Tampilkan postingan dengan label Artikel Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Islami. Tampilkan semua postingan

Selasa, 24 April 2012

Di Bosnia Ada 30 Hafizh Yang Membaca Al-qur'an Dengan 10 Qira'at

By Unknown | At 08.58.00 | Label : , | 0 Comments

Mahkota Cahaya : 30 Hafizh Bosnia


 
 Salam Mc:
yang menerima piagam ‘Hafizh’ dari lajnah tahkim.

DR.Fazlits menambahkan, salah seorang wanita telah berhasil membaca tanpa henti al-Qur`an penuh (30 juz) selama 10 jam. Ia menyiratkan, mereka yang mengajukan gelar ‘hafizh’ masuk dengan menangis terisak-isak ketika memperhatikan teman mereka telah melampaui waktu yang sekian lama dalam ujiannya, sebagai bukti kegembiraan mereka yang besar atas taufik Allah SWT atasnya.

sementara itu, al-Hafizh Manshur Malkits, imam dan khatib pada Jami’ Khasraf Bek, yang juga guru mata kuliah al-Qur`an di Madrasah Aliyah Islam dan anggota lajnah tahkim kepada aljazeera.net menjelaskna, ia menimba ilmu dasar al-Qur`an di kampungnya, Tozla, kemudian datang ke Sarajevo untuk melanjutkan S1-nya di fakultas ad-Dirasat al-Islamiah.

Malkits mengatakan, ia banyak mendengar bacaan para Qari terkenal dari Mesir hingga akhirnya dapat menekuni makhraj al-Qur`an. Ia terus mempelajari al-Qur`an hingga berhasil menjadi ‘Muhaffizh’ (Pengajar tahfizh) dengan berpedoman kepada bacaan ala Hafsh dari ‘Ashim.

Para Muhaffizh berlomba-lomba untuk mendapatkan anak didik sebanyak-banyaknya guna mengajarkan mereka al-Qur`an secara gratis. Seorang murid membutuhkan 1500 jam agar dapat menjadi hafizh, di mana memakan waktu antara dua hingga tiga tahun. (almkhtsr/AH)

Selasa, 31 Januari 2012

Mari Jangan Abaikan Kekuatan Doa

By Unknown | At 10.23.00 | Label : , , | 1 Comments
 

Mahkota Cahaya :Mari Jangan Abaikan Kekuatan Do'a


Assalamu'alaikum sahabats Mahkota Cahaya.,, kali ini mahkota cahaya membagikan artikel yang sangat sederhana adanya ini buat sahabats Mc semoga bermanfaat.

1. Do’a Seorang Muslim Untuk Saudaranya Tanpa Dia Ketahui
Diriwayatkan dari Abu Darda’ ra., bahwasanya ia berkata, “Apabila seorang Muslim mendo’akan saudaranya tanpa sepengetahuannya, maka pasti malaikat yang ditugaskan (kepadanya) akan mengucapkan, “Engkaupun akan mendapatkan yang semisalnya”. (HR. Muslim)
2. Do’a Orang Yang Teraniaya
Ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bersabda kepadanya, “Takutlah kalian terhadap do’a orang yang dizhalimi, karena tidak ada hijab antara do,a itu dengan Allah” (HR. Bukhari)
3. Do’a Orang Tua Untuk Anaknya
4. Do’a Seorang Musafir
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga do’a mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu do’a orang yang teraniaya, do’a musafir, dan do,a orang tua untuk anaknya” (HR. Tirmidzi, dll. Dinilai hasan oleh al-Albani)
5. Do’a Orang Yang Berpuasa Ketika Berbuka
6. Do’a Pemimpin Yang Adil
Dari Abu Hurairah ra., secara marfu’, “Ada tiga golongan yang do’anya tidak ditolak, orang yang berpuasa hingga berbuka, do’a pemimpin yang adil dan do’a orang yang teraniaya. Allah akan mengangkat do’a mereka ke atas awan, membukakan pintu-pintu langit untuknya, dan berfirman, ‘Demi kemuliaan-Ku, sungguh, Aku akan menolongmu walaupun dengan selang waktu’” (HR. Tirmidzi, dll. Dinilai hasan oleh al-Albani)
7. Doa Anak Shaleh
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., “Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendo’akan orang tuanya” (HR. Muslim)
8. Do’a Orang Yang Berada Dalam Keadaan Darurat
Allah SWT berfirman: “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)”. (QS. An-Naml 27: 62)
9. Do’a Orang Yang Tidur Dalam Keadaan Suci Dan Berdzikir
Dari Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Apabila seorang muslim tidur dalam keadaan berdzikir dan suci, lalu terbangun di malam hari, kemudian berdo’a kepada Allah SWT meminta kebaikan dunia dan akhirat, maka pasti Allah akan memberikan kepadanya”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dinyatakan Shahih oleh al-Albani)
10. Berdo’a Dengan Menggunakan Do’a Dzun Nun (Do’a Nabi Yunus alaihissalam)
Dari Sa’ad bin Abi Waqash ra., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Do’a Dzun Nun (Nabi Yunus alaihissalam) ketika berada di dalam perut ikan: ‘Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu min Azh-zhaalimiin’. Jika seorang berdo’a dengannya memohon sesuatu, niscaya Allah akan mengabulkannya’” (HR. Tirmidzi dll., dinyatakan shahih oleh al-Albani)
11. Do’a Orang Yang Terbangun Di Malam Hari Dengan Do’a Yang Ma’tsur
Dari Ubadah bin Shamit ra., dari nabi Muhammad SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Brangsiapa yang terjaga di malam hari, lalu mengucapkan: ‘Laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku walahul hamdu, wahuwaa ‘alaa kulli syai’in qadiir, Alhamdulillaah, wasubhanallaah, wa laa ilaaha illallaah, wallahu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah’ (Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nyalah seluruh kerajaan dan bagi-Nya pula segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, tidak ada Tuhan selalin Allah, Allah Maha Besar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Kemudian mengucapkan: ‘Allahummaghfir lii’ (Ya Allah, ampunilah aku). Atau do’a yang lain, niscaya akan dikabulkan do’anya. Jika ia berwudhu’ dan shalat, maka diterimalah shalatnya” (HR. Bukhari, dll)
12. Do’a Anak Yang Berbakti Kepada Kedua Orang Tuanya
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, lalu ia bertanya, ‘Dari mana aku memperoleh derajat ini?’. Allah SWT berfirman, ‘Dengan permohonan ampun anakmu untukmu’” (HR. Ahmad, sanadnya dinyatakan shahih olh Ibnu Katsir)
13. Do’a Orang Yang Menunaikan Haji, Umrah Dan Berperang Di Jalan Allah SWT
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra., dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang menunaikan haji, dan orang yang menunaikan umrah adalah utusan-utusan yang menghadap kepada Allah. Mereka dipanggil oleh-Nya, lalu mereka memenuhi panggilan-Nya, dan mereka pun meminta kepada-Nya, maka Allah akan memberinya” (HR. Ibnu Majah, dinyatakan hasan oleh al-Albani)
14. Do’a Orang Yang Banyak Berdzikir Kepada Allah SWT
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Ada tiga golongan yang do’anya tidak akan ditolak, yaitu orang yang banyak berdzikir kepada Allah, orang yang teraniaya, dan pemimpin yang adil” (HR. al-Baihqi dan ath-Thabrani, dinyatakan hasan oleh al-Albani)
15. Do’a Orang Yang Dicintai Dan Diridhai Oleh Allah SWT
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘Barangsiapa memusuhi kekasih-Ku, maka sungguh Aku menyatakan perang dengannya. Hamba-Ku tidak akan dapat mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku terus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan nafil, sehingga Aku mencintainya. Maka jika Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memegang dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Aku akan memberinya. Jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, pasti Aku akan melindunginya. Aku tidak pernah ragu-ragu dalam sesuatu yang Aku kerjakan seperti keraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin. Hal itu karena ia tidak suka mati, sedangkan Aku tidak suka keburukan terjadi kepadanya’” (HR. Bukhari)
16. Orang Yang Memperbanyak Berdoa Pada Saat Lapang Dan Bahagia
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda. “Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang”. (HR. Tirmidzi, dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Imam Dzahabi dan di hasankan oleh Al-Albani).
Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa makna hadits di atas adalah hendaknya seseorang memperbanyak doa pada saat sehat, kecukupan dan selamat dari cobaan, sebab ciri seorang mukmin adalah selalu dalam keadaan siaga sebelum membidikkan panah. Maka sangat baik jika seorang mukmin selalu berdoa kepada Allah sebelum datang bencana berbeda dengan orang kafir dan zhalim sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya ; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu”. (QS. Az-Zumar : 8).
Dan firman Allah SWT:
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya”. (QS. Yunus : 12)
17. Doa Orang Dalam Keadaan Terpaksa.
Allah SWT berfirman. “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu menginga(Nya)”. (QS. An-Naml : 62)
Imam As-Syaukani berkata bahwa ayat diatas menjelaskan betapa manusia sangat membutuhkan Allah dalam segala hal terlebih orang yang dalam keadaan terpaksa yang tidak mempunyai daya dan upaya. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang terpaksa adalah orang-orang yang berdosa dan sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud terpaksa adalah orang-orang yang hidup dalam kekurangan, kesempitan atau sakit, sehingga harus mengadu kepada Allah. Dan huruf lam dalam kalimat Al-Mudhthar untuk menjelaskan jenis bukan istighraq (keseluruhan). Maka boleh jadi ada sebagian orang yang berdoa dalam keadaan terpaksa tidak dikabulkan dikarenakan adanya penghalang yang menghalangi terkabulnya doa tersebut. Jika tidak ada penghalang, maka Allah telah menjamin bahwa doa orang dalam keadaan terpaksa pasti dikabulkan. Yang menjadi alasan doa tersebut dikabulkan karena kondisi terpaksa bisa mendorong seseorang untuk ikhlas berdoa dan tidak meminta kepada selain-Nya.

