Sikap yang terkesan tertutup ini bukan karena ia menutupi wilayah kelabu. Kesan ketertutupan itu lahir semata-mata karena M. Jusuf tidak senang merepotkan orang lain. Ia bukan pribadi yang menikmati kehebohan atas sebuah kejadian yang melibatkan orang lain. Ia bukan tipe orang yang bersenang-senang di atas ketelanjangan orang lain. Karena itu, setiap kejadian yang melibatkan dirinya dan orang lain, amat sulit dibeberkan. Ia tidak ingin mencederai orang lain dan keluarganya karena sebuah kejadian di masa silam. Baginya, masa silam tidak bisa dijadikan alat untuk merusak orang dan keluarganya. Ia simpulkan sikap ini dalam kosa kata Bahasa Bugis (ampe), artinya watak atau etika. Prinsip ini dipegangnya hingga kepergiannya.
Ihwal kejujuran, tidak perlu dipolemikkan. Semua orang yang mengenal dekat M. Jusuf, pasti mengacungkan jempol. Kejujuran M. Jusuf berbanding lurus dengan kesederhanaannya. Beberapa dekade, ia menjadi petinggi di republik ini, kehidupannya tetap sama. Asesori kenikmatan sesaat amat jauh dari kehidupannya. Ia malah, tak memahami nilai uang. Beberapa orang, termasuk kemenakannya, , pernah diberi uang kurang dari setengah juta rupiah. Ketika ia memberi uang itu, ia selalu wanti-wanti orang yang diberinya, menjaga diri agar tidak dirampok di jalan. Bagi M. Jusuf, uang itu seakan milyaran yang harus dibawa. Dalam perspektif ini, M. Jusuf teguh memegang prinsip kepemimpinan Bugis, seorang pemimpin yang berwibawa harus pemimpin yang berwatak malempu (lurus atau jujur).
Dalam prinsip hidup, M. Jusuf amat mengutamakan kejujuran karena ia tidak pernah percaya, pemimpin yang tidak jujur, bisa berwibawa. Orang yang bersih adalah orang yang bebas mengambil keputusan, dan pemimpin yang bebas mengambil keputusan, adalah pemimpin yang berwibawa.
Prinsip hidup sejenis ini menimbulkan rupa-rupa tafsir. Ada yang menilai, M. Jusuf menutupi berbagai kejadian masa lalu karena imenyangkut reputasi dirinya. Lalu, orang mengambil kejadian masa lalu yang melibatkan M. Jusuf, yakni, terbunuhnya Kahar Muzakkar. Hingga kini, nisan dan kuburan Kahar Muzakkar, tidak diketahui publik, padahal, saat ia tertembak mati, jenazahnya dibawa ke Makassar. Setelah itu, hanya teka–teki yang bermunculan, yang tidak pernah dijawab M. Jusuf hingga kini.
Sekilas, ada sesuatu yang ganjil dengan kejadian ini. Namun, ketertutupan M. Jusuf tentang misteri ini, amat logis dan gampang dipahami. M. Jusuf merahasiakan jenazah Kahar Muzakkar demi menghindari pertumpahan darah ke depan. M. Jusuf menutupi ini untuk menghindari adanya sebuah tempat, yang bisa dijadikan simbol kemarahan dan kebencian, yang suatu saat, bisa memicu pelatuk kemarahan bagi pengikut atau orang yang sefaham dengan Kahar Muzakkar. Bagi M. Jusuf, nisan adalah simbol yang bisa jadi mithos, dan mithos bisa dijadikan jalan menuju apa saja.
Masih dalam kaitan dengan Kahar Muzakkar. Saat M. Jusuf memutuskan mendatangkan tentara dari Jawa untuk memberantas pasukan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, orang bertanya. Mengapa M. Jusuf tidak menggunakan saja pasukan pemerintah yang sudah ada di kedua provinsi itu, yang juga tentara-tentara bersuku Bugis/Makassar, sama dengan suku Kahar Muzakkar? Mengapa M. Jusuf mengambil kebijakan seakan membiarkan sukunya digempur pasukan luar? Tak pernah ada jawaban M. Jusuf ke publik hingga kini.
Kebijakan tanpa penjelasan publik, ternyata dilakukan M. Jusuf, semata karena ia ingin cepat menyelesaikan kasus ini. Baginya, jika Kahar Muzakkar digempur dengan pasukan lokal, persoalan bisa berlarut-larut sebab pasukan lokal yang ada, pasti memiliki tali temali kekeluaragaan dengan Kahar Muzakkar, atau pengikut dan pasukan Kahar Muzakkar. Ikatan emosional seperti itu bisa memperpanjang agenda perang, atau memperpanjang agenda dendam.
Kesan ketertutupan seolah diperteguh praktek hidup sehari-hari M. Jusuf. Ia tak mudah, misalnya, menghadiri pesta, termasuk perkawinan. Baginya, yang paling penting dalam hidup adalah hadir saat orang lain kesusahan. Prinsip ini diaplikasikan, misalnya, ada kerabat yang sakit. M. Jusuf mengurus orang yang sakit sampai kepada hal yang amat detail. Dan itu dilakukan tanpa memberi kabar kepada publik.
Apakah rentetan misteri kejadian di republik ini, yang melibatkan M. Jusuf, langsung atau tak langsung, menjadi teka teki? Saya kira tidak. Soalnya, M. Jusuf selalu menulis catatan harian tentang banyak hal yang dialami. Ia menuliskan kejadian itu dalam aksara Bugis. Sebagai orang yang jujur, tulisan-tulisannya, juga refleksi dari kenyataan sebenarnya dan ditorehkan dengan kejujuran pula.
Kini, Jenderal yang misterius dandiidolakan oleh bangsa itu, khususnya prajurit dan perwira TNI, terbaring tenang. Kepergian jenderal yang lurus ini, tentu amat berbekas di kalangan TNI, sebab M. Jusuf adalah pimpinan TNI yang amat memperhatikan nasib prajurit dan peralatan TNI. Di era Jusuf, pembelian peralatan TNI dilakukan besar-besaran, yang hingga kini masih dipakai.
Saat menjadi Menhankam/Panglima TNI, M. Jusuf membarui peralatan TNI. Satu di antara adalah sejumlah pesawat hercules. Ia sama sekali tak menyangka, pesawat hercules yang dibelinya, adalah pesawat terakhir yang mengangkutnya dari Jakarta ke Makassar, dengan tubuh rapuh.
Kami bangga dengan Bapak, beristirahatlah dengan tenang.
2 komentar:
SANGAT SALUT DENGAN WIBAWA YG DI EMBAN JENDRAL DARI BUGIS , TEGAS TEGUH BERANI MELAWAN ARUS DI KALA REPUBLIK MASIH SUASANA TAK TERKENDALI ADANYA .
BERBUATLAH SEBAIK MUNGKIN DI KALA KITA MASIH SEHAT , UTAMAKAN KEJUJURAN ," MENERIMA APA ADANYA , / ADA APANYA . BERHARAP DAN MENGHARAP SEGALA SESUATU YG PASTI ,LEBIH BAIK SATU EKOR BURUNG DI TANGAN " DARI PADA DUA EKOR YG MASIH DI UDARA
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda,Kritik Dan Saranya Sangat Ber Arti