ia terlambat mengambil piring makan. Tidak ubah sebagai binatang segala orang hukuman itu dibuat oleh pegawai penjara. Makin mengaduh makin disiksa, jika melawan makin celaka lagi. Sudah meminta-minta ampun orang kepadanya, tidak hendak berhenti mereka melekatkan tangan. Midun amat belas kasihan melihat orang-orang hukuman itu. Tetapi apa hendak dibuat, sedang nasibnya sendiribelum tentu pula.
<br>Sudah makan, segala orang hukuman itu tersinggung dan berjajar pula. Nama masing-masing dipanggil sipir, dan harus menyahut ".iya" bila sampai kepada namanya. Di sini pun tidak sedikit pula orang hukuman kena terajang, hingga tersungkur sampai mencium tanah. Manakala terlambat menyahut atau tidak terdengar namanya dipanggil, pukulan sudah tiba di pinggang. Kemudian segala orang itu diperiksa badannya. Tiba-tiba kedapatan seorang hukuman menaruh uang 5 sen dan rokok di dalam saku baju. Karena hal itu terlarang di dalam penjara, orang itu lalu ditarik oleh tukang kunci. Setelah itu ia diikatkan kepada sebuah tonggak, dan dibuka bajunya. Seorang tukang kunci yang lain memegang sebuah rotan, lalu membelasah orang hukuman itu pada punggungnya. Sampai ke langit hijau agaknya orang hukuman itu memekik karena kesakitan, tidak sedikit jua diacuhkan tukang kunci itu. Sesudah dipukul, orang hukuman itu jatuh pingsan, tidak sadarkan dirinya lagi. Midun tidak sanggup melihat penganiayaan yang sangat ngeri itu. Entah hagaimana gerangan punggung orang itusesudah dipukul...
<br>"Midun bekerja dengan mandor Saman!" ujar sipir setelah habis nama orang hukuman itu disebutkan semuanya.
<br>Seorang yang bermisai panjang datang menghampiri, sambil memegang telinga Midun, ia berkata, "Ha, ha, anak ini yang mengalahkan Ganjil kemarin, Engku?" katanya kepada sipir. "Hati-hati engkau bekerja dengan saya, mengerti!" ujarnya pula menghadap kepada Midun.
<br>Midun diam saja, telinganya amat sakit ditarik mandor itu. Jika dia tidak mandor, tentu Midun melawan agaknya. Mula-mula Midun disuruh mandor itu membongkar tahi di kakus. Midun enggan mengerjakannya, tetapi karena ancaman, dikerjakannya juga pekerjaan itu. Sehari-harian itu Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia dapat berhenti melepaskan lelah. Asal saja ia berhenti sebentar, mandor itu sudah menghardik. Diancamnya Midun dengan perkataan, manakala tidak bekerja, hukumannya akan ditambah. Hanya waktu makan saja ia dapat berhenti. Pekerjaan yang dikerjakan Midun sehari itu pekerjaan berat dan hina pula. Seakan-akan sengaja orang ia kerja paksa sehari itu. Petang hari Midun amat letih. Ketika orang hukuman itu berbaris pula, Midun hampir tidak kuat berjalan lagi. Sedang ia bertinggung, tiba-tiba datang seorang-orang yang besar tinggi kepadanya, lalu berkata, "Hai anjing,
<br>berani engkau menggantikan tempat duduk saya? Ayoh, pergi!"
<br>Mendengar perkataan orang itu, telinga Midun merah. Sekalipun badannya sangat lesu, mendengar kata anjing itu kembali kekuatannya, karena sakit hatinya. Orang itu berkata dengan bahasa lain, sebab itu nyata kepadanya, bahwa orang itu bukan orang Minangkabau. Apalagi orang itu sama-sama orang hukuman dengan dia dan bukan bangsanya, makin bertambah marah dan sakit hati Midun. Midun menjawab dengan lantang suara, "Jangan begitu kasar, di sini tempatorang hukuman." Dengan tidak menjawab lagi orang itu melompati Midun, yang pada waktu itu masih bertinggung jua. Biarpun Midun sudah letih, tetapi tidaklah kurang kekuatannya menangkis serangan orang itu. Dia tidak mempermain-mainkan musuh seperti dengan Ganjil kemarin. Setelah orang itu jatuh, datang pula seorang lagi. Yang seorang tadi bangun lagi, lalu berdua-duakannya melawan Midun. Kemudian jatuh pula sekali lagi, tidak bangun kembali. Tetapi sudah datang pula kawannya akan menggantikan. Sungguhpun demikian, Midun setapak tidak undur. Tiga lawan satu, bukan main riuhnya dalam penjara itu.(Bersambung Ke Bagian 9)<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3910755614677697399.post-60720480319589044422012-12-07T06:03:00.000-08:002013-09-09T10:25:42.619-07:00Cerita Sengsara Membawa Nikmat (BAGIAN 6)<p class="mobile-photo"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-xfkXrwgqxWs/UMH5mqeiUOI/AAAAAAAAAZQ/zQrn_x_gX2I/s1600/1592678-726664.jpg"><img src="http://4.bp.blogspot.com/-xfkXrwgqxWs/UMH5mqeiUOI/AAAAAAAAAZQ/zQrn_x_gX2I/s320/1592678-726664.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5819206636172103906" /></a></p>'' Lanjutan Dari Bagian 5''.