Senin, 28 November 2011

Mengenal Mohammad Natsir

By Unknown | At 06.22.00 | Label : , , | 0 Comments

Mahkota Cahaya : Mengenal Muhammad Natsir

Politisi dan da’i sejati. Itulah sebutan yang nampaknya tidak berlebihan jika disematkan pada sosok laki-laki pejuang Islam: Mohammad Natsir. Ia lahir di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatra Barat, 17 Juli 1908. Ayahnya Idris Sutan Saripado adalah pegawai juru tulis kontrolir di kampungnya. Ibunya bernama Khadijah. Ia dibesarkan dalam suasana kesederhanaan dan dilingkungan yang taat beribadah.

Laki-laki Pintar dan Cerdas

Natsir mulai menuntut ilmu tahun 1916 di HIS (Holland Inlandische School) Adabiyah, Padang kemudian pindah di HIS Solok. Sore hari belajar di Madrasah Diniyah dan malam hari mengaji ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab.

Tamat dari HIS tahun 1923, Natsir melanjutkan pendidikannya di MULO (SMP) (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Padang. Disanalah ia mulai aktif berorganisasi di Jong Islamieten Bond (JIB) atau Perkumpulan Pemuda Islam cabang Sumatra Barat bersama Sanoesi Pane. Aktivitas utama organisasi ini pada saat itu adalah menentang para misionaris kristen di wilayah Sumatra Utara.

Natsir adalah laki-laki cerdas. Sejak muda ia mahir berbahasa Inggris, Arab, Belanda, Prancis, dan Latin. Karena kecerdasannya, tamat dari MULO pada 1927, Natsir mendapat beasiswa studi di AMS (Algemere Middlebare School) A-II setingkat SMA di Bandung dan lulus tahun 1930 dengan nilai tinggi. Ia sebenarnya berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di Batavia, sesuai dengan keinginan orang tuanya, agar ia menjadi Meester in de Rechten, atau kuliah ekonomi di Rotterdam. Terbuka juga peluang Natsir untuk menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi.

Tetapi, semua peluang itu tidak diambil oleh Natsir, yang ketika itu sudah mulai tertarik kepada masalah-masalah Islam dan gerakan Islam. Di kota inilah ia berkenalan dengan H. Agus Salim dari Syarekat Islam, Ahmad Soorkaty pendiri organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyah, dan A. Hasan, pendiri Persatuan Islam (Persis). Natsir mengambil sebuah pilihan yang berani, dengan memasuki studi Islam di ‘Persatuan Islam’ di bawah asuhan A. Hasan. Tahun 1931-1932, Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs). Maka, tahun 1932-1942 Natsir dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung.

Aktivis Sejati

Sedari muda Natsir aktif berorganisasi. Berbagai aktivitas dakwah dan politik dijalaninya dengan penuh kesungguhan hingga akhir hayatnya. Berikut ini organisasi-organisasi dan berbagai jabatan yang sempat diembannya:

Ketua Jong Islamieten Bond, Bandung.
Mendirikan dan mengetuai Yayasan Pendidikan Islam di Bandung.
Direktur Pendidikan Islam, Bandung.
Menerbitkan majalah Pembela Islam, dalam melawan propaganda misionaris Kristen, antek-antek penjajah dan kaki tangan asing.
Anggota Dewan Kabupaten Bandung.
Kepala Biro Pendidikan Kota Madya (Bandung Shiyakusho).
Memimpin Majelis Al Islam A’la Indunisiya (MIAI).
Menjadi pimpinan Direktorat Pendidikan, di Jakarta.
Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.
Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Anggota MPRS.
Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia)
Dalam pemilu 1955, yang dianggap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa, Masyumi meraih suara 21% (Masyumi memperoleh 58 kursi, sama besarnya dengan PNI. Sementara NU memperoleh 47 kursi dan PKI 39 kursi). Capaian suara Masyumi itu belum disamai, apalagi terlampaui, oleh partai Islam setelahnya, hingga saat ini.
Menentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda dan mengajukan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir. Akhirnya RIS dibubarkan dan seluruh wilayah Nusantara kecuali Irian Barat kembali ke dalam NKRI dengan Muhammad Natsir menjadi Perdana Menteri-nya. Penyelamat NKRI, demikian presiden Soekarno menjuluki Natsir.
Menteri Penerangan Republik Indonesia.
Perdana Menteri pertama Republik Indonesia.
Anggota Parlemen. Penentang utama sekulerisasi negara, pidatonya “Pilih Salah Satu dari Dua Jalan; Islam atau Atheis” di hadapan parlemen, memberi pengaruh yang besar bagi anggota parlemen dan masyarakat muslim Indonesia.
Anggota Konstituante.
Menyatukan kembali Aceh yang saat itu ingin berpisah dari NKRI.
Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), yang cabang-cabangnya tersebar ke seluruh Indonesia.
Wakil Ketua Muktamar Islam Internasional, di Pakistan.
Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina.
Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya.
Anggota Majelis Ala Al-Alamy lil Masajid (Dewan Masjid Sedunia).
Presiden The Oxford Centre for Islamic Studies London.
Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) bersama Moh. Hatta, Kahar Mudzakkir, Wahid Hasyim, dll. Juga enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia.

Hingga akhir hayatnya, tahun 1993, Natsir masih menjabat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami dan anggota Majlis Ta’sisi Rabithah Alam Islami.

Tokoh Dunia Islam

Mohammad Natsir sangat dihormati oleh dunia Islam. Ia adalah ulama, da’i militan yang tidak pernah menyerah kepada lawan, dan selalu membela kebenaran. Dunia Islam mengakuinya sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Tahun 1957, Natsir menerima bintang ’Nichan Istikhar’ (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasa-jasanya dalam membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah) atas jasa-jasanya di bidang pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Penghargaan serupa pernah diberikan kepada ulama besar India, Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan juga kepada ulama dan pemikir terkenal Abul A’la al-Maududi.

Dunia mengakuinya, namun di negerinya sendiri mulai dari rejim Soekarno dan Soeharto telah memandang sebelah mata. Ia beberapa kali masuk penjara dan sampai dilarang pergi keluar negeri oleh pemerintahan Soeharto karena ketokohannya yang sangat disegani dan dihormati di kancah perpolitikan Islam.

Penulis Tangguh

Disamping mahir berorganisasi sehingga menjadi negarawan ulung, Natsir juga berkarya dalam dunia perbukuan untuk mewariskan tsaqafah-nya. Karya-karya Mohammad Natsir antara lain: Fiqhud Da’wah (Fikih Dakwah), Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu dari Dua Jalan), Shaum (Puasa), Capita Selecta I, II, dan III, Dari Masa ke Masa, Agama dalam Perspektif Islam dan masih banyak lagi.

Natsir memang bukan sekedar ilmuwan dan penulis biasa. Tulisan-tulisannya mengandung visi dan misi yang jelas dalam pembelaan terhadap Islam. Ia menulis puluhan buku dan ratusan artikel tentang berbagai masalah dalam Islam. Tulisan-tulisan Natsir menyentuh hati orang yang membacanya.

Haus Ilmu

Natsir juga dikenal sebagai pribadi yang haus ilmu dan tidak pernah berhenti belajar. Ia selalu mengambil manfaat dan inspirasi dari para pejuang dan orang-orang saleh. Diantara tokoh dunia Islam yang mempengaruhinya adalah Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi.

Syuhada Bahri (Ketua DDII) menceritakan pengalamannya selama bertahun-tahun bersama Natsir. Hingga menjelang akhir hayatnya, Natsir selalu mengkaji Tafsir Al-Quran. Tiga Kitab Tafsir yang dibacanya, yaitu Tafsir Fii Dzilalil Quran, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Furqan karya A. Hasan.

Mencintai Dunia Pendidikan

Kecintaan Natsir di bidang pendidikan dibuktikannya dengan upayanya untuk mendirikan sejumlah universitas Islam. Setidaknya ada sembilan kampus yang Natsir berperan besar dalam pendiriannya, seperti Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Bandung, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Riau, Universitas Ibn Khaldun Bogor, dan sebagainya. Tahun 1984, Natsir juga tercatat sebagai Ketua Badan Penasehat Yayasan Pembina Pondok Pesantren Indonesia. Di bidang pemikiran, tahun 1991, Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia.

Cita-citanya yang belum tercapai

Agus Basri dalam sebuah wawancara bertanya kepada Natsir, “Adakah sesuatu yang belum tercapai?” Ia menjawab: “Hingga sekarang ini, yang belum tercapai, sama seperti keinginan saya waktu jadi Perdana Menteri: orang-orang yang rukun, beragama, ada tasamuh, toleransi antara umat beragama yang satu dengan umat yang lain, itu ndak tercapai. Iya, Baldatun thoyyibatun wa robbun ghafur (Negara sejahtera yang penuh ampunan Allah), itu yang ndak atau belum juga tercapai…”

Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan ampunan padanya. Semoga ada generasi baru yang meneruskan cita-citanya. Amin…



(Seabad Mohammad Natsir, Mengenang Sosok Da’i negarawan yang tangguh, www.muslimdaily.net)

Minggu, 23 Oktober 2011

Mengenang Akhlak Nabi Muhammad SAW: Air Mata Terurai Jatuh Tanpa Sadar

By Unknown | At 05.54.00 | Label : | 0 Comments

Kenangan masa lalu, rekaman masa kini dan keinginan untuk masa depan



(Dikutip dari tulisan Nadirsyah Hosen dengan perubahan seperlunya)
http://calligraphyislamic.com/gallery002.htmSetelah Nabi wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya – tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, Ceritakan padaku akhlak Muhammad. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad. Dengan berharap-harap cemas,
Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, Ceritakan padaku keindahan dunia ini!. Badui ini menjawab, Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini… Ali menjawab, Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad SAW memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4).
Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa Khumairah oleh Nabi ini hanyabismillah menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu’minun[23]: 1-11.
Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.
Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, ah semua perilakunya indah. ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.’ Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, mengapa engkau tidur di sini. Nabi Muhammmad menjawab, aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu. Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya. Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.
Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.
Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.
Nabi Muhammad juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul selalu memujinya. Abu Bakar-lah yang menemani Rasul ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sakit. Tentang Umar, Rasul pernah berkata, syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain. Dalam riwayat lain disebutkan, Nabi bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta’wil) mimpimu itu? Rasul menjawab ilmu pengetahuan.
Tentang Utsman, Rasul sangat menghargai Ustman karena itu Utsman menikahi dua putri nabi, hingga Utsman dijuluki dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya. barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.
Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.
Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad. Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad, Allah menyapanya dengan Wahai Nabi . Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.
Para sahabatpun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap rasul. Mereka ingin Rasul menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin. Kata Umar, Tidak, angkatlah Al-Aqra’ bin Habis. Abu Bakar berkata ke Umar, Kamu hanya ingin membantah aku saja, Umar menjawab, Aku tidak bermaksud membantahmu. Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya (al-Hujurat 1-2)
Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia. Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi.
Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi’ah. Ia berkata pada Nabi, Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami
Nabi mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, Sudah selesaikah, Ya Abal Walid? Sudah. kata Utbah. Nabi membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.
Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!
Ketika Nabi tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi bahwa Nabi akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi? Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu. Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi telah menyerap di sanubari kita atau tidak.
Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah! Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, Dahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini. Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap membereskan orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.
Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, lakukanlah! Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah. Seketika itu juga terdengar ucapan, Allahu Akbar berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.
Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia. Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na’udzu billah…..
Nabi Muhammad ketika saat haji Wada’, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian? Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah…..? Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, benar ya Rasul!
Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah! . Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah. Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah…..''