<br>6. Pasar Malam
<br>MATAHARI telah turun menjelang tirai peraduan di balik bumi, meninggalkan cahaya yang merah kuning laksana emas baru disepuh dipinggir langit di pihak barat. Burung-burung beterbangan pulang ke sarangnya. Dengan tergesa-gesa sambil berkotek memanggil anak, inasuklah ayam ke dalam kandang, karena hari telah samar muka. Cengkerik mulai berbunyi bersahut-sahutan, menyatakan bahwa hari sudah senjakala. Ketika itu sunyi senyap, seorang pun tak ada kelihatan orang di jalan. Di jembatan pada sebuah kampung, kelihatan tiga orang duduk berjuntai. Mereka duduk seakan-akan ada suatu rahasia yang dimufakatkannya, yang tidak boleh sedikit juga didengar orang lain. Sambil melihat ke sana kemari, kalau-kalau ,ida orang lalu lintas, mereka itu mulai bercakap-cakap.
<br>"Sebulan lagi ada pacuan kuda dan pasar malam diBukittinggi," kata seorang di antara mereka itu yang tidak lain dari Kacak memulai percakapannya. "Saat itulah yang sebaik-baiknya bagi kita akan membalaskan dendamku selama ini kepada Midun. Tak dapat tiada tentu Midun pergi pula melihat keramaian itu. Orang kampung telah tahu semua, bahwa saya bermusuh dengan dia. Jadi kalau dia saya binasakan di sini, malu awak kepada orang. Tentu orang kampung syak wasangka kepada saya saja, kalau ada apa-apa kejadian atas diri Midun. Lagi pula ia tak pernah keluar, hingga sukar akan rnengenalnya. Oleh sebab itu telah bulat pikiran saya, bahwa hanya di Bukittinggilah dapat membinasakannya. Bagaimanakah pikiran Lenggang? Sukakah Lenggang menolong saya dalam hal ini? Budi dan cerih Lenggang itu, insya Allah takkan saya lupakan. Bila yang dimaksud sampai, saya berjanji akan memberi sesuatu yang menyenangkan hati Lenggang."
<br>"Cita-cita Engku Muda itu mudah-mudahan sampai," jawab Lenggang, sambil melihat keliling, takut kalau-kalau ada orang mendengar. "Kami berdua berjanji menolong Engku Muda sedapat-dapatnya. Jika tak sampai yang dimaksud, tidaklah kami kembali pulang. Tidak lalu dendang didarat kami layer-kan, tak dapat dengan yang lahir, dengan batin kami per-dayakan. Sebab itu apa yang kami kerjakan di Bukittinggi, sekali-kali jangan Engku Muda campuri, supaya Engku jangan
<br>terbawa-bawa. Biarkanlah kami berdua, dan dengar saja oleh Engku Muda bagaimana kejadiannya. Ada dua jalan yang harus kami kerjakan. Tetapi... maklumlah, Engku Muda, tentu dengan biaya. Lain daripada itu ingatlah, Engku-Muda, rahasia ini hanya kita bertiga saja hendaknya yang tahu. Pandai-pandai Engku Muda menyimpan, sebab hal ini tidak dapat dipermudah, karena perkara jiwa."
<br>"Seharusnya saya yang akan berkata begitu," ujar Kacak sambil mengeluarkan uang kertas Rp 25,- dari koceknya, lalu diberikannya kepada Lenggang. "Bukankah Tuan-tuan membela saya, masakan saya bukakan rahasia ini. Biar apa pun akan terjadi atas diri Lenggang kedua, jangan sekali-kali nama saya disebut-sebut. Saya ucapkan, moga-moga yang dimaksud sampai, karena bukan main sakit hatiku kepada Midun, anak si peladang jahanam itu. Jika dia sudah luput dari dunia ini, barulah senang hati saya. Sekarang baik kita bercerai-cerai dulu, karena kalau terlalu lama bercakap-cakap, jangan-jangan dilihat orang."
<br>Setelah ketiganya berteguh-teguhan janji bahwa rahasia itu akan dibawa mati, maka mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Lenggang dengan temannya sangat bersuka hati mendapat uang itu. Gelak mereka terbahak-bahak, lenggangnya makin jadi, tak ubah sebagai namanya pula. Bahaya apa yang akan menimpa mereka kelak, sedikit pun tidak dipedulikan Lenggang. Memang Lenggang sudah biasa menerima upah semacam itu. Pekerjaan itu sudah biasa dilakukannya. Sudah banyak ia menganiaya orang, satu pun tak ada orang yang tahu. Pandai benar ia menyimpan rahasia dan melakukan penganiayaan itu. Jika ada yang menaruh dendam kepada seseorang, dengan uang seringgit atau lima rupiah saja, telah dapat Lenggang disuruh akan membinasakan orang itu. Pekerjaan itu dipandangnya mudah saja, karena sudah biasa. Akan membinasakan Midun itu, tidak usah ia berpikir panjang, karena hal itu gampang saja pada pikirannya. Hanya yang dipikirkan Lenggang, tentu ia mendapat upah amat banyak dari Kacak, jika yang dimaksudnya sampai. Kacak seorang kaya, sedangkan bagi permintaan yang pertama diberinya Rp 25,-padahal belum apa-apa lagi. Akan mengambil jiwa Midun, seorang yang boleh dikatakan masih kanak-kanak, tak usah dihiraukannya.
<br>Dua pekan lagi akan diadakan pacuan kuda di Bukittinggi.
<br>Tetapi sekali ini pacuan kuda itu akan diramaikan dengan pasar malam lebih dahulu. Kabar pasar malam di Bukittinggi itu sudah tersiar ke mana-mana di tanah Minangkabau. Hal itu sudah menjadi buah tutur orang. Di mana-mana orang mempercakap-kannya, karena pasar malam baru sekali itu akan diadakan di Bukittinggi. Demikian pula Midun, yang pada masa itu sedang duduk-duduk di surau menanti waktu asar bersama Maun, pasar malam itulah yang selalu diperbincangkan.
<br>"Ah, alangkah ramainya keramaian di kota sekali ini, Maun," kata Midun memulai percakapan itu."Kabarnya 'alat'* (Maksudnya pacuan kuda) sekali ini akan sangat ramai sekali, sebab disertai dengan pasar malam. Di dalam pasar malam itu, orang mempertunjukkan berbagai-bagai kerajinan, ternak, hasil tanah, dan lain-lain sebagainya. Segala pertunjukan itu, mana yang bagus diberi hadiah. Permainan-permainan tentu tidak pula kurang. Tak inginkah Maun pergi ke Bukittinggi? Saya berhajat benar hendak melihat keramaian sekali ini. Kepada ayah saya sudah minta izin. Tetapi hati beliau agak berat melepas saya, berhubung dengan Kacak yang selalu mengintai hendak menerkam mangsanya. Sungguhpun demikian, beliau izinkan juga, asal saya ingat-ingat menjaga diri."
<br>"Memang saya ingin pergi ke Bukittinggi," ujar Maun, "Sejak kecil belum pernah saya melihat pasar malam. Bagi saya tak ada alangan apa-apa. Perkara Kacak yang engkau katakan itu,saya juga merasa khawatir. Ia selalu mengintai-intai, Midun! Kepada saya sendiri, kalau bertemu agak lain pandangnya, tetapi tidak saya pedulikan.Kemarin, waktu kita pergi sembahyang Jumat, adakita berjumpa dengan seorang yang belum pernahbertemu, apalagi dikenal. Orang itu saya lihat memandang kepada kita dengan tajam. Sudah kenalkah engKau kepada orang itu? Bukankah engkau ada ditegurnya?"