Kamis, 06 Oktober 2011

Jadikan Istirahatmu Bernilai di Sisi Allah

By Unknown | At 08.40.00 | Label : , | 0 Comments
Hidup memang sebuah pengorbanan dan perjuangan. Berjuang dan berkorban adalah sesuatu yang melelahkan dan memberatkan, dan ketika lelah tentu butuh ketenangan dan istirahat. Namun tidak semua orang bisa dengan mudah mendapatkan ini semua. Ada yang hanya bisa beristirahat satu atau dua jam saja setiap harinya. Hidupnya dipenuhi dengan aktivitas dan kesibukan yang luar biasa. Sehingga, kesempatan beristirahat merupakan sebuah kenikmatan dan kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala yang mesti kita syukuri. Namun di masa kini, manusia dihadapkan pada pola hidup yang menuhankan materi. Hidup di dunia seolah-olah hanya untuk mencari uang atau materi. Manusia diposisikan sebagai alat produksi yang senantiasa dituntut produktif. Dengan kata lain, segala aktivitas harus ada timbal baliknya secara materi. Pekerjaan adalah no. 1, sementara keharmonisan keluarga, interaksi sosial dengan masyarakat, adalah nomor kesekian. Walhasil, manusia pun tak ubahnya seperti robot. Ini jelas menyelisihi fitrah manusia. Allah subhanahu wa ta'ala menjelaskan di dalam Al-Qur`an: وَخُلِقَ الإِنْسَانُ ضَعِيفًا"Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah." (An-Nisa`: 28) As-Sa'di rahimahullaah mengatakan: "(Allah subhanahu wa ta'ala menginginkan atas kalian keringanan) artinya kemudahan dalam segala perintah dan larangan-Nya atas kalian. Kemudian bila kalian menjumpai kesulitan dalam beragama maka Allah subhanahu wa ta'ala telah menghalalkan bagi kalian sesuatu yang kalian butuhkan seperti bangkai, darah dan selain keduanya bagi orang yang mudhtar[1], dan seperti bolehnya bagi orang yang merdeka menikahi budak wanita dengan syarat di atas. Hal ini sebagai bukti sempurnanya kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala, kebaikan yang mencakup ilmu dan hikmah-Nya atas kelemahan manusia (yaitu kelemahan) dari semua sisi. Lemah tubuh, lemah niat, lemah kehendak, lemah keinginan, lemah iman, dan lemah kesabaran. Berdasarkan semua ini sangat sesuai jika Allah subhanahu wa ta'ala meringankan atas mereka perkara yang dia tidak sanggup untuk melakukannya dan segala apa yang tidak sanggup dipenuhi oleh keimanannya, kesabaran, dan kekuatan dirinya." Dan karena kelemahan itu, Allah Maha Bijaksana di dalam menentukan waktu kehidupan bagi mereka. Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan malam dan siang memiliki hikmah tersendiri. Dan adanya malam dan siang itu menunjukkan kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya dan manakah dari hamba-Nya yang mau mensyukurinya? Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ"Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al-An'am: 96) هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ"Dialah yang telah menjadikan malam bagi kalian supaya kalian beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kalian mencari karunia Allah subhanahu wa ta'ala). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah subhanahu wa ta'ala) bagi orang-orang yang mendengar." (Yunus: 67) وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا"Dialah yang menjadikan untuk kalian malam sebagai pakaian dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (Al-Furqan: 47) وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ"Dan karena rahmat-Nya Dia jadikan untuk kalian malam dan siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu dan supaya kalian mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kalian bersukur kepada-Nya." (Al-Qashash: 73) Dan masih banyak lagi ayat yang semakna dengan di atas. Semuanya menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya dan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala telah melimpahkan kepada mereka segala yang mereka butuhkan dalam pengabdian dan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Namun mengapa kebanyakan manusia ingkar kepada-Nya? Dan kita semua berkeinginan agar tidur sebagai salah satu bentuk istirahat bukan hanya sebagai ketundukan kepada sunnatullah semata. Kita juga ingin agar tidur kita mendapatkan nilai ibadah tambahan dari sisi Allah subhanahu wa ta'ala. Allah subhanahu wa ta'ala melalui lisan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita beberapa adab di dalam tidur. Berwudhu Sebelum Tidur Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah berwudhu sebelum tidur. Hal ini bertujuan agar setiap muslim bermalam dalam keadaan suci, sehingga bila ajalnya datang menjemput diapun dalam keadaan suci. Dan sunnah ini menggambarkan bentuk kesiapan seorang muslim untuk memenuhi panggilan kematian dalam keadaan suci hatinya. Dan jelas bahwa kesucian hati lebih diutamakan daripada kesucian badan. Dan sunnah ini juga akan mengarahkan pada mimpi yang baik dan menjauhkan diri dari permainan setan yang akan menimpanya. (Lih. Fathul Bari, 11/125 dan Syarah Shahih Muslim, 9/32) Tentang sunnah ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sabda beliau: عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِDari Al-Bara` bin 'Azib radhiyallahu 'anhu, berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku: Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah kamu sebagaimana wudhumu untuk shalat." Al-Imam Al-Bukhari di dalam Shahih beliau menulis sebuah bab: "Apabila Bermalam (Tidur) dalam Keadaan Suci". Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan: "Sungguh terdapat hadits-hadits yang menjelaskan makna ini yang tidak memenuhi syarat Al-Bukhari dalam Shahih-nya, di antaranya hadits Mu'adz radhiyallahu 'anhu: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيْتُ عَلَى ذِكْرٍ طَاهِرًا فَيَتَعَارُّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ"Tidaklah seorang muslim tidur di malam hari dengan berdzikir dan dalam keadaan suci, kemudian dia terbangun dari tidurnya di malam hari kemudian dia meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat melainkan Allah akan memberikan itu kepadanya." (Lih. Fathul Bari, 11/124) Dan beliau mengatakan: "Perintah (untuk berwudhu di sini) adalah sunnah (bukan wajib)." Beliau mengatakan juga: "At-Tirmidzi mengatakan: 'Tidak ada di dalam hadits-hadits penyebutan wudhu ketika tidur melainkan di dalam hadits ini'." (Lih. Fathul Bari, 11/125) Al-Imam An-Nawawi mengatakan: "Di dalam hadits ini terdapat tiga sunnah yang penting, namun bukan wajib. Salah satu di antaranya adalah berwudhu ketika ingin tidur. Dan bila dia dalam keadaan berwudhu maka cukup baginya (dalam melaksanakan sunnah tersebut) karena yang dimaksud adalah (tidur) dalam keadaan suci." (Syarah Shahih Muslim, 9/32) Demikianlah sunnah yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak tidur, yang semestinya kita sebagai muslim memperhatikannya. Abdullah bin 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma bercerita: أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَقَضَى حَاجَتَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ نَامَ"Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terjaga di suatu malam lalu beliau menunaikan hajatnya dan kemudian membasuh wajah dan tangannya lalu tidur." Mengibas (Membersihkan) Tempat Tidurnya Satu dari sekian sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkaitan dengan adab tidur adalah mengibas tempat tidur. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan diri seperti binatang berbisa, baik ular, kalajengking, dan sebagainya. Ini dilakukan tidak dengan tangan langsung, supaya terhindar dari sesuatu yang mengotori sekiranya terdapat najis atau kotoran. (Lih. Syarah Shahih Muslim, 9/38 dan Fathul Bari, 11/143) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَنْفُضُ فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِيْ مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ"Apabila salah seorang dari kalian beranjak menuju tempat tidurnya maka hendaklah dia mengibas (membersihkan) tempat tidurnya karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian." فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِيْ مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ"Dia tidak mengetahui apa yang terjadi kemudian" artinya, kata Al-Imam At-Thibi: "Dia tidak mengetahui apa yang akan terjatuh di ranjangnya berupa tanah, kotoran, atau serangga bila dia meninggalkannya." (Fathul Bari, 11/144) Ibnu Baththal mengatakan: "Di dalam hadits ini terdapat adab yang besar dan telah disebutkan hikmahnya dalam hadits, yaitu dikhawatirkan sebagian serangga yang berbahaya bermalam di tempat tidurnya dan mengganggunya." Al-Qurthubi mengatakan: "Diambil faedah dari hadits ini bahwa sepantasnya bagi orang yang akan tidur untuk mengibas tempat tidurnya karena dikhawatirkan terdapat sesuatu yang basah tersembunyi atau selainnya." Ibnul 'Arabi mengatakan: "Di dalam hadits ini terdapat peringatan dan (anjuran) agar seseorang mengetahui sebab-sebab tertolaknya taqdir yang jelek. Dan hadits ini sama dengan hadits: "Ikatlah ontamu kemudian bertawakkal." (Lihat Fathul Bari, 11/144) Tidur di Atas Lambung Sebelah Kanan Kesempurnaan Islam adalah sebuah keistimewaan yang diberikan kepada umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menunjukkan keutamaan mereka atas umat-umat terdahulu. Sungguh merugi bila akal, perasaan, adat istiadat, ajaran nenek moyang dijadikan sebagai hakim atas kesempurnaannya. Segala perintah, larangan dan bimbingan yang ada di dalamnya adalah demi kemaslahatan manusia. Akan tetapi berapa banyak dari mereka yang mau menerima bimbingan? Yang ingkar lebih banyak daripada yang beriman, dan yang menentang lebih banyak daripada yang taat, dan yang menolak lebih banyak dari yang menerima. Hikmah yang terkandung dalam bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tidur di atas lambung kanan adalah lebih cepat untuk terjaga (bangun), jantung bergantung ke arah sebelah kanan sehingga tidak menjadi berat bila ketika tidur. Ibnul Jauzi berkata: "Cara seperti ini sebagaimana telah dijelaskan ilmuwan-ilmuwan kedokteran sangat berfaedah bagi badan. Mereka mengatakan: Mereka mengawali sesaat tidur di atas lambung sebelah kanan, kemudian di atas lambung sebelah kiri karena tertidur. (Dengan cara) pertama akan menurunkan makanan, dan tidur di atas lambung kiri akan menghancurkannya dan dikarenakan hati (terkait dengan pekerjaan) lambung." (Lih. Fathul Bari, 11/115) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ"Lalu tidurlah di atas lambungmu yang kanan." Meletakkan Tangan di Bawah Pipi Tata cara ini dijelaskan oleh Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu: كَانَ النَّبِيُّ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنَ اللَّيْلِ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خِدِّهِ"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau tidur di malam hari, beliau meletakkan tangan beliau di bawah pipi." Berdoa Sebelum Tidur كَانَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ قَالَ: أَللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَبِسْمِكَ أَمُوتُ"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila akan tidur beliau berdoa: Ya Allah, dengan meyebut nama-Mu aku hidup dan dengan menyebut nama-Mu aku mati (tidur)." Sumber: Majalah Asy-Syari'ah Vol. II/No. 20/1426 H/2005 halaman 62-66; penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah [1] Orang yang sangat membutuhkan dan bila dia tidak melakukannya niscaya akan binasa, seperti orang yang bepergian sementara bekalnya habis di perjalanan dan dia dalam keadaan sangat lapar yang dapat mengancam jiwanya (jika dibiarkan). Maka agama memperbolehkan memakan segala apa yang didapatinya seperti bangkai, darah, babi, anjing dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhannya di saat itu saja. Ibnu Atsir di dalam kitab An-Nihayah (3/83) menjelaskan: "Sesungguhnya dihalalkan bangkai bagi orang yang mudhtar hanyalah sebatas memakan apa yang akan menutup laparnya di pagi atau malam dan tidak boleh menjadikannya bekal antara keduanya (mempersiapkan di pagi hari sampai malam, pent.)

Yang Diridhai dan Yang Dibenci oleh Allah

By Unknown | At 08.39.00 | Label : , | 0 Comments

Semua keyakinan, ucapan, ataupun amalan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik yang sifatnya wajib maupun sunnah, semuanya dicintai dan diridhai oleh Allah. Sebaliknya semua keyakinan, ucapan ataupun amalan yang dilarang dan bertentangan dengan syari'at, maka itu semuanya dibenci oleh Allah.
Di sini akan disebutkan dan dijelaskan beberapa amalan yang diridhai dan beberapa amalan yang dibenci oleh Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا: فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَأَنْ تَنَاصَحُوْا مَنْ وَلاَّهُ اللهُ أَمْرَكُمْ، - وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا - قِيْلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
"Sesungguhnya Allah ridha untuk kalian tiga perkara dan benci untuk kalian tiga perkara: (1). Allah ridha untuk kalian agar kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. (2). Agar kalian seluruhnya berpegang teguh dengan agama Allah dan janganlah kalian berpecah belah. (3). Hendaklah kalian saling memberikan nasehat kepada orang-orang yang mengurusi urusan kalian (yakni penguasa kaum muslimin). -Dan Allah benci untuk kalian tiga perkara- : (1). Qiila wa Qaal (dikatakan dan katanya), (2). banyak meminta dan bertanya, dan (3). menyia-nyiakan harta." (HR. Muslim dalam Shahiih-nya Kitaabul Aqdhiyaa` Baab An-Nahyu 'an Katsratil Masaa`il no.1715, Al-Imam Malik dalam Al-Muwaththa` Kitaabul Kalaam Baab Maa Jaa`a fii Idhaa'atil Maal no.20, dan Al-Imam Ahmad 2/367)

Penjelasan Kosakata yang Ada dalam Hadits
- Ridha dan benci adalah dua sifat yang layak untuk Allah sesuai dengan keagungan-Nya, yang tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Inilah salah satu aqidah ahlus sunnah wal jama'ah. Mereka mengimani dan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah sebagaimana yang Dia tetapkan dalam kitab-Nya dan yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapkan dalam sunnahnya. Tanpa tahriif (mengganti lafazh maupun maknanya dengan makna yang bathil), ta'thiil (menolak sebagian atau seluruh sifat-sifat Allah), takyiif (menanyakan bagaimana hakikatnya), dan tanpa tamtsiil (menyerupakan atau menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya).
- Ibadah, secara bahasa artinya ketundukan dan merendahkan diri yang disertai dengan rasa cinta. Adapun secara istilah adalah suatu nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah berupa perkataan dan amalan baik yang zhahir maupun yang bathin. Maka seluruh yang Allah perintahkan baik yang wajib maupun yang sunnah, maka itu adalah ibadah. Sedangkan menyerahkannya kepada selain-Nya adalah kesyirikan.
- Kesyirikan adalah menjadikan tandingan untuk Allah pada sesuatu dari perkara ibadah, di mana seorang hamba menyerahkan salah satu dari jenis ibadah kepada selain Allah. Maka setiap keyakinan, ucapan atau amalan yang telah tetap bahwasanya hal itu diperintahkan oleh syari'at maka menyerahkannya hanya untuk Allah semata merupakan tauhid, keimanan dan keikhlasan. Sedangkan menyerahkannya kepada selain-Nya adalah kesyirikan.
- Berpegang teguh dengan tali Allah artinya berpegang teguh dengan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah berupa Al-Kitab (Al-Qur`an) dan As-Sunnah. Tentunya dengan pemahaman salafush shalih, generasi awal ummat Islam dari kalangan shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
- Qiila wa Qaal artinya pembicaraan dalam perkara yang bathil dan yang tidak bermanfaat.
- Banyak meminta dan bertanya artinya memperbanyak pertanyaan dan permintaan kepada manusia dan membahas pertanyaan dan permasalahan yang belum terjadi.
- Menyia-nyiakan harta artinya membiarkannya tanpa dipergunakan dan menelantarkannya, menyalahgunakannya dan melalaikannya, serta menyengajanya untuk dibuang.