<br>"Tidak, sekali-kali tidak, saya heran karena saya ditegurnya dengan sopan benar, padahal ia belum saya kenali. Saya rasa tentu ia tidak orang jahat, sebab ada juga sembahyang. Tetapi waktu kita bertemu dengan dia kemarin, darah saya berdebar. Entah apa sebabnya tidaklah saya tahu.Malam tadi tak senang sedikit juga hati saya. Ada saya tanyakan kepada Bapak Pendekar akan orang itu. Bapak Pendekar menerangkan, bahwa orang itu bukanlah orang kampung sini. Tetapi beliau kenal namanya dipanggilkan orang Lenggang. Dahulu memang dia seorang jahat, pemaling dan pencuri. Kedatangannya kemari
<br>tidak beliau ketahui. Beliau katakan pula, bahwa Lenggang itu acap kali kelihatan pergi ke rumah famili Tuanku Laras. Karena itu, menurut tilikan beliau, Lenggang tentu sudah. baik sekarang, apalagi telah sembahyang. Kalau tidak, tentu ia tidak berani menampakkan diri ke rumah Tuanku Laras. Sungguhpun demikian, beliau suruh saya hati-hati juga menjaga diri, jangan lengah sedikit juga. Musuh dalam selimut, kata beliau."
<br>"Perasaan saya pun begitu, Midun. Lain perasaan saya waktu melihat orang itu kemarin. Untung beliau telah maklum. Saya sudah berniat juga hendak mengatakannya kepadamu. Sudah jauh kita diamat-amatinya juga ngeri saya melihat rupanya, bengis dan menakutkan sungguh. Ingat-ingat, Midun! Kita harus hati-hati, supaya jangan binasa."
<br>"Yang sejengkal itu tak mau jadi sedepa, kawan! Tak usah kita hawatirkan benar hal itu. Syak wasangka dan cemburu yang berlebih-lebihan merusakkan pikiran dan membinasakan diri. Jika nasib kita akan dapat malapetaka, apa boleh buat.Bukankah tiap-tiap sesuatu dengan takdir Tuhan."
<br>"Jadi rupanya Midun menanti takdir saja, dan bila takdir itu datang, sudahlah."
<br>"Sebenarnya, kawan! Tetapi engkau jangan pula salah pengertian. Bukan maksud saya berserah diri saja sebab takdir, sekalikili tidak. Kita dijadikan Tuhan dan diberi pikiran secukupnya. Dengan pikiran itulah kita menimbang mana yang baik untuk keselamatan diri kita. Bukankah segala dua dijadikan Allah? Pilihlah dengan pikiran itu mana yang akan dikerjakan. Kita wajib mengusahakan diri agar terhindar dari bencana dunia ini. Bilamana ikhtiar sudah dijalankan, dan kita dapat malapetaka juga, itulah yang dnamakannasib. Dan kalau kita sekarang sekonyong-konyong kena tombak misalnya, padahal tidak disengaja, itulah yang dikatakan orang takdir. Mengertikah engkau, Maun? Jadi tentu saja kita harus horhati-hati. Jika dapat dihindarkan, baik kita hindarkan, supaya jangan dapat bahaya. Tetapi bila tersesak padang ke rimba, terhentak ruas ke buku, apa boleh buat, wajib kita membela diri."
<br>"Sekarang mengerti saya maksudmu itu. Nah, bilakah kita berangkat? Tak perlukah kita membawa apa-apa untuk dijual di kota akan belanja selama di sana?"
<br>"Tiga hari pasar malam akan dimulai, kita berangkat dari sini."
<br>"Uang simpananku ada Rp 25,-. Kamu adakah menyimpan
<br>uang?"
<br>"Ada, saya rasa hanya sebanyak uang simpananmu pula agaknya."
<br>"Mari kita perniagakan uang itu! Saya dengar kabar, lada dan telur amat mahal sekarang di Bukittinggi. Untungnya itulah untuk belanja. Lain daripada itu kita tolong pula menjualkan lada ibu."
<br>Pada tepi jalan di pasar kampung itu kelihatan lada, ayam, dan lain-lain sebagainya. Dua orang muda memuat barang-barang itu ke dalam pedati.Setelah selesai, Midun dan Maun pun bersalam dengan ayah-bunda masing-masing, yang ketika itu ada pula di sana menolong memuat barang itu ke dalam pedati. Mereka kedua minta izin, lalu bersiap akan berangkat. Ketika Midun bersalam minta maaf kepada ibunya, lama benar tangannya maka dilepaskan ibunya. Amat berat hati ibu itu melepas anaknya ke Bukittinggi. Sungguhpun Bukittinggi tidak berapa jauh dari kampungnya, tetapi tak ubah hal ibu Midun sebagai seorang yang hendak melepas anaknya berjalan jauh. Amatlain perasaannya, takut kalau-kalau anaknya dapat bahaya. Rasa-rasa tampak kepada ibu itu bahaya yang akan menimpa anaknya, karena Midun dimusuhi orang. Tetapi ia terpaksa harus melepas Midun, anak yang sangat dikasihinya itu.