Makna Global Hadits Ini
Di dalam hadits ini terdapat enam petunjuk nabawi yang agung, yaitu:

Pertama, Perintah untuk Bertauhid
Yakni anjuran dan perintah untuk bertauhid yang bersih dari kesyirikan dan perintah agar melaksanakan hak Allah yang paling agung dan kewajiban Islam yang paling agung yaitu mengesakan Allah semata dalam ibadah. Yang hal ini merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzaariyaat:56)
Dan juga menjauhi kesyirikan dalam beribadah kepada-Nya. Maka janganlah seorang hamba menyekutukan Allah dengan seorang pun dari makhluk-Nya. Janganlah dia menjadikan tandingan untuk Allah dalam do'a, istighatsah (meminta pertolongan untuk menghilangkan marabahaya dan kesulitan), sembelihan, nadzar, harapan, rasa takut, tawakkal dan yang lainnya dari jenis ibadah. Karena perkara-perkara ini adalah hak khusus untuk Allah, yang Dia tidak ridha disekutukan dalam perkara-perkara tersebut baik dengan seorang malaikat yang terdekat ataupun dengan seorang nabi yang diutus. Apalagi selain mereka yang bukan malaikat ataupun nabi.

Kedua, Berpegang Teguh dengan Tali Allah
Yaitu berpegang teguh dengan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berupa Al-Kitab dan As-Sunnah. Dan juga pengajaran Rasulullah dari masalah aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Maka tidak ada keluasan bagi seorang muslim manapun, individu, kelompok, dan masyarakat manapun, serta penguasa atau rakyat manapun untuk keluar dari sesuatu yang merupakan pokok-pokok Islam ataupun cabang-cabangnya. Bahkan wajib atas semuanya untuk beriman, berpegang teguh dan komitmen secara sempurna terhadap seluruh yang dibawa oleh penutup para nabi dan pemimpin para rasul serta mendahulukannya di atas seluruh ucapan dan petunjuk yang lainnya.
Kemudian berhukum kepada apa-apa yang dibawa oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pada seluruh aspek kehidupan. Memurnikan ketaatan dan mutaba'ah (mengikuti) kepada beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam seluruh perkara agama yang kecilnya maupun yang besarnya. Serta menjauhi seluruh bid'ah, pemikiran yang menyimpang dan kemaksiatan.
Dengan ini semuanya �bukan dengan lainnya- akan bersatulah perkaranya kaum muslimin dan akan tegaklah persatuan mereka yang diidam-idamkan. Serta akan terbuktilah atas mereka semuanya bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan tali Allah. Realita inilah yang diinginkan oleh Allah dan yang dibebankan-Nya kepada ummat Islam. Bukan persatuan politik yang disertai dengan adanya perbedaan aqidah, hawa nafsu dan tujuan-tujuan. Karena sesungguhnya gambaran seperti ini dengan berkumpulnya berbagai golongan walaupun lengkap, akan tetapi pada hakikatnya ini adalah jauh dari kebenaran, bahkan hal ini masuk dalam firman-Nya,
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى
"Kamu mengira mereka bersatu padahal hati-hati mereka berpecah-belah." (Al-Hasyr:14)

Ketiga, Menasehati Penguasa Kaum Muslimin
Hal ini akan sempurna dengan adanya kerjasama dengan mereka di atas kebenaran. Mentaati mereka, memerintahkan, memberitahu dan mengingatkan mereka dengan lemah lembut. Menasehati mereka apabila lalai, berbuat kezhaliman dan kemaksiatan. Semuanya ini dilakukan dengan cara yang syar'i yakni menasehati mereka tidak dengan cara terang-terang di depan umum ataupun di mimbar-mimbar umum. Akan tetapi menasehatinya dengan diam-diam/tersembunyi atau dengan empat mata, dengan surat atau cara lainnya yang disyari'atkan.
Tidak boleh memberontak kepada mereka. Demikian juga tidak boleh demonstrasi karena cara ini merupakan cara-caranya orang kafir dan akan menimbulkan kemudharatan yang besar yaitu kekacauan dan keributan diakibatkan penentangan masyarakat yang terang-terangan tersebut.
Melaksanakan shalat di belakang mereka, berjihad bersama mereka dan menyerahkan zakat kepada mereka yakni dalam hal pengurusannya.
Tidak memberontak dengan mengangkat pedang kepada mereka apabila muncul dari mereka tindakan kezhaliman ataupun jeleknya akhlak mereka. Akan tetapi kita mendo'akan kebaikan untuk mereka, menasehati mereka dengan cara yang syar'i dan tetap taat kepada mereka dalam perkara yang ma'ruf. Dan tidak boleh memperdayakan dan menipu mereka dengan memberikan pujian yang dusta kepada mereka.

Keempat, Dilarangnya Qiila wa Qaal
Yaitu pembicaraan dalam perkara yang bathil, menyebarkan kekejian, menyebarkan berita-berita burung (berita-berita yang belum jelas kebenarannya), dan menyebarkan berita-berita yang dusta. Cukuplah seseorang dikatakan telah berdusta apabila menceritakan setiap apa yang didengarnya. Demikian juga tenggelam dalam menggambarkan permasalahan-permasalahan yang belum terjadi dan berusaha menjawabnya sebelum terjadinya. Karena sesungguhnya hal ini akan memalingkan kaum muslimin dari mempelajari Al-Kitab dan As-Sunnah dan akan menyibukkan mereka dari menghafal dalil-dalil dari keduanya dan memahami keduanya.

Kelima, Dilarangnya Banyak Meminta
Perkara ini mencakup meminta apa-apa yang dimiliki oleh manusia berupa harta dan lainnya, dan juga mencakup meminta agar dipenuhi kebutuhannya melalui mereka. Hal ini tidak layak bagi seorang muslim yang menginginkan agar Allah menjadikannya seorang yang mulia lagi terpuji.
Maka meminta kepada manusia pada asalnya diharamkan dan tidak boleh kecuali dalam keadaan darurat. Ada tiga kerusakan/bahaya di dalam permasalahan meminta kepada manusia yang bukan dalam keadaan terpaksa, yaitu:
1. Adanya sikap membutuhkan kepada selain Allah dan ini termasuk satu jenis dari kesyirikan
2. Menyakiti dan memberatkan orang yang diminta dan ini termasuk satu jenis dari kezhaliman terhadap makhluk
3. Merendahkan diri kepada selain Allah dan ini termasuk kezhaliman terhadap diri sendiri.
Untuk itu hendaklah kita berusaha semaksimal mungkin untuk tidak meminta kepada manusia kecuali dalam keadaan terpaksa atau memang sangat kita butuhkan. Sebaliknya bagi yang mampu hendaklah membantu saudaranya ketika melihat saudaranya memang membutuhkan bantuan. Baik dengan hartanya, tenaganya ataupun pikirannya sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga dengan ini akan terwujudlah ta'awun dan ukhuwwah antar sesama muslim.
"Dan Allah akan menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya." (HR. Muslim no.2699 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
"Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin lainnya ibaratnya sebuah bangunan, bagian yang satu menguatkan bagian yang lainnya." (HR. Al-Bukhariy no.481 dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu)
Permasalahan dilarangnya meminta ini apabila orang yang diminta itu hidup dan mampu untuk mengabulkan permintaan tersebut. Maka bagaimana pendapatmu tentang meminta kepada orang yang mati dan ghaib (tidak ada di tempat dan tidak bisa dijangkau oleh pancaindera ataupun alat komunikasi) yang tidak mampu mengabulkannya kecuali Allah?!? Sungguh, ini adalah benar-benar suatu kesyirikan yang nyata kepada Allah.
Larangan ini juga mencakup larangan banyak bertanya yang sifatnya ilmiyyah. Lebih khusus lagi apabila dimaksudkan dengannya untuk memberatkan orang yang ditanya, mengujinya, menunjukkan perselisihan dengannya atau untuk berdebat dengan kebathilan.
Demikian juga masuk dalam larangan ini adalah tenggelam dalam pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan yang belum terjadi dan hampir mustahil terjadinya serta meminta jawaban-jawabannya. Seperti pertanyaan, "Kemanakah kita menghadap ketika shalat apabila Allah mengangkat Ka'bah ke langit?" Dan pertanyaan lainnya yang sejenis yang tidak bermutu dan tidak berfaedah.

Keenam, Dilarangnnya Menyia-nyiakan Harta
Karena sesungguhnya harta itu adalah nikmat dari Allah. Harta bisa digunakan untuk membantu dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Untuk jihad fi sabiilillaah dan untuk membantu orang-orang muslim yang berhak menerimanya dari kalangan fuqaraa` dan masaakiin (orang-orang miskin), karib kerabat dan selain mereka.
Maka wajib bagi seorang muslim untuk bersyukur kepada Rabbnya atas nikmat ini dan menjaganya agar jangan sampai hilang dan tersia-siakan. Tidak membelanjakannya kecuali di jalan yang Allah syari'atkan atau yang dibolehkan-Nya. Dan tidak boleh baginya untuk membelanjakannya di jalan syaithan dan kemaksiatan sebagaimana tidak boleh baginya untuk membiarkan nikmat ini tanpa digunakan dan menyengaja untuk dibuang.

Faedah-Faedah Hadits Ini
Diantara faedah-faedah hadits ini adalah:
1. Wajibnya melaksanakan ibadah kepada Allah sesuai dengan cara yang diinginkan-Nya
2. Wajibnya menjauhi segala macam kesyirikan, yang kecilnya maupun yang besarnya
3. Wajibnya berpegang teguh dengan tali Allah yaitu Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam baik Al-Kitab maupun As-Sunnah pada seluruh segi kehidupan
4. Haramnya berpecah belah dan wajib bagi kaum muslimin bersatu di atas kebenaran
5. Wajibnya menasehati penguasa kaum muslimin dan bekerjasama dengan mereka di atas kebenaran dan kebaikan
6. Haramnya Qiila wa Qaal
7. Haramnya meminta kepada makhluk kecuali dalam perkara yang disanggupi oleh mereka dan dalam keadaan mendesak/terpaksa, sedangkan yang paling utama adalah tawakkal dan bersabar
8. Haramnya menyia-nyiakan dan membuang harta.
Wallaahu A'lam bish-Shawaab.

Disadur dari Mudzakkiratul Hadiits An-Nabawiy fil 'Aqiidah wal ittibaa' hadits ke-11, karya Asy-Syaikh Al-'Allaamah Rabi' bin Hadi Al-Madkhaliy Hafizhahullaahu Ta'aalaa.

Imam Mahdi, antara Ifrath dan Tafrit

By Unknown | At 08.38.00 | Label : , | 0 Comments

Dalam menanggapi berita-berita tentang munculnya Imam Mahdi, manusia terpecah menjadi tiga golongan. Pertama, golongan tafrith (pengingkar) seperti mu'tazilah dan para rasionalis. Kedua, golongan ifrath (berlebihan) yang muta'ashib dan mengaku-aku bahwa Imam Mahdi dari golongan mereka seperti Syi'ah dan sejenisnya. Sedangkan ketiga adalah yang tengah-tengah antara keduanya yaitu ahlus sunnah yang menyatakan sesuai dengan riwayat-riwayat yang shahih tentangnya.

Golongan Tafrith
Golongan yang mengingkari akan munculnya Imam Mahdi sebagian besar mereka karena terpengaruh ucapan Ibnu Khaldun yang mendlaifkan hadits tentangnya. Padahal dia sama sekali bukanlah pakar ilmu hadits. Ia berkata: "Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam tentang Imam Mahdi akan keluar pada akhir zaman tidak lepas dari kritikan-kritikan, kecuali sedikit atau lebih sedikit lagi." (Muqaddimah Tarikh, Ibnu Khaldun, jilid I, hal. 574)
Ucapan Ibnu Khaldun ini menunjukkan bahwa dia mengakui bahwa di antara hadits tersebut ada yang selamat dari kritikan, namun sedikit sekali. Kita katakan meskipun hanya ada satu hadits yang selamat dari kritikan tersebut, maka cukup itu sebagai dalil tentang akan muncul Imam mahdi di akhir zaman.
Termasuk pengingkar adanya berita ini adalah Muhammad Rasyid Ridla dan yang sejenisnya. Ia berkata: "Adapun pertentangan antara hadits-hadits tentang Imam Mahdi sangat jelas dan kuat. Dan untuk menjamakkannya sangat sulit, sementara pengingkarnya sangat banyak dan kerancuannya sangat tampak. Oleh karena itu dua Syaikh (Bukhari dan Muslim) tidak memasukkannya dalam kitab-kitab mereka." (Tafsir al-Manaar, juz 9, hal. 499).
Kemudian Rasyid Ridla mencontohkan pertentangan tentang Imam Mahdi antara sunni, Syi'ah dan kelompok-kelompok lainnya, seraya berkata: "Sesungguhnya ta'ashub golongan yang terjadi pada Alawiyah, Abasiyah dan Farisiyah memiliki peranan yang besar dalam pemalsuan hadits-hadits tentang Imam Mahdi. Masing-masing kelompok mengaku kalau Imam Mahdi dari kelompoknya ... dan seterusnya." (Tafsir al-Manaar, juz 9, hal. 499).

Bantahan terhadap Golongan Tafrith
Ucapan-ucapan di atas telah dibantah oleh para ulama ahlus sunnah dari beberapa sisi:
1. Adapun ucapan Rasyid Ridla tentang pertentangan antara hadits-hadits, maka itu terjadi pada hadits-hadits yang dlaif dan palsu. Adapun pada hadits yang shahih tidak ada pertentangannya. Alhamdulillah.
2. Perselisihan sunni dengan syi'ah tidak dapat dianggap sebagai ikhtilaf dan pertentangan, karena kesesatan Syi'ah telah nyata hingga oleh para ulama tidak diperhitungkan lagi.
3. Sedangkan pemalsuan hadits dan ta'ashubnya beberapa golongan, telah diketahui dan dipisahkan oleh pakar-pakar ahlu hadits.
4. Lagi pula apakah dengan adanya hadits-hadits dlaif dan palsu tentang Imam Mahdi ini, membuat kita harus meninggalkan hadits-hadits yang shahih?
5. Pakar-pakar ahlu hadits telah menyatakan bahwa hadits-hadits ini shahih bahkan mutawatir.
6. Adapun jika Bukhari dan Muslim tidak memasukkan dalam Shahih-nya, bukan berarti haditsnya dlaif. Karena Imam Bukhari sendiri telah menshahihkan beberapa hadits di luar kitab Shahih-nya.
Berkata Ibnu Katsir: "Sesungguhnya Bukhari dan Muslim tidak memasukkan seluruh hadits-hadits shahih dalam kitabnya. Bahkan beliau berdua telah menshahihkan hadits-hadits yang bukan di dalam kitab Shahih-nya sebagaimana dinukil oleh Tirmidzi dan lainnya bahwa Bukhari telah menshahihkan hadits-hadits di luar kitabnya, seperti dalam Sunan dan lainnya. (al-Ba'itsul Hatsis, hal. 25) (Diringkas dari Asyrathu as-Sa'ah, hal. 269-270)

Golongan Ifrath
Sebaliknya kaum Syi'ah mengaku-aku Imam Mahdi yang akan muncul pada akhir zaman adalah dari golongannya. Mereka mengatakan bahwa ia sudah lahir, namanya Muhammad bin al-Hasan al-Askari al-Muntadhar dari turunan Al Husain dan masuk ke gua Saamirra ketika berumur lima tahun. Kemudian mereka menunggunya setiap saat dengan memanggil-manggil namanya di depan gua tersebut.