<br>Maka berangkatlah Midun dan Maun menumpang pedati yang membawa barang-barangnya itu. Dari kampungnya ke Bukittinggi adalah semalam perjalanan dengan pedati. Ia berangkat pada petang hari Jumat. Pagi-pagi hari Sabtu, sebelum matahari terbit, sudah sampai di Bukittinggi. Di dalam perjalanan keduanya adalah selamat saja. '
<br>Belum tinggi matahari terbit, barang-barang yang dibawanya diborong oleh orang Cina dengan harga Rp 160,-. Setelah itu keduanya pergi makanke sebuah lepau nasi dan menghitung laba masing-masing. Barang yang berpokok Rp 50,- dijual Rp 100,- dan beruntung Rp 50,-. Penjualan lain kepunyaan ibunya Rp 60,- ' disimpan mereka uangnya. Setelah dipotong biaya, lalu dibaginya dua keuntungan itu, yaitu Rp 20,-, seorang. Sesudah makan, Midun berkata, "Sungguh bukan sedikit untung kita, Maun! Patutlah Datuk Palindih lekas benar kayanya. Belum lama ia jadi saudagar,sudah banyak ia membeli sawah. Uang yang diperniagakannya pun tidak sedikit, karena berpuluh pedati ia membawa barang-barang yang telah dibelinya.
<br>Maukah Maun berniaga pula nanti?"
<br>"Baik, saya pun amat suka berniaga," jawab Maun."Jika pandai menjalankan perniagaan, memang lekas benar naiknya. Tapi jatuhnya mudah pula. Lihatlah Baginda Sutan itu! Dari sekaya-kayanya, jatuh jadi semiskin-miskinnya. Sekarang pikirannya tidak sempurna lagi."
<br>"Benar katamu itu. Karena Baginda Sutan sangat tamak akan uang dan sangat kikir pula, ia dihukum Tuhan. Boleh jadi ia berniaga terlampau banyak mengambil untung, lalu dimurkai Allah. Kekikirannya jangan dikata lagi. Bajunya baju hitam yang sudah berkilat lehernya, karena tidak bercuci. Baunya pun tidak terperikan busuknya. Uang seduit dibalik-baliknya dulu baru dibelanjakan."
<br>Maka mereka pun menanyakan kepada orang lepau itu, agar mereka kedua diizinkan bermalam di sana selama ada keramaian. Bagi orang lepau itu, karena dilihatnya Midun dan Maun orang baik-baik, tiadalah menjadi halangan mereka kedua menumpang di lepau itu. Setelah itu Midun dan Maun berjalan akan melihat-lihat keramaian"pasar malam". Pada kiri kanan jalan dekat lepau itu sampai ke pintu gerbang dihiasi dengan pelbagai sulur-suluran dan hunga-bungaan. Bergelung-gelung amat indah-indah rupanya. Pada tiap-tiap rumah sepanjang jalan, berkibaranbendera si tiga warna. Dari jauh sudah kelihatan pintu gerbang pasar malam itu. Tinggi di atas puncaknya terpancang bendera Belanda yang amat besar, berombak-ombak ditiup angin. Tonggak pintu gerbang itu dililit dengan kain yang berwarna-warna. Pelbagai bunga-bungaan bersusun amat beraturan, menyedapkan pemandangan.
<br>Midun dan Maun sampai di pintu gerbang itu. Dengan heran inereka melihat keindahannya. Agakke sebelah dalam sedikit ada sebuah rumah yang amat kukuh, bangun rumah itu tak ubah dengan balairung sari buatan orang Minangkabau zaman dahulu.
<br>Sungguh tertarik hati melihat bangun rumah itu. Atapnya dari ijuk, berdinding papan berukir. Di tengah-tengah balai itu ada sebuah pintu masuk yang amat besar. Jika orang hendak melihat pasar malam, harus melalui pintu balai itu. Di atas pintu agak sebelah atas, ada kepala kerbau yang bertanduk. Kepala kerbau itu ialah menjadi suatu tanda kebesaran orang Minangkabau.
<br>Konon kabarnya, menurut cerita orang: pada zaman dahulu
<br>kala orang Jawa datang ke Minangkabau akan menyerang negeri itu. Melihat kedatangan orang Jawa yang sangat banyak itu, orang Minangkabaukhawatir, takut akan kalah perang. Oleh sebab itu,dicarinya akal akan menghindarkan bahaya itu. Maka dikirimnya seorang utusan oleh raja Minangkabau kepada panglima perang orang Jawa itu membawa kabar, mengatakan: bahwa jika berperang tentu akan mengorbankan jiwa manusia saja. Oleh karena itu, dimintanya berperang itu dihabisi dengan jalan mengadu kerbau saja. Manakala kerbau orang Minangkabau kalah, negeri itu akan diserahkan kepada orang Jawa. Tetapi kalau menang, segala kapal-kapal dengan muatannya harus diserahkan kepada orang Minangkabau. Permintaan itu dikabulkan oleh orang Jawa dengan segala suka hati. Maka dicarinya seekor kerbau yang amat besar. Tetapi orang Minangkabau mencari seekoranak kerbau yang sudah tiga hari tidak diberinya menyusu. Pada moncong anak kerbau itu diberinyaberminang yang amat tajam. Setelah datang hari yang ditentukan hadirlah rakyat kedua kerajaan itu. Ketika orang Jawa melihat anak kerbau orang Minangkabau, mereka tertawa dengan riangnya. Pasti kepada mereka itu, bahwa ia akan menang. Tetapi setelah kedua kerbau itu dilepaskan ke tengah gelanggang, anak kerbau itu pun berlari-lari kepada kerbau besar orang Jawa itu, hendak menyusu... sehingga perut kerbau itu tembus oleh minang yang lekat di moncongnya. Kerbau orang Jawa itu mati, maka menanglah kerbau orang Minangkabau itu. Demikianlah ceritanya. Benar tidaknya cerita itu, wallahu alam.
<br>Balai itu dihiasi dengan amat bagus dan indahnya. Di atas balai itu kelihatan beberapa orang engku-engku berdiri.
<br>Ketika Midun tercengang-cengang memperhatikan pintu gerbang itu, tampak olehnya huruf yang dibuat dengan air mas.
<br>Huruf itu terletak pada tengah-tengah gaba-gaba. Sedang Midun melihat-lihat, datang seorang dekat padanya. Midun menyangka tentu anak itu murid sekolah, lalu bertanya, "Buyung, apakah bunyi bacaan yang tertulis pada gaba-gaba itu?"
<br>Anak itu pun berkata, katanya, "Pasar Malam."
<br>Midun meminta terima kasih kepada anak itu, kemudian berkata kepada Maun. "Jika orang hendak masuk ke dalam rupanya membayar. Mari kita beli pula yang seperti dibawa orang itu, kita masuk ke dalam!"
<br>Sesudah membeli karcis, lalu keduanya masuk. Belum lagi sampai ke tengah, mereka amat heran melihat kebagusan pasar malam itu. Pondok-pondok berdiri dengan amat teratur. Los-los pasar dihiasi dengan bermacam-macam bunga. Midun pergi melihat-lihat keadaan di pasar itu. Mula-mula dilihatnya pada sebuah pondok seorang perempuan menenun kain. Midun sangat heran melihat bagaimana cekatannya perempuan itu bertenun. Setelah lama diperhatikan, ia pun meneruskan perjalanannya pula melihat yang lain-lain, misalnya, cara menanam tumbuh-tumbuhan yang subur, pemeliharaan ternak yang baik dan lain-lain sebagainya. Segala yang dilihat Midun di dalam pasar malam itu, diperhatikannya sungguhsungguh. Setelah petang hari, baru mereka pulang ke lepau nasi. Ketika ia melalui sebuah los dekat pintu keluar, kedengaran olehnya orang berseru-seru, katanya, "Lihatlah peruntungan, Saudara-saudara! Baik atau tidaknya nasib kelak, dapat dinyatakan dengan mengangkat batu ini!"
<br>Midun dan Maun tertarik benar hatinya hendak melihat, lalu mereka pergi ke tempat itu. Midun melihat sebuah batu yang besar bertepikan suasa.Batu itu telah tua benar rupanya. Agaknya sudah berabad-abad umurnya. Tidak jauh daripada itu ada pula terletak sebuah pedupaan (perasapan). Bertimbun kemenyan yang ditaruhkan orang di sana. Maka bertanyalah Midun kepada orang yang berseru itu, katanya, "Batu apa ini, Mamak? Bagaimanakah, maka kita dapat menentukan nasibkelak dengan batu ini?"