Ucapan para ulama tentang pendapat Syi'ah
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya al-Manarul Munif ketika berbicara tentang Imam Mahdi, berkata: "Beliau adalah seorang dari kalangan ahlul bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari turunan Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu, akan keluar di akhir zaman ketika dunia telah dipenuhi oleh kejahatan dan kedhaliman, kemudian ia memenuhinya dengan kebaikan dan keadilan. Mayoritas hadits-hadits menunjukkan yang demikian..." Kemudian beliau berkata: "Adapun Rafidhah Imamiyyah memiliki ucapan lain, yaitu: Al Mahdi adalah Muhammad bin Al Hasan Al-Askari Al Muntadhar dari turunan Husain bin Ali radhiyallahu 'anhu dan turunan Al Hasan. Yang hadir di semua negeri tetapi ghaib dari pandangan mata, masuk ke gua Saamirra ketika masih kecil, lima ratus tahun yang lalu lebih. Setelah itu tidak pernah terlihat lagi oleh mata dan tidak pernah bisa diraba berita atau jejaknya. Setiap hari mereka menunggunya, mereka berdiri dengan membawa kuda tunggangan di pintu gua dan menjerit-jerit memanggil Imam Mahdi keluar menemui mereka: "Keluarlah wahai maulana! Keluarlah wahai maulana! Kemudian mereka pulang dengan kegagalan. Demikianlah tingkah mereka setiap hari."
Setelah itu Ibnul Qayyim berkata: "Sungguh mereka telah menjadikan diri mereka bahan tertawaan manusia, dan menjadi cemoohan orang yang berakal." (al-Manarul Munif, Ibnul Qayyim, hal. 151-152)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam Kitabul Fitan Wal Malahim berkata: "Pasal, tentang Al-Mahdi yang akan muncul di akhir zaman, yang merupakan salah seorang dari khalifah-khalifah yang lurus dan imam-imam yang mendapatkan petunjuk. Dia bukanlah Al-Muntadhar yang diyakini kaum Syi'ah dan diharapkan -oleh mereka- munculnya dari gua Saamirra. Karena semua itu kenyataannya tidak ada, tidak terlihat wujudnya tidak ada pula tanda-tandanya. Mereka menganggap imam Mahdi itu adalah Muhammad bin al-Hasan al-Askari yang masuk ke gua."
Kemudian beliau berkata juga: "Al-Mahdi akan keluar dari arah Masyriq, bukan dari gua Samirra seperti anggapan orang-orang bodoh dari kalangan Rafidhah, yang menganggapnya sudah ada sekarang dan mereka terus menunggu keluarnya di akhir zaman. Sungguh ini adalah sebuah igauan dan kerendahan yang dilemparkan oleh setan. Karena tidak ada dalil, tidak ada bukti, tidak dari kitab Al-Qur'an, tidak dari As-Sunnah, tidak dari akal yang sehat dan tidak pula dari Istihsan." (Al-Fitan Wal Malahim, 1/29).
Al-Imam As-Safarini berkata dalam kitabnya Lawami'ul Anwar setelah menerangkan aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah tentang Imam Mahdi sebagai berikut: "Adapun anggapan syi'ah yang mengatakan bahwa namanya Muhammad bin Al-Hasan, yakni Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari maka itu hanyalah igauan karena Muhammad bin Al-Hasan telah mati dan warisan bapaknya telah diambil oleh pamannya Ja'far." (Lawami'ul Anwar, juz II hal. 84)

Pendapat Ahlus Sunnah tentang Imam Mahdi
Ahlus Sunnah meyakini akan datangnya Imam al-Mahdi di akhir zaman, namun bukan seperti Al-Mahdi yang digambarkan oleh syi'ah. Ahlus sunnah meyakini apa yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى تَمْلِكَ الْعَرَبُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي، يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي، وَاسْمُ أَبِيْهِ اسْم أَبِي، يَمَْلأُ اْلأَرْضُ عَدْلاً وَقَسْطً كَمَا مَلَئَتْ جِوَارًا وَظُلْمًا. (رواه أبو داود والترمذي، وحسنه الألالباني في مشكاة المصابيح)
"Tidak akan hilang dunia hingga arab dikuasai oleh seorang dari Ahli Baitku, namanya mencocoki namaku dan nama bapaknya mencocoki nama bapakku. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kedzaliman dan kejahatan." (HR. Abu Dawud dalam Kitabul Mahdi 4/473, Tirmidzi dalam Kitabul Fitan bab Maa Jaa`a fil Mahdi 4505 dan beliau berkata hadits ini hasan shahih. Berkata Syaikh al-Albani: sanadnya hasan. Lihat Misykatul Mashabih 3/1501 hadits 5425).
Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan bahwa Imam Mahdi akan muncul di akhir zaman dan namanya mencocoki nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan nama bapaknya. Berarti Imam Mahdi adalah seorang yang dilahirkan seperti manusia pada umumnya yaitu dari seorang bapak yang bernama Abdullah, sehingga beliau dipanggil dengan nama Muhammad bin Abdillah, bukan Muhammad bin al-Hasan al-Asykari.
Nasehat untuk seluruh kaum muslimin Kita kaum muslimin semestinya berjalan di atas jalan tengah, tidak berlebihan dan tidak pula berkurang-kurangan. Tidak ekstrim, melampaui batas yang telah digariskan dan tidak pula ta'ashub mengikuti hawa nafsu hingga menolak hadits-hadits yang shahih. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (al-Hasyr: 7)
Maka jika apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita berupa perintah, terimalah sebagai perintah yang harus kita amalkan.
Apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bentuk larangan, maka terimalah sebagai larangan yang harus kita taati dengan meninggalkan apa yang dilarangnya. Demikian pula apa yang dibawanya dari berita-berita, maka harus kita terima sebagai berita yang jujur terpercaya dan harus kita imani. Seperti berita-berita dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Imam Mahdi, Turunnya Isa 'alaihis salam, Dajjal dan lain-lainnya.
Allah mengancam orang-orang yang menyelisihi sunnah Rasul-Nya dengan ancaman-ancaman yang berat, seperti dalam firman-Nya:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (an-Nisaa`: 115)
Maka orang-orang yang diancam dalam ayat ini adalah orang yang menolak dan menentang ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah jelas baginya keshahihan hadits tersebut.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"... maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (an-Nuur: 63)
Bahkan Allah menafikan keimanan dari mereka yang tidak mau tunduk kepada ucapan-ucapan dan keputusan-keputusan Rasulullah.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (an-Nisaa`: 65)
Maka yang terancam dengan ayat-ayat di atas adalah orang-orang yang tidak mau tunduk dengan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah dengan menolaknya atau dengan menambahinya.
Wallahu a'lam.

Wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

By Unknown | At 08.36.00 | Label : , | 0 Comments

Mahkota Cahaya : Wasiat Rasulullah



Wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

Salam Sahabat Mahkota Cahaya,,'' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan kepada kita empat wasiat yang sangat agung. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam hadits beliau yang masyhur.

عَنْ أَبِي نَجِيْح اَلْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا. قَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
Dari Abu Najih Al-'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang mendalam. Yang dengannya hati menjadi bergetar dan air mata berlinangan karenanya. Maka kami berkata, "Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehatnya orang yang akan berpisah, maka berilah wasiat kepada kami!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah 'azza wa jalla; mendengar dan taat (kepada penguasa) walaupun yang memerintah kalian seorang budak Habasyi (Ethiopia). Karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup (berumur panjang) di antara kalian, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka (ketika itu) wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnahnya Al-Khulafaa`ur Raasyiduun sepeninggalku, pegang kuat-kuat dan gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian. Dan berhati-hatilah kalian dari perkara baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan." (HR. Al-Imam Ahmad 4/126-127, Abu Dawud no.4607, At-Tirmidziy no.2676 dan beliau menyatakan, "Hadits hasan shahih", Ibnu Majah no.42-43, dan Ad-Darimiy no.96)
Dalam riwayat An-Nasa`iy dari Jabir bin 'Abdillah disebutkan,
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
"Dan setiap kesesatan ada di neraka."

Hadits ini mengandung wasiat yang agung, yang menyeluruh dan mencakup berbagai hal. Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan agar bertakwa kepada Allah 'azza wa jalla, mentaati penguasa, berpegang teguh dengan sunnah dan wajibnya berhati-hati hari kebid'ahan. Perkara-perkara ini merupakan sesuatu yang paling penting. Apabila ummat Islam berpegang teguh dengannya niscaya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhiratnya.
Hadits ini merupakan pokok yang agung. Mengandung bimbingan-bimbingan yang agung, mencakup dan menyeluruh. Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan nasehat yang agung dan wasiat yang mengena kepada ummat Islam. Di mana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membimbing mereka kepada perkara-perkara yang agung, yang tidak akan tegak agama dan dunia mereka kecuali dengan berpegang teguh dengan perkara-perkara tersebut dan mengikutinya. Dan tidak ada solusi bagi problematika mereka kecuali dengan menerapkannya dengan sebenarnya.

Penjelasan Global Hadits Ini
Pertama, tidak ada agama kecuali dengan bertakwa kepada Allah yaitu mentaati Allah, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Kedua, tidak akan tegak agama dan dunia mereka kecuali dengan adanya pemimpin yang shalih dan adil yang menuntun mereka dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Menerapkan syari'at Allah di tengah-tengah mereka, mengatur barisan mereka, menyatukan kalimat mereka dan mengangkat bendera jihad untuk mereka dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Dan kewajiban atas ummat adalah mentaatinya dengan sebenar-benarnya terhadap apa yang mereka sukai ataupun yang tidak mereka sukai selama pemimpin tersebut istiqamah di atas perintah Allah dan menerapkan hukum-hukum-Nya.
Islam mewajibkan kepada ummat untuk taat kepada penguasanya dalam hal yang ma'ruf walaupun penguasa tersebut berbuat maksiat selama kemaksiatannya tidak sampai kepada kekufuran. Ini semuanya untuk kemaslahatan Islam dan muslimin serta dalam rangka menjaga persatuan mereka dan melindungi darah-darah mereka.
Ketiga, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan wejangannya berkaitan dengan sikap ummat terhadap perselisihan dan orang-orang yang menyelisihi kebenaran. Maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membimbing kita agar berpegang teguh dengan kebenaran dan kembali kepada manhaj yang lurus yakni manhajnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Al-Khulafaa`ur Raasyiduun radhiyallahu 'anhum. Dan tidaklah sunnah (jalan hidup) dan manhaj mereka kecuali Kitabullah yang Allah nyatakan, "Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur`an) kebathilan baik dari depan maupun dari belakangnya." (Fushshilat:42), dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang suci.
Maka pada keduanya terdapat keselamatan dan kebahagiaan. Dan pada keduanya juga ada solusi yang benar yang akan memutuskan berbagai perselisihan yang ada di antara kelompok-kelompok ummat Islam sampai ke akar-akarnya sesuai dengan yang Allah ridhai. Dan akan bersatulah kalimat muslimin di atas kebenaran. Dan setiap solusi apapun yang disodorkan yang tidak sesuai dengan apa yang Allah inginkan maka itu adalah kesalahan dan akibatnya adalah kegagalan.
Keempat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan kepada kita dari kebid'ahan dan perkara-perkara baru dalam agama. Betapa seringnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan ummatnya dari bahayanya bid'ah dan kerusakannya dengan penjelasan yang gamblang bahwasanya setiap bid'ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan berada di neraka.
Sungguh benar-benar sangat disayangkan bahwasanya banyak dari ummat Islam yang tidak berpegang teguh dengan Al-Qur`an tidak juga dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keyakinan-keyakinan mereka. Bahkan justru mereka telah dikuasai oleh bid'ah dalam jalan hidup mereka, dalam aqidahnya, ibadahnya, akhlaknya dan lain-lainnya. Yang sebenarnya ini merupakan sikap meniru-niru orang-orang kafir. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Benar-benar kalian akan mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kalian (orang-orang Yahudi dan Nashara) sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai seandainya mereka masuk ke lubang biawak niscaya kalian pun akan memasukinya." (HR. Muslim)
Diambil dari Mudzakkiratul Hadiits An-Nabawiy fil 'Aqiidah wal ittibaa' hadits ke-10, karya Asy-Syaikh Al-'Allaamah Rabi' bin Hadi Al-Madkhaliy dengan beberapa perubahan.

Empat Wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
1. Bertakwa kepada Allah 'azza wa jalla
Wasiat Rasulullah yang pertama adalah agar kita bertakwa kepada Allah.
Takwa adalah wasiatnya Allah kepada orang-orang dahulu (sebelum ummat Islam) dan orang-orang sekarang (ummat Islam).
Allah berfirman,
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللهَ
"Dan sungguh Kami telah mewasiatkan (memerintahkan) kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan (juga) kepada kalian, bertakwalah kepada Allah." (An-Nisaa`:131)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Bertakwalah kepada Allah di mana pun kalian berada. Dan ikutilah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik, niscaya perbuatan yang baik tersebut akan menghapuskan dosa perbuatan yang jelek. Dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik." (HR. At-Tirmidziy dari Abu Dzarr dan Mu'adz bin Jabal radhiyallaahu 'anhumaa, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul Jaami' 96)
Adapun yang dimaksud takwanya seorang hamba kepada Rabbnya adalah dia menjadikan antara dirinya dan apa-apa yang dia takuti dari Rabbnya berupa kemurkaan-Nya, kemarahan-Nya dan siksaan-Nya sebuah perlindungan/benteng yang akan melindunginya dari apa yang dia takutkan tersebut. Yaitu dengan cara melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan. Dalam artian dia melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya yang dilandasi keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasul-Nya.
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu menyatakan, "Takwa adalah Allah ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri."

2. Taat kepada Penguasa
Wasiat kedua adalah taat kepada penguasa kaum muslimin. Yang merupakan kewajiban atas semua kaum muslimin. Bahkan Allah telah memerintahkannya dalam firman-Nya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian." (An-Nisaa`:59)
Yang dimaksud ulil amri dalam ayat ini adalah para 'ulama dan para penguasa kaum muslimin, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dan lainnya dari kalangan ahli tafsir.
Hal ini juga diperkuat oleh sabda beliau,
"Barangsiapa yang taat kepadaku maka sungguh dia taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka dia bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang taat kepada amirku (yakni penguasa kaum muslimin) maka dia taat kepadaku. Dan barangsiapa bermaksiat kepada amirku, berarti dia bermaksiat kepadaku." (HR. Al-Bukhariy dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Akan tetapi taat kepada penguasa terbatas pada perkara yang ma'ruf (yakni selain maksiat). Kita taat kepada mereka ketika mereka memerintahkan yang wajib, yang sunnah ataupun yang mubah. Ketika mereka memerintahkan maksiat maka kita tidak boleh mentaatinya.
Rasulullah bersabda,
"Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu dalam perkara yang ma'ruf." (HR. Al-Bukhariy dan Muslim dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Allah." (HR. Al-Imam Ahmad)

3. Berpegang Teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Sunnahnya Al-Khulafaa`ur Raasyiduun
Wasiat yang ketiga adalah wajib bagi kita untuk berpegang teguh dengan sunnahnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnahnya Al-Khulafaa`ur Raasyiduun (Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan kepada kita bahwa siapa saja yang hidup sepeninggal beliau maka dia akan menjumpai perselisihan yang sangat banyak.
Hal ini diperkuat dalam hadits yang masyhur tentang iftiraaqul ummat (perpecahan ummat). Di antaranya hadits Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu 'anhuma, dia menyatakan, "Ketahuilah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami, lalu beliau bersabda, "Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian dari kalangan Ahli Kitab telah terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan ummat ini (ummat Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan di neraka dan satu golongan di surga, yaitu Al-Jama'ah." (Lihat Shahiihul Jaami' no.2638)
Di dalam riwayat lain dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash diterangkan bahwasanya golongan yang selamat tersebut (yang dalam hadits Mu'awiyah dinamakan Al-Jama'ah) adalah orang-orang yang mengikuti aku dan para shahabatku.
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa wajib bagi kita untuk memahami Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahamannya para shahabat. Karena dalam hadits yang kita bahas ini (hadits Al-'Irbadh bin Sariyah) ketika terjadi perselisihan ummat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan kepada kita agar berpegang teguh dengan sunnah beliau dan sunnahnya Al-Khulafaa`ur Raasyiduun. Beliau tidak mencukupkan, "Berpeganglah kalian dengan sunnahku!" Akan tetapi beliau memerintahkan kepada kita di samping berpegang teguh dengan sunnah beliau, kita juga harus berpegang teguh dengan sunnahnya Al-Khulafaa`ur Raasyiduun. Dalam artian kita mengikuti sunnahnya Al-Khulafaa`ur Raasyiduun dalam menerapkan sunnahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ini menunjukkan akan wajibnya memahami Islam dengan pemahaman mereka (para shahabat) terlebih khusus Al-Khulafaa`ur Raasyiduun.

4. Hati-Hati dari Kebid'ahan
Wasiat Rasulullah yang terakhir dalam hadits ini adalah wajib bagi kita untuk menjauhi segala bid'ah. Adapun yang dimaksud bid'ah adalah setiap keyakinan atau amalan atau ucapan yang diada-adakan setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan niatan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, akan tetapi tidak ada dalil padanya baik dari Al-Qur`an, As-Sunnah ataupun perbuatannya Salafus Shalih (para shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in).
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seluruh bid'ah (perkara baru dalam agama) adalah kesesatan. Tidak ada yang baik padanya. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam seluruh haditsnya yang menerangkan tentang bid'ah beliau menyatakan bahwa semua bid'ah adalah sesat.
Bahkan bid'ah lebih berbahaya daripada kemaksiatan. Orang yang sudah terjerumus kepada bid'ah maka dia susah untuk bertaubat karena dia merasa beribadah kepada Allah. Adapun orang yang bermaksiat dia merasa dirinya telah berbuat dosa kepada Allah sehingga besar kemungkinannya untuk bertaubat kepada Allah dibandingkan orang yang berbuat bid'ah.
Semoga Allah selalu membimbing kita agar tetap istiqamah dalam menempuh jalan yang lurus, aamiin.
Wallaahu A'lam bish-Shawaab.

Maraaji': Qawaa'id wa Fawaa`id minal Arba'iin An-Nawawiyyah, hadits ke-28 dan Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid.

Minggu, 25 September 2011

15 Kebaikan Wanita

By Unknown | At 03.33.00 | Label : , | 0 Comments

Mahkota Cahaya : 15 Kebaikan Wanita


Bismillahir Rahmanir Rahiim
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kebanyakan penduduk neraka adalah wanita :

“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)
Padahal pintu-pintu kebaikan dan pintu-pintu surga sangat terbuka buat wanita, dan Allah telah memudahkan wanita untuk masuk ke dalam surga, dan wanita telah mendapatkan KELEBIHAN dan KEISTIMEWAAN:
  1. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang pria yang sholeh.
  2. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah S.A.W.) di dalam syurga.
  3. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.
  4. Daripada Aisyah r.a. “Barang siapa yang diuji dengan se Suatu daripada anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.”
  5. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
  6. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
  7. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).
  8. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadan, memelihara kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dia kehendaki.
  9. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (dengan jarak 10,000 tahun perjalanan).
  10. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T. menatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
  11. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T. mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah S.W.T.
  12. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
  13. Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
  14. Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah S.W.T. memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T.
  15. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.
Posting Lama ►
 

Copyright © 2012. MAHKOTA CAHAYA - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Blog Bamz