<br>"Batu ini ialah batu keramat, pusaka dari Raja Pagaruyung yang telah berabad-abad lamanya," jawab orang itu. "Jika orang muda dapat mengangkat batu ini sampai ke atas kepala, tandanya orang muda akan berbahagia kelak. Tetapi bila tidak dapat, boleh saya pastikan, bahwa nasib orang muda tidak baik akhir kelaknya. Dan barang siapa yang tidak percaya akan perkataan saya, tentu ia dikutuki batu keramat ini."
<br>Midun dan Maun amat takjub mendengar perkataan orang itu. Karena ia seorang alim pula, bersalahan sungguh pendapat orang ini dengan ilmu pengetahuannya. Pikirnya, "Ini tentu suatu tipu untuk pengisi kantung saja. Mengapakah hal yang semacam ini kalau dibiarkan saja oleh pemerintah? Bukankah hal ini bersalahan dengan ilmu pengetahuan dan agama? Orang ini barangkali tidak beragama, karena batu disangkanya dapat menentukan buruk baik untung orang."
<br>Berkacau-balau pikiran Midun tentang batu yang dikatakan keramat itu. Tetapi ia tidak berani mengeluarkan perasaannya, karena takut kepada orang banyak yang mengelilinginya. Tiba-tiba datang seorang, lalu membakar kemenyan sebesar ibu jari pada pedupaan. Ketika ia membakar kemenyan, lalu memohonkan rahmat kepada hatu itu, moga-moga baik nasibnya kelak. Kemudian ia memasukkan uang sebenggol ke dalam tabung yang sudah tersedia. Sambil memperbaiki sikap dan membaca bismillah, maka diangkatnyalah batu itu perlahan-lahan, sebab takut akan ketulahan. Telah mengalir peluh di badan orang itu, jangankan terangkat bergerak pun tidak batu itu. Dengan bersedih hati dan muka yang suram, berjalanlah ia, tidak menoleh-noleh ke belakang.
<br>Midun berbisik kepada Maun, "Bersedih hati benarrupanya orang itu, karena batu ini tidak terangkat olehnya. Kepercayaannya penuh, bahwa batu keramat. Tentu saja tidak terangkat olehnya batu sebesar ini, karena ia sudah tua. Sungguh kasihan dan boleh jadi ia menyesali hidupnya dan sesalan itu boleh menimbulkan pikiran, hendak membinasakan diri, karena sangkanya, daripada hidup sengsara kelak, lebih baik mati sekarang. Berbahaya benar, tidak patut hal ini dibiarkan."
<br>Maun menarik napas, lalu berkata perlahan-lahan, "Sungguh, amat banyak orang sesat, karena kebodohan dan kepercayaan yang bukan-bukan. Janganlah kita bicarakan juga hal ini. Jika terdengar oleh yang punya dan oleh orang-orang yang mempercayainya keramat batu ini, boleh jadikita binasa."
<br>"Baiklah, maukah Maun mengangkat batu ini? Sayaingin hendak mengangkat berapa beratnya, sebabsudah tiga orang tak ada yang kuat. Sungguhpun tidak percaya, kita pura-pura saja seperti orang itu."
<br>Maka Midun membakar kemenyan, kemudian memasukkan uang lima sen ke tabung. Setelah itu diangkatnya batu yang dikatakan keramat itu. Oleh Midun, seorang muda yang sehat dan kuat, dengan mudah saja batu itu diangkatnya. Segala orang yang melihat amat heran, lalu berkata,"Anak muda yang berbahagia."
<br>Benci benar Midun mendengar perkataan itu, hampir-hampir tak dapat ia menahan hati. Tiba-tiba telanjur juga, lalu berkata, "Tuhan yang dapat menentukan berbahagia atau tidaknya untung nasib seseorang, tetapi batu ini ...."
<br>Midun dan Maun segera berjalan pulang ke lepau nasi,
<br>karena ketika hendak berkata lagi, dilihatnya muka yang punya batu berubah sekonyong-konyong. Sepanjang jalan mereka sepatah pun tidak bercakap, karena memikirkan batu yang bertepikan suasa itu. Sudah makan, baru mereka mempercakapkan penglihatannya sehari itu. Tetapi yang menarik hati mereka benar, ialah memperkatakan batu yang keramat itu saja.
<br>Pada malam hari Midun dan Maun pergi pula ke pasar malam. Sesampai di pintu masuk, takjub sungguh Midun melihat pintu gerbang pasar malam itu. Gaba-gaba diterangi dengan berpuluhpuluh lampu, melukiskan ukuran yang amat indah-indah. Balai dihiasi dengan lampu yangberwarna-warna. Huruf-huruf pada gaba-gaba dan di gonjong balai, seakan-akan terbuat daripada lampu laiknya. Dengan segera Midun membeli karcis, lalu masuk ke dalam. Midun dan Maun berjalan tidak seperti siang tadi, melainkan diperhatikannya isi tiap-tiap pondok di pasar itu. Banyak penglihatan Midun yang berfaedah untuk penghidupannya kelak. Misalnya pekerjaan tangan, cara memelihara ternak, keadaan bibit tanaman yang bagus, contoh-contoh barang perniagaan, dan lain-lain.
<br>Demikianlah pekerjaan mereka itu dua hari lamanya. Pada hari yang kelima, pagi-pagi, Midun dan Maun pergi ke pasar. Mereka herbelanja membeli ini dan itu, karena hendak terus pulang setelah melihat pacuan kuda lusanya. Tengah hari kembalilah mereka ke lopau. Segala barang-barang yang dibeli, dipertaruhkannya kepada orang lepau itu. Setelah itu Midun duduk hendak makan, tetapi Maun masih di luar membeli rokok. Baru saja Midun duduk, Maun berseru dari luar katanya, "Midun! Midun! Lihatlah, apa ini?"
<br>Midun melompat lari ke luar, hendak melihat yang diseur-kan kawannya itu. Di jalan kelihatan beberapa engku-engku dan tuan-tuan diarak dengan musik militer. Tiba-tiba Midun terkejut, karena di dalam orang banyak itu kelihatan olehnya Kacak. Dengan segera ditariknya tangan Maun, lalu dibawanya masuk ke dalam lepau.
<br>Dengan perlahan-lahan Midun berkata, "Maun! Adakah engkau melihat Kacak di antara orang banyak itu?"
<br>"Tidak," jawab Maun dengan cemasnya. "Adakah engkau melihat dia?"
<br>"Ada, rupanya ia ada pula datang kemari. Ketika saya melihatnya tadi, ia memandang ke sana kemari, seakan-akan ada
<br>yang dicarinya di antara orang banyak itu. Entah siapa yang dicarinya dengan matanya itu tidaklah saya ketahui. Saya amat heran karena ketika saya menampaknya tadi, darah saya berdebar. Yang biasa tidaklah demikian benar hal saya bilamana melihat Kacak. Boleh jadi kita di sini diintip orang, Maun! Siapa tahu dengan tidak disangka-sangka kita dapat bahaya kelak. Sebab itu haruslah kita ingat-ingat selama di sini."
<br>"Tidak kelihatankah engkau kepadanya tadi? Tetapi saya rasa takkan berani Kacak berbuat apa-apa kepada kita di dalam peralatan besar ini.Nyata kepada saya ketakutannya bertentangan dengan engkau, waktu perkelahian di tepi sungai dahulu. Sedangkan di kampung demikian keadaannya, apalagi di sini. Siapa yang akan dipanggakkannya di sini? Karena itu tidak boleh jadi ia akan menyerang kita. Sungguhpun demikian, kita harus berhati-hati juga."
<br>"Saya tidak kelihatan olehnya. Tetapi jika tak ada yang dicarinya, masakan seliar itu benar matanya.Saya pun maklum, bahwa dia tida k akan berani menyerang kita di sini. Tetapi karena dia orang kaya, tentu bermacam-macam jalan dapat dilakukannya akan membinasa. kan kita. Biarlah, asal kita ingat-ingat saja."
<br>Sesudah makan mereka pun berjalan-jalan ke pasar, melihat perarakan anak-anak sekolah dan lain-lain: Malam hari Midun tidak keluar, melainkan tinggal di lepau nasi saja. Lain benar perasaannya sejak melihat Kacak hari itu. Besoknya ketika pacuan kuda dimulai, mereka itu tidak pergi melihat, melainkan tinggal di lepau saja. Hanya pada hari yang kedua saja mereka hendak pergi sebentar. Sudah itu maksudnya hendak terus pulang ke kampung.(Bersambung Ke Bagian 7)<div class="blogger-post-footer">http//feed.feedburner.com/blogspot.com/pvBeo</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13237816495288899194noreply@blogger.com